7. in the dark

207 29 3
                                    

You bring me again into your real places.

Darkness.

Dalam minimnya cahaya penerangan di ruangan serba hitam yang cukup dingin, Chaeyoung terbangun dari tidurnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dalam minimnya cahaya penerangan di ruangan serba hitam yang cukup dingin, Chaeyoung terbangun dari tidurnya. Kedua matanya mencoba melihat sekeliling dengan jelas. Tapi sepertinya sia-sia karena ruangan ini benar-benar tidak memiliki cahaya penerangan yang baik.

Sial, tempat apa ini?

Ruangan yang hanya berukuran rentangan tangan orang dewasa, membuat gadis malang itu tidak dapat bergerak bebas sepenuhnya. Seperti mati rasa. Tidak banyak oksigen. Tidak ada jendela. Seperti ruang tahanan bawah tanah.

Bulir keringat mulai mengucur. Jantungnya berdegup kencang. Napasnya terengah-engah layaknya habis berlari jauh. Rambut pirangnya yang masih diikat kini sudah terlihat berantakan. Ia merasa cemas dan takut sekarang.

Chaeyoung bersandar pada dinding hitam yang dingin. Meringkuk disana dengan kedua mata tertutup. Gadis itu sangat berusaha sekuat tenaga untuk mencoba mengingat kembali tentang kejadian sebelumnya yang membuat dirinya terkurung di ruangan ini.

"Pria itu!" Teriaknya tiba-tiba.

Ia berdiri, mengetuk dinding terdekatnya. "Sialan! Bajingan kotor. Hei! Keluarkan aku dari sini, rajungan!" Lanjutnya mengeluarkan sisa suaranya, berharap ada seseorang yang bisa mendengar keberadaannya.

Tak lama kemudian, terdengar pintu terbuka. Menampakkan dua pria asing dengan selera fashion yang bertolak belakang.

Pria kesatu menggunakan pakaian serba putih. Kemeja putih beserta blazer putih yang dirancang oleh desainer terkenal di Korea Selatan, membuatnya terlihat begitu berbeda. Ditambah badannya yang bisa dibilang proposional, membuat kaum hawa mungkin akan tergila-gila dengan penampilannya yang satu ini. Tapi sayang, mungkin itu tidak berlaku untuk Chaeyoung.

Sedangkan pria kedua, yang berdiri disampingnya menggunakan pakaian serba hitam. Coat hitam panjang selutut, celana hitam, topi hitam. Semua serba hitam. Bahkan kehadirannya baru disadari oleh Chaeyoung ketika pria itu mengeluarkan suara. Saking tidak terlihatnya, pria itu seperti sedang menyamar sebagai dinding hitam.

Siapa mereka?

Pria berpakaian serba putih berjalan mendekatinya. "Aku tidak sangka kau sudah berani berkata kotor seperti tadi." Suara berat yang tidak familiar ditelinganya membuat nyali Chaeyoung menciut. Suara yang ia benci. Suara yang menghantui hidupnya.

"Peduli apa kau?" Sinis Chaeyoung.

"Jimin, tolong tinggalkan kami berdua sebentar. Aku ingin bicara empat mata dengannya."

Pria berpakaian serba hitam-Jimin mengangguk paham. Ia melihat Chaeyoung sececah sebelum akhirnya pergi meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan tersebut.

Setelah kepergian Jimin, suasana menjadi hening. Hanya ada suara ketukan dari sepatu mahal pria itu. Chaeyoung yang sudah terduduk kembali masih enggan mendongak ke atas melihat wajahnya.

"Hei, lihat aku." Ujarnya lembut.

Tidak ada reaksi dari lawan bicaranya. Chaeyoung masih saja menatap lantai dingin itu sambil meringkuk. Menurutnya, menatap lantai jauh lebih menenangkan daripada menatap pria yang ada di depannya.

Cukup geram karena diabaikan, pria itu berjalan mendekati Chaeyoung. "Chaeyoung-ssi." Ia ikutan berjongkok di depannya. Membelai rambut pirangnya yang sudah lama tak ia pegang. Pria itu merindukan kekasihnya. Sangat rindu.

Air mata jatuh seketika tanpa Chaeyoung sadari. "Jangan mendekat." Perintah gadis itu sambil menepis lengan pria tampan tersebut.

"Aku rindu. Apa kau tidak rindu dengan kekasihmu sendiri?"

"Bukankah itu sudah berakhir lama, Taehyung-ssi?"

Taehyung mendesah pelan, lalu berdiri dari jongkoknya. Menyimpan kedua tangannya di saku celana sambil berkata sesuatu kepada Chaeyoung, "Kita akan ke rumah orang tuaku besok."

Chaeyoung membelalak. Kini ia mulai berani menatap pria berambut hitam itu. "Untuk apa? Tidak ada kata 'kita' sekarang."

"Aku ingin menikahimu."

"Kau gila?!"

"Aku serius. Aku berjanji akan berubah."

"Tidak. Kau tidak akan bisa berubah, Kim Taehyung." Tolak Chaeyoung.

Taehyung tertawa kecil. Menurutnya, perkataan Chaeyoung cukup membuat dirinya menggelitik. "Mengapa? Karena dari dulu aku berkata seperti itu tapi pada akhirnya sama saja?"

Chaeyoung tidak menjawab dan tidak ingin.

Taehyung melanjutkan kalimatnya. "Itu berbeda, Chaeyoung. Semenjak kau ke Australia dan tidak bertemu denganku selama hampir dua tahun, aku merenungkan diriku. Berpikir kembali tentang perbuatan bejatku dulu kepadamu. Dan aku menyesalinya sekarang."

"Mengapa baru sekarang?"

"Aku bertemu dengan seseorang. Dialah yang membuatku seperti ini."

"Semua sudah terlambat."

"Belum. Masih ada waktu untuk memperbaiki diriku. Memperbaiki semuanya. Aku janji."

Chaeyoung terdiam. Memikirkan apa yang baru saja terjadi pada pria itu? Sampai-sampai tingkahnya, nada bicaranya, pakaiannya, berbeda jauh dari sebelumnya. Apa dia sungguh-sungguh akan hal ini?

"Aku berubah bukan karenamu. Intropeksi diri. Mungkin itu lebih tepat."

"Tidak bertanya."

"Kau lucu." Taehyung mengulurkan lengannya, berniat membantu Chaeyoung berdiri, "Kau pasti lapar? Bangunlah, Jimin sudah memasakkan sesuatu untukmu."

"Aku bisa bangun sendiri." Lagi-lagi ia menepis tangan Taehyung, kemudian berjalan duluan tanpa mengajak sang tuan rumah. Ia sudah tidak kuat berada dalam ruangan itu.

Tanpa Chaeyoung sadari, Taehyung menatap tajam punggung mantan kekasihnya itu, sembari tersenyum menyeringai.

Dasar perempuan tidak tahu diri. Lihat saja nanti.

🍁 tbc 🍁

special update for malam jumat hehe.

autumnal🍁 || jinroséWhere stories live. Discover now