PANGERAN YANG TERSIAKAN 2

8.9K 340 3
                                    

🍁🍁🍁

Malam itu, jalanan terlihat sangat ramai. Suara sirene ambulans dan pemadam kebakaran meraung saling bersahutan. Bunyi klakson yang berkali-kali ditekan oleh para pengemudi menimbulkan bunyi bising yang memekakkan telinga. Terlihat di trotoar, ibu-ibu menangisi keadaan putri dan suaminya yang tubuhnya penuh luka-luka. Petugas ambulans yang dibantu warga sekitar segera menggotong dan membawanya masuk ke dalam mobil. Hilir berganti ambulans datang, menjemput para korban. Kecelakaan beruntun itu membuat semua orang panik. Tangis terdengar di mana-mana. Darah terlihat di mana-mana. Dan api, si jago merah itu telah berhasil melahap mobil pajero berwarna merah darah yang menggelinding ke arah bawah jurang.

"Ada apa ini, Damar?" Tanya seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan jas putih melekat di tubuhnya. Wajah dan rambutnya yang menjuntai di keningnya terlihat sedikit basah karena sisa-sisa air wudhu. Pembawaannya sangat tenang, namun keadaan gaduh disetiap lorong rumah sakit membuatnya seolah ikut panik.

"Kecelakaan beruntun, Gus. Ada lima mobil pribadi, dua sepeda motor dan satu mobil box. Korban yang ditaksir sementara sekitar 15 orang, Gus," Dengan stetoskop di lehernya, Pria berjas putih itu bergegas menuruni tangga. Ia mengikuti brangkar pasien yang didorong oleh para perawat rumah sakit diikuti Damar, asistennya.

"Gus Dokter mau ke mana?" Damar menahan lengan pria itu.

"Saya harus segera memeriksa mereka, Damar. Dokter Frizal dan Dokter Mukti sekarang sedang ada pertemuan mendadak. Tidak ada pilihan lain, meski saya tidak memiliki jadwal hari ini setidaknya saya harus tahu kondisi mereka."

"Tapi, ada yang lebih mengkhawatirkan dari pada mereka semua, Gus Dokter."

"Maksudnya?" Pria itu menoleh ke arah asistennya dengan wajah heran.

"Seorang pasien wanita yang luka fisiknya tak seberapa. Tapi luka batinnya bisa sangat membahayakan, Gus. Sebaiknya Gus Dokter segera periksa dia! Dia sekarang pingsan di ruang paviliun."

"Ada apa dengan wanita itu, Damar?"

"Dia calon pengantin yang dua jam lagi akan menikah di Masjid Jami', Gus."

"Apa sudah antum periksa keadaannya?"

"Dokter Fardini sudah memeriksanya tadi. Tapi beliau meminta saya memanggil Gus Dokter. Karena hanya Gus Dokter yang paham soal beginian. Ayo segera, Gus! Kasihan keluarganya, harusnya ini menjadi hari bahagia untuk mereka semua," Damar menarik tangan pria itu sambil berjalan setengah berlari melewati beberapa brangkar pasien yang terlihat lalu lalang.

"Gadis itu pasti akan syok kalau tahu mempelai prianya memutuskan pernikahan secara sepihak, Gus. Pernikahan gadis itu terancam gagal."

"Dari mana antum tahu semua itu?"

"Saya sempat mencuri dengar tadi. Ketika salah satu keluarganya menelpon seseorang di luar ruang pasien. Karena hal itulah saya memtuskan untuk meminta bantuan Gus Aufar. Ayo, Gus segera! Siapa tahu kita masih bisa menyelamatkan nasib pernikahan gadis itu dengan calon suaminya." keduanya segera mempercepat langkah kaki mereka menuju sebuah ruangan di mana gadis malang itu berada.

***

"Aina?!" Suara pria itu sontak membuat semua orang yang berada dalam ruangan itu terkesiap.

"Gus Dokter kenal pasien ini?" Damar bertanya dengan nada penasaran. Pria itu tidak lekas menjawab. Ia hanya menatap gadis yang sedang terbaring lemah itu lekat-lekat.Gadis itu tidak memiliki luka apapun ditubuhnya. Hanya ada memar kecil di pelipis kirinya. Namun tubuhnya terlihat sangat pucat dan lemah.

"Nak Dokter kenal anak saya?" Seorang wanita paruh baya dengan wajah penuh kekhawatiran menghampiri pria itu. Pria itu terkesiap. Ditatapnya wanita itu lamat-lamat. Kedua netranya kemudian menyisir ke seisi ruangan. Ia menangkap tiga wajah wanita lain yang seolah-olah ia kenali.

LIMA BIDADARI YANG TERUSIRWhere stories live. Discover now