3. Met A Strange Guy

903 122 40
                                    

-oOo-

"Aku ingin melihat rupamu saat ini. Jika ada waktu apakah kita bisa bertemu?"

-oOo-

Liona memasuki Gelanggang Olahraga Outdoor kampus Suardana bersama Hani, Roy dan para mahasiswa lain yang mengikuti kegiatan minat kampus tersebut. Keseluruhan dari mereka sudah mengenakan jersey masing-masing. Lio begitu sumringah ketika di depan matanya terlihat bola sepak. Segera mungkin ia menghampiri bola tersebut dan memainkannya begitu lihai dengan kaki.

"Si Lio kalau udah ketemu bola apapun jenisnya, udah lengket aja." Hani bergumam mengela napasnya.

Seorang pria tengah mengobrol dengan pelatih UKM kampus Suardana bidang minat olahraga kampus. Tampilannya begitu elegan, memakai kemeja dengan lengan sesiku. Celana chino berwarna krem juga rambut yang tertata rapih membuat semua mahasiswi yang tengah mengikuti kegiatan tersebut malah salah fokus.

"Zean!" Kata itu yang Lio dengar karena teriakan para gadis. Liona terdiam sejenak melihat Zean dari kejauhan. Lalu, ia membuang pandangannya lagi dan meneruskan tendangannya.

Pria berparas tampan yang dikagumi para warga kampus itu melihat kondisi sekitar area olahraga. Matanya memencar ke setiap mahasiswi yang menatapnya dengan penuh perhatian dan rasa kagum.

"Halo Ze!"

Zean sedikit menundukkan kepalanya ramah menyapa mereka. Kedua mata Zean menangkap Lio tengah bermain bola. Matanya memicing melihat Lio yang memang lihai memainkan bola bundar itu. Terlebih lagi, ia baru melihat bahwa orang yang memainkan bola sepak dengan lihai itu adalah seorang wanita. Wanita itu bahkan bukan hanya memainkan bola sepak di depan matanya. Namun, sejenak ia ikut bermain basket, sejenak ia memegang raket tenis, sejenak ia juga ikut untuk bermain bulu tangkis. Melihat pergerakan wanita itu, Zean pun terlihat bingung.

"Itu cewek yang kemarin kena bola gue kan? Semua olahraga bisa dilakuin? Unik, tapi sayang gue gak suka cewek yang multitalent." Zean menyeringai.

"Bukannya semua tipe cewek lo pacarin?" Yuda terkekeh depan Zean.

Buggghhh

Zean terkejut ketika sebuah bola basket mengenai punggung belakangnya dengan sedikit keras. Hal itu lantas mengalihkan perhatiannya dan para teman-temannya yang tengah berdiri asyik mengobrol. Zean menoleh sumber datangnya bola.

"Sorry ya!"

Seorang wanita datang memasang wajah tak enak depan zean. Zean kemudian mengambil bola tersebut dan dilemparnya jauh tertuju pada Liona. Iya, Liona. Liona pun menangkap bola basket itu dengan cekatan, pas dengan tangannya yang sudah siap menangkap.

"Lo yang kemarin pingsan kena timpa bola gue? Lain kali, kali mau shoot, pandangan harus fokus ke ring." Mata Zean memicing silau karena memang matahari terik tengah menyorot lapangan. Zean terkekeh bersama Yuda setelah berhasil mengejek Liona. Setelah berhasil mengejek wanita misterius di lapangan basket lalu, Zean dan temannya melangkah pergi.

"Kalau diskusi itu di kelas, bukan di lapangan." Lio menimpah balik kata-kata Zean, membuat Zean dan para temannya menghentikan langkah mereka.

Hani melebarkan matanya melihat bahwa Lio yang suka terdiam dan tak peduli dengan hal apapun, mampu menimpali kata dari seseorang, terlebih lagi dari seorang Zean. Itu sungguh di luar nalarnya.

"Hhh. Lo dibales tuh Ze," ucap Yuda terkekeh.

Zean menoleh menatap Lio pekat dengan ekspresi datarnya. Alisnya yang pekat, tak terlihat meninggi atau pun beraut kesal. Ia kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas setelah tersenyum menyeringai menatap Liona.

"Li, lo punya mulut? Gue kira lo bisanya cuma ngegym."

"Siapa dia?" tanya Roy.

"Itu Zean. Pangeran dari fakultas kedokteran."

"Oh dia orangnya. Mukanya sebelas dua belas lah sama gue," sahut Roy seraya mendrible bola basket di tangannya.

"Bagi gue sepuluh sama seratus," timpal Hani dengan jengkel.

Liona terdiam menatap pekat punggung Zean yang telah menjauh. Ia menggembungkan mulutnya kesal karena sanggahan Zean di lapangan. Sungguh, bisa-bisanya Lio selalu berhubungan dengan dia di manapun ia berada. Padahal, sungguh Lio tak mengenalnya. Hanya saja, pertemuan mereka pertama kali telah membuat Liona mengingat seseorang. Dan mungkin, Lio sudah gila jika berpikir orang itu adalah sama. Karena pada dasarnya, Abi diciptakan dengan kebaikan, dan Zean diciptakan dengan kejengkelan pikirnya.

"Dia bukan Abi, bodoh banget si lo Lio," batin Liona.

Sebuah mobil melaju beberapa menit dan terparkir di sebuah rumah mewah nan megah. Keluar seorang Zean dari dalam mobil. Ia melangkah masuk ke rumah dengan sumringah.

"Kakakkkkkkkkk." Panggilan manja seorang anak perempuan berusia 7 tahun menghampirinya dengan berlari. Zean dengan sigap menggendongnya tanpa alasan.

"Kakak, kenapa kakak gak pulang-pulang sih?"

Ya, Zean memang sering sekali tak pulang. Disamping ia ikut program olahraga dan organisasi kampus, ia juga adalah ketua dari ikatan olahraga kampus Suardana. Banyak kegiatan yang harus diurusnya. Apalagi jika sudah mendekati pekan olahraga kampus, ia sering menginap di asrama dengan Yuda ataupun Gion, sahabatnya. Ditambah, ada kegiatan pertemuan antar mahasiswa kedokteran, lomba ilmiah, juga datang untuk observasi ke rumah-rumah sakit membuat kesibukan Zean memang bertambah. Zean juga melakukan kerja part time untuk memenuhi setiap kebutuhannnya sendiri selama ini. Sungguh laki-laki idaman para kaum hawa.

"Tania, kamu harus biarin kakak kamu istirahat dan makan. Ayo turun!"

Sebuah hidangan sudah tergeletak di meja makan besar setelah seorang wanita tidak terlalu tua dan juga tidak muda lagi itu menyiapkan segalanya untuk dimakan oleh anak-anaknya. Parasnya terlihat lebih muda dari umurnya, padahal ia sudah memiliki anak laki-laki tampan yang sudah beranjak dewasa.

"Papa mana Ma?"

"Papa kan udah kirim pesan ke kamu, kalau dia sekarang terbang ke Thailand mau ketemu koleganya di sana." Ucapan Bu Rosi, ibunda Zean membuat Zean segera merogoh kantong celananya mencari ponsel.

"Lah iya. Ze baru buka Hp Ma."

"Ze. Mama tau kamu sibuk. Tapi kamu juga jangan lupain waktu istirahat. Kesehatan kamu itu penting Ze."

"Maaf Ma." Zean tertunduk senyum.

Lelaki berkulit kuning langsat itu masuk ke sebuah kamar dengan luas yang cukup untuk melakukan kegiatan pribadi. Zean memakai kaos oblong berwarna biru. Kaos itu mampu menampakkan beberapa otot lengannya. Ia menopang kepalanya dengan tangan dan matanya menghadap atap langit. Pikirannya mulai dijamahi sesuatu yang membuatnya menatap fokus atap langit kamarnya yang kosong. Sejenak, ia mengingat sahutan kata yang keluar dari mulut Liona saat di lapangan tadi pagi. Tak sadar, Zean tersenyum tipis tanpa alasan yang jelas.

 Tak sadar, Zean tersenyum tipis tanpa alasan yang jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Beri Vote+Coment.

Jangan pelit VOTE! Thx❤❤

OFFICIALLY MISSING YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang