Tient à Cœur - 18

14.7K 2.2K 235
                                    

Repub tanpa edit 14/9/20
16/11/20
23/6/21

Sentuhan bibir itu membuatnya seperti tersengat listrik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sentuhan bibir itu membuatnya seperti tersengat listrik. Bukannya dia ingin mengakhirinya, tapi dia semakin ingin menempelkan bibir mereka dan mencari tahu spark apa lagi yang bisa dia dapatkan dari bibir mereka yang menyatu saat dia sadar.

Pikiran terakhirnya itu membuat dia memberikan jarak pada bibir mereka, shit! Gue sadar dan tidak mempunyai alasan apapun untuk kelakuan gue sekarang!

"Shit!" Umpatnya pelan pada diri sendiri, mengalihkan matanya dari tatapan Satria. Dia harus mengatakan apa kalau nanti Satria menanaykan maksud dari ciumannya barusan?

"Jangan mengumpat di dekat Pickle, Malika." Bisik pria itu, tatapannya seakan menghujam Malika.

"Sorry."

"Untuk?"

"Mengumpat dan mencium kamu."

"Dimaafkan untuk yang mengumpat, untuk yang mencium, saya rasa saya sudah bilang mengenai hormon ibu hamil ke kamu tadi. Itu wajar." Tangan Satria naik menuju lehernya, memaksa Malika agar mengangkat kepala dan menatap ke arahnya lagi. "Lemme help with that, tapi tidak sekarang." Ibu jari pria itu membelai bibir bagian bawahnya. Malika dapat merasakan sengatan kecil ketika ibu jari pria itu mengelus bibirnya kemudian menariknya sedikit sehingga ada jeda di bibir bagian atas dan bawahnya.

Malika dapat melihat mata itu memerhatikan bibirnya dengan intens sebelum Satria mendekatkan kepalanya kepada Malika dan mendaratkan kecupan di hidung wanita itu. Malika dapat melihat dengan jelas bahwa pria itu tengah menahan dirinya dan dia hanya perlu sedikit dorongan.

"Let's talk." Ujar pria itu ketika sudah menjauhkan wajahnya.

Mungkin dia bisa menyalahkan hormon itu atas ide gilanya sehabis ini.

"Saya punya ide yang lebih bagus."

"Apa?"

"Less talk more tongue." Kata Malika dengan berani, matanya menatap lurus ke arah Satria.

"Yes, ma'am." Setelah mengucapkan itu Satria mendaratkan bibirnya pada Malika. Pria itu tidak terburu-buru. Dia mulai dengan menggoda sudut bibirnya dengan kecupan-kecupan kecil lalu belaian lidahnya. Ciuman itu kemudian berubah menjadi sesapan ketika Satria mulai mengincar bibir bagian bawahnya, memberikan gigitan kecil sebelum pindah ke bibir bagian atasnya.

Satria memberikan jeda sesaat untuk mengubah posisi mereka, dia memiringkan tubuh Malika lalu membiarkan tangan kirinya menjadi bantalan untuk kepala wanita itu. Sebelum melanjutkan ciuman mereka, dia memasukkan tangannya ke bagian dalam kaos Malika dan mengelus pinggang wanita itu dengan lembut lalu mulai mencium bibir Malika dengan lembut kembali.

Dan Malika dapat merasakan bukan hanya seperti tersengat aliran listrik lagi tapi sentuhan pria itu membuat perutnya geli dan kakinya menjadi jeli seketika. Untung saja mereka sedang di ranjang sehingga dia tidak membuat dirinya sendiri malu dengan jatuh tiba-tiba.

Kecupan-kecupan itu sudah berubah menjadi lebih berani dengan lidah Satria yang memasuki rongga mulutnya. Tangan pria itu masih di tempat yang sama, bedanya kali hanya kelima ujung jarinya yang menyentuh kulit Malika dan itu membuatnya merasa geli.

"Sat! Makan dulu Malikanya, baru lanjut bikin mendesah!" Pangilan disertai ketukan itu membuat Satria menghentikan ciumannya lalu memberikan kecupan kecil di bibir Malika sebelum menjauhkan kepalanya.

"Is the tounge enough, ma'am?" Tanya Satria sambil membersihkan bibir Malika, perempuan itu terdiam dengan muka memerah. "I guess I did a great job with my tongue. Sekarang kamu makan dulu, okay?"

Satria bangun lebih dulu dari ranjang kemudian membantu Malika. Malika menarik lengan pria itu.

"Sa-saya gak biasanya kayak tadi." Cicit Malika dengan menundukkan kepalanya.

"Kayak gimana?" Tanya Satria dengan bingung, dia mendekatkan dirinya pada Malika yang kini bergerak dengan gelisah.

"Mencium. Itu salah hormon."

Satria mengeluarkan cengiran mengejeknya, "Yeah right. Those damn liquor and hormones."

###

Casserole yang dimasak oleh Narendra sangat enak. Malika tidak memuntahkan makanannya sama sekali. Dia makan dengan banyak karena Naren terus mencekokinya dengan makanan.

"Kamu terlalu kurus untuk wanita hamil, Malika." Katanya sambil terus memberikan makanan di piring wanita itu.

"Mbak Malika masih trisemester awal kali. Ngomong-ngomong, kok gak ajak Al, Ren?" Celetuk Meera.

"Al?" Beo Satria karena ini kali pertama Meera mengetahui nama dari teman-teman Narendra. Teman di sini maksudnya adalah teman tidur.

"Dia lagi serius, Bang sama temen kantornya." Meera dengan bersemangat menceritakan wanita yang dipanggil Al ini kepada Satria sedangkan Malika hanya mendengarkan sambil mengunyah makanan.

"Kok gak diajak ke sini, Ren?" Tanya Satria setelah mendengarkan celoteh Meera yang panjang.

"Ketemu keluarga itu terlalu serius."

"Tapi lo bawa dia ketemu Meera pas ulang tahun lagi."

"Dia gak mau ada hubungan, Sat. She made it clear what she want in this..whatever she called it. Lagipula gue juga menikmati hubungan kayak gini." Jawab Narendra dengan tenang, matanya masih memperhatikan Meera yang tengah menyantap makanannya. "Ngomong-ngomong kalian kapan nikah?"

Lalu Malika tersedak.

Thank you buat yang sudah baca, memencet bintang dan memberikan komen :)

Oiya buat yang bilang dunia mereka kecil banget, iya aku capek bikin yang gede banget, ntar sakit terus sulit masuknya.

Sekian.

Ps: sabtu minggu aku ga apdet cerita yes. Kasih aku istirahat karena aku sudah berniat apdet setiap hari kerja wkwkwk

6/2/20
15/3/20

6/2/2015/3/20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Tient à Cœur [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang