OB-2

161K 11.6K 586
                                    

"Oiya Davina. Nanti siang, kamu temenin saya ke rumah mantan istri saya, ya," pinta Pak Abrisam setelah kami masuk ke dalam mobil.

Aku yang baru aja mau ngecek jadwal Pak Abrisam langsung menoleh dan menganggukan kepala. "Oke, Pak!" jawabku.

Setelah cerai, beberapa bulan akhir-akhir ini, Pak Abrisam seperti tertarik lagi sama mantan istrinya. Setiap seminggu sekali, atau Pak Abrisam lagi pengen lihat Bu Arini-mantannya. Bosku itu langsung mengajaku ke rumahnya. Sekedar menemani, atau nggak, aku bantuin Pak Abrisam ngasih saran apa yang bagus untuk di bawa dijadikan buah tangan.

Pak Abrisam bilang-- padahal aku nggak nanya--- kalau dia masih sayang sama mantan istrinya. Waktu ceraiin Bu Arini, khilaf katanya. Aku sih, percaya-percaya aja. Dari pada berkomentar, nanti gaji ku yang jadi tumbalnya.

Tapi anehnya, Pak Abrisam ngedeketin Bu Arini setelah mantan istrinya itu jadi model majalah dewasa. Fotonya banyak yang seksi-seksi. Kalau mata macem punya Pak Abrisam jelas langsung tergoda. Orang matanya langsung hijau kalau lihat yang semok dikit, untung badanku tidak kurus dan tidak gendut.

Otak Pak Abrisam memang ter-setting  untuk hal yang begitu.

"Dav, kamu cuma bawa satu jas?"

Aku mengangguk. "Iya, Pak. Soalnya, hari ini hanya dua pertemuan dengan klien," jawabku.

Dapat aku dengar Pak Abrisam berdecak. "Kamu pulang!" suruhnya.

Lah? Pak Abrisam marah, nih? Waras nggak sih, masa cuma gara-gara bawa jas satu aku disuruh pulang.

"Apa, Pak?" tanyaku pura-pura tidak dengar. Biar Pak Abrisam mengulangi perkataannya, barangkali memang aku yang salah dengar.

"Pulang. Ambil jas saya," ulangnya santai.

Sontak aku melongo. Apa-apaan Pak Abrisam ini. Supir saja baru mengantarkan kami di tengah perjalanan. Dan, kalau aku pulang, otomatis akan menyita waktu. Lagi pula, masa satu jas tidak cukup. Pak Abrisam kayak mau Fashion show  saja!

"Kamu dengar kan, Davina?"

"Pak, ini hampir sampai. Lagian, jas yang Bapak pake udah bagus," ujarku. Mencoba memengaruhinya. Siapa tau, Pak Abrisam berubah pikiran kan, Alhamdulillah.

"Masa, sih?" tanyanya sambil memperhatikan jas yang digunakannya.

Aku mengangguk antusias agar dia percaya.  "Beneran, Pak! Bapak, terlihat ... ganteng!" jawabku. Lidahku sebenarnya susah payah mengucapkan kata terakhir. Kayak, susah banget, gitu.

Bosku terkekeh. Syukurlah, kayaknya Pak Abrisam terpengaruh sama omonganku.

"Kamu lagi menggoda saya?" tanyanya dengan kepala mendekat padaku.

Eh? Maksudnya apa, ya?!

Jujur aku kaget. Jarak kepala kami berdua dekat banget. "Nggak, Pak. Saya cuma ngomong apa adanya," jawabku setelah kepala Pak Abrisam menjauh.

Menyenggol bahuku dengan bahunya. "Kamu ini, bisa aja mengelak," balasnya sambil geleng-geleng kepala, bibirnya senyum-senyum aneh.

Pak Abrisam ini kenapa? Jadi orang kok gak jelas banget, ya. Harusnya, dia yang diceraikan sama Bu Arini bukan Pak Abrisam yang malah menceraikan. Duh, dunia!

Jelas, aku hanya menatapnya bingung. Bosku aneh. Bagaimana aku mau menggodanya, tertarik saja tidak. Meski ganteng, tapi kalau otak dan kelakuannya macam gitu siapa yang mau?

Mungkin Bu Arini dulu khilaf.

"Ya sudah, kamu gak usah pulang. Lagian bentar lagi sampai," putusnya.

Tadi kan, aku bilang begitu Pak!

Dalam hati aku mengumpat sejadi-jadinya. Untung bos, kalau bukan sudah saya makan!

Tapi walaupun begitu, aku cukup lega. Pak Abrisam tidak jadi menyuruhku pulang.

"Tapi, setelah sampai di kantor tolong beliin saya ketoprak yang dekat pertigaan itu, ya," pintanya lagi.

Aku menghela napas pelan. "Oke, Bos ...."

....

Setelah sampai di kantor, aku langsung masuk ke ruanganku. Masih kuingat kok, kalau aku disuruh sama Pak Abrisam buat beli ketoprak dekat pertigaan.

Tadi, waktu di mobil aku sudah tawari pak Abrisam untuk mampir saja di penjual ketopraknya daripada aku harus bolak-balik. Tapi, pak Abrisam menolak. Katanya, menyita waktu. Hah! Terserah bapak saja.

Kutaruh berkas-berkas yang kubawa dari rumah keatas meja kerjaku bersama dengan tas yang selalu kubawa. Setelah itu, aku langsung keluar ruang kerja dan segera memenuhi perintah bosku.

"Dav, mau kemana? Pagi-pagi udah mau pergi aja," tanya Senja-temanku di kantor.

"Anu, ini gue mau beliin pak Abrisam ketoprak," jawabku sambil sibuk mengecek ponsel. Hanya ingin melihat keributan apa yang sedang terjadi di grup chat masa kuliah.

"Asataga, lo mau-maunya sih disuruh sama pak Abrisam, itu kan kerjaan OB," kata Senja berbisik.

"Serah lo, udah ya. Gue buru-buru." Segera aku meninggalkan lobi dan menuju ke tempat yang pak Abrisam suruhkan.

Dug!

Duh, apa lagi ini!

Aku mendongak lalu ku lihat ayah pak Abrisam berdiri di depanku ketika aku sudah sampai pelataran kantor.

"Eh, Bapak..." sapaku sok ramah.

Aku dan ayah pak Abrisam cukup akrab. Sebenarnya, perusahan kertas ini milik ayah pak Abrisam. Tapi, berhubung perusahan ini hanya cabangnya jadi, sekarang diambil alih oleh bosku. Mungkin, ayah pak Abrisam kesini hanya mengecek keadaan kantor. Biasanya seminggu dua kali dia akan kesini.

"Iya, kamu kayaknya sedang buru-buru, Dav?" tanya Pak Risam.

"Ah, iya Pak. Ini saya mau beliin pak Abrisam ketoprak," jawabku sambil tersenyum setelahnya.

"Oh begitu. Ya sudah, saya masuk dulu ya."

Aku mengangguk setelah itu berlalu segera menuju tukang ketoprak pinggir jalan. Takutnya, jika telat maka akan kehabisan. Di sana cukup ramai karena rasanya memang enak. Dulu, aku pernah mencoba seporsi dan saat itu pak Abrisam yang mentelaktirku. Ya, hitung-hitung menghemat uang.

....

OB kembali!

Jadi, buat kalian yang lihat cerita ini tetap tinggalkan vote dan komentar kalian ya.

Share cerita ini ke teman ataupun sosial media yang kalian miliki! Ajak mereka untuk membaca cerita serupa :))

Follow Wattpad Saya Zaynriz
Dan ig saya : rizkamursinta31

Terimakasih🧡

Best regards

Zaynriz

Oke, Bos! (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang