Ruam

345 74 80
                                    

Tepat di malam purnama, sang dewi penguasa gelap memberikan satu keberuntungan pada Tiara. Pintu tembaga yang biasanya terkunci, kini terbuka.

Tungkai perempuan itu melangkah perlahan, berusaha sekuat tenaga tidak menimbulkan bunyi. Matanya selalu berputar, takut-takut ada yang menyadari pergerakannya.

Hampir beberapa menit, ia menjauh dari ruangan yang selama ini mengurungnya. Ia terus melangkah, meski tidak tau arah.

Tiara menghitung, mungkin sudah dua kali bulan purnama ia terjebak di ruang gelap tersebut. Beruntung, sinar purnama kemerahan dapat masuk dari celah jendela, hingga ia dapat menghitungnya.

Tiang-tiang tinggi dengan ukiran layaknya tumbuhan rambat berada di sekelilingnya. Udara yang berembus dingin di dalam kastil membuat perempuan itu memeluk diri sendiri.

"Argh!" Tiara memekik.

Memerah dan semakin gatal. Kecil dan berkerumun dari pergelangan tangan hingga sikunya. Tiara terbelalak mendapati bintik-bintik berair yang menyeramkan timbul pada tubuhnya.

Tiara memang takut pada ruam yang tiba-tiba muncul, tapi ia lebih takut pada suara langkah kaki yang mendekat padanya. Bola matanya bergerak ke segala arah, mencoba menangkap presensi seseorang.

"Kau mau pergi kemana?" Tanya sebuah suara yang terdengar rendah sekaligus membuat bulu kuduk Tiara berdiri.

Tiara segera menoleh pada sumber suara, kemudian ia tersungkur ke lantai marmer dingin begitu mendapati seorang pemuda dengan sepasang mata berwarna merah darah telah berdiri di sisinya.

"Aku mohon hentikan, Hyunjin-ah," bujuk perempuan itu dengan suara parau. Bulir-bulir air telah terkumpul di pelupuk matanya.

Pemuda bernama lengkap Hwang Hyunjin di hadapan Tiara meringis. Iris pemuda Hwang itu semakin memerah ketika sorot matanya jatuh pada manik gelap onyx milik Tiara.

"Argh!"

Jeritan gadis itu memenuhi ruang, diiringi tangisan pilu. Bulir-bulir air semakin deras mengalir, begitu pula ruam yang semakin menjalar di tubuh gadis itu.

Hyunjin tersenyum miring, kemudian duduk di samping Tiara yang tersungkur. Sembari Tiara merasakan ruam yang hampir memenuhi tubuhnya, Hyunjin mendekatkan bibirnya ke indera pendengaran Tiara.

"Beraninya kau melarikan diri dariku, Tiara," bisiknya pelan dan tangis perempuan itu semakin pecah.

"Lihat aku," titah Hyunjin.

Perlahan, isakan Tiara memudar, ia kemudian mengangkat kepala. Wajah putih pucat dengan mata merah itu berada dekat dengan wajahnya. Hyunjin menatap lamat-lamat kemudian jemari tangan kanannya mengusap bibir Tiara pelan.

"Mendekat," ucap pemuda itu pelan. Tiara yang semula ragu, mulai memberanikan diri. Embusan napas Hyunjin menerpa hangat kulit wajahnya, hingga ujung hidung keduanya bertemu.

Tiara mengikis jarak. Bibir Tiara menyentuh pelan bibir bawah Hyunjin, disusul kedua tangan pemuda itu yang merengkuh pinggang Tiara dan mengangkat tubuh perempuan itu ke pangkuannya.

Hyunjin kemudian menyambar bibir perempuan itu sepenuhnya. Melumat dan menyesapinya dengan mata terpejam. Hyunjin sangat menyukai bibir tipis yang lembut ini.

Di sela-sela ciuman keduanya, Tiara merintih, sebab ruam telah merenggut dirinya. Iris segelap onyx menghilang, digantian oleh pekat merah. Sejak saat itu, perempuan bernama Tiara bukan lagi seorang manusia.

The end.

19/02/2020

My Lane 2020Where stories live. Discover now