Kucir

204 64 59
                                    

Pukul lima sore hari, kereta antar kota sudah dipadati penumpang. Sudah cukup sesak, hingga seorang perempuan bernama Tiara yang menggendong tas ranselnya berdiri lemas bersandar di tiang dekat pintu. Maklum, bawaan perempuan itu cukup banyak demi mengikuti retret 4 hari 3 malam, ditambah dengan aktivitas kuliahnya sejak pagi hari yang melelahkan, sehingga ia tak bertenaga.

Kereta berhenti sejenak di salah satu stasiun dekat bandara. Beberapa orang keluar, digantikan dengan penumpang baru yang membawa koper dan tas travelling-nya, jelas menandakan mereka yang hendak maupun sudah berpergian jauh.

Sebelumnya, Tiara tak menaruh atensi pada orang-orang di sekitarnya. Namun, penampilan seorang pemuda yang naik terakhir, sekaligus berdiri di sampingnya, membuatnya curi-curi pandang. Pemuda itu tampak kepayahan mengendong tas travelling, kemudian memilih untuk meletakkannya di lantai.

Tiara mengamatinya cukup lama. Tentu, ia tidak secara langsung melihat ke arah lelaki itu, ia menggunakan ekor matanya untuk satu sampai lima detik memerhatikan sang pemuda. Atensi Tiara tersedot oleh rambut kecoklatan sekitar 10 senti yang pemuda itu ikat dengan kucir hitam.

Menggemaskan, pikir Tiara sembari menunduk, menyembunyikan senyumnya yang merekah. Rambut yang menurut gadis ini menggemaskan, mengingatkannya dengan idol kesayangannya yang ia anggap seperti adiknya sendiri, yakni Yang Jeongin atau I.N⸺salah satu member Stray Kids.

Pikiran liar Tiara muncul. Ada dorongan dalam benaknya untuk menyentuh ikatan rambut itu dan memainkannya dengan gemas. Ah, membayangkannya saja sudah berhasil membuat Tiara cengar-cengir sendiri.

Perlahan, tangan kanan Tiara terulur di balik punggung sang pemuda, hingga belakang kepala. Bola mata Tiara berputar, memastikan tiada orang yang melihat tingkahnya. Tiara beruntung kali ini, karena para penumpang sangat asyik dengan benda persegi pintar milik mereka.

Sayangnya, dewi keberuntungan tidak selamanya berpihak pada perempuan super jahil ini. Tepat ketika jemari Tiara berada di atas kepala pemuda tersebut, kereta berhenti di sebuah stasiun. Sialnya, tubuh gadis itu sedang tak siap. Ia kehilangan keseimbangan, ditambah dengan para penumpang yang terburu-buru keluar. Alhasil, secara tak sengaja tubuh Tiara terhuyung ke arah pemuda berkucir itu.

Tiara mendelik, begitu pula dengan kedua pupilnya yang melebar. Bahkan, ia menahan napas berkat manik kecoklatan yang menatap horor padanya. Jelas, lelaki ini sangat terkejut sebab tubuh Tiara jatuh tepat padanya.

"A-apa tasmu berat, Nona?" Pemuda itu berucap ragu dan menenggak ludah karena tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering.

"A-ah, iya," jawab Tiara tertahan sembari mengangguk pelan. Siapapun pasti akan merasa canggung apabila bersitatap dengan orang asing tanpa jarak sejengkalpun, termasuk Tiara.

Tiara dapat merasakan dengan jelas debaran jantung sang pemuda. Pelan tapi pasti, sorot mata pemuda itu beralih ke atas kepala. Tiara pun mengikuti arah atensi pria itu berada. Begitu Tiara mendapati letak atensi pemuda itu, rasanya Tiara ingin merobek wajahnya dan menaruhnya ke dalam tas jika hal itu memungkinkan.

Khayalan yang menjadi nyata mungkin dapat membuat siapapun yang mengalaminya merasa beruntung. Tapi, tidak untuk Tiara, karena situasi yang dianggapnya sangat tidak tepat, bahkan memalukan.

Tangan kanan Tiara sukses menyentuh puncak kepala sang pemuda dan dengan cepat Tiara menjauhkan tangannya dari sana, kemudian menyembunyikan tangan jahanam itu di balik punggung. Tiara pun lekas berdiri tegap, lalu membungkuk sedikit pada sang pemuda.

"Maaf," ucap Tiara risau, penuh rasa bersalah. Namun, pemuda itu justru mengulas senyum.

"Nona, kamu bisa meletakkan ranselmu di sini," tawar sang pemuda sembari menunjuk tasnya yang berada di lantai. Tiara mengangguk, menerima tawaran tersebut dan menaruh tas ransel di atas tas milik pemuda itu. "Oh, ya, Nona, bolehkah aku meminjam ponselmu?"

Tanpa berpikir panjang, Tiara merogoh saku jaket dan memberikan ponselnya pada pemuda tersebut. Pikirnya, paling tidak, ia dapat menebus rasa bersalahnya dengan memberikan sedikit bantuan. Ketika pemuda itu selesai berkutat pada ponsel Tiara, ia segera menyerahkannya pada Tiara.

"Terima kasih," tutur pemuda itu dengan ramah sambil merekahkan senyum.

Tiara mengangguk ragu. Bersamaan dengan itu, kereta kembali berhenti.

"Ini stasiun tujuanku," terang Tiara.

Tanpa berkata apapun, sang pemuda membantu Tiara mengambil tas ransel gadis itu. Tiara kemudian turun dari kereta.

Tak berselang lama, ponsel Tiara bergetar. Tiara langsung menilik notifikasi yang masuk, sebuah chat whatsapp masuk. Kontak bertuliskan Hwang Hyunjin muncul. Tiara mengangkat salah satu alis, ia bingung. Ia tidak ingat memiliki teman bernama Hwang Hyunjin ataupun menyimpan kontak bernama demikian.

Teringat sesuatu, Tiara seketika mengangkat kepala dan mencari sosok pemuda berkucir yang ia temui di dalam kereta. Ketemu, sang pemuda itu sedang melihat ke arah Tiara di balik jendela gerbong sembari mengangkat sebuah ponsel, yang Tiara yakini adalah milik lelaki itu.

Tiara terpaku, untuk sesaat Tiara hanyut dalam arus otaknya mengenai ponsel yang sesaat lalu dipinjam oleh sang pemuda. Sementara Tiara berkutat pada pikirannya, sorot mata perempuan itu setia menatap sosok pemuda yang masih betah melihatnya pula. Saling melihat, hingga keduanya tak mampu lagi saling pandang. Begitu kereta itu menghilang dari pandangan Tiara, ia menangkat ponselnya dan membuka chat yang beberapa saat lalu masuk.

Hwang Hyunjin : Siapa namamu?
18:44|

-The End-

04/03/2020

My Lane 2020Where stories live. Discover now