Alasan

144 38 37
                                    

Jarum jam dinding menunjukkan pukul 15:00. Hyunjin baru saja menekan tombol on pada remote televisi kala suara ketukan pintu menginterupsi acara nontonnya. Pemuda yang belum sempat menonton itu, lantas menyambangi pintu, dan menyambut tamu yang datang.

"Tiara?" Panggil Hyunjin saat sosok di balik pintu telah berada di hadapannya.

"Hai!" Sapa Tiara dengan senyum penuh antusias. "Kau sibuk?" Tanya Tiara kemudian.

"Sedang ingin menonton acara musik di TV," balas Hyunjin sembari mengerling ke dalam rumah.

"Baguslah, aku membawa beberapa cemilan," ujar Tiara sembari mengangkat sebuah kantong plastik yang ia bawa dan menyerahkannya pada Hyunjin.

Pemuda Hwang itu segera mengajak Tiara masuk ke dalam rumah. Hyunjin terlebih dahulu duduk di sofa panjang ruang tengah sembari membongkar sekantong penuh cemilan yang dibeli Tiara, sementara perempuan itu menuju dapur hendak mengambil beberapa minuman dingin di kulkas.

"Oh, Tiara?"

Suara itu bukan milik Hyunjin, suara lembut dengan sedikit terkejut itu membuat Tiara menoleh. Presensi perempuan paruh baya tertangkap pengelihatan Tiara. Rupanya sang pemilik rumah alias ibu Hyunjin tengah menaruh barang belanjaannya di meja dekat dapur sambil menatap ke arahnya.

"Ah, Mama," sapa Tiara begitu mengenali perempuan yang memanggilnya.

"Baru pulang, Tiara-ya?" Tanya mama Hwang. Tampaknya, perempuan paruh baya ini sudah terbiasa dengan kehadiran Tiara di rumahnya.

Tiara mengangguk, "Iya, nih, Ma. Baru aja pulang dari kampus, langsung ke sini. Mama mau masak apa hari ini?"

Tiara yang sudah mendapat dua cola dari dalam kulkas kemudian mendekat pada mama Hwang yang sibuk membongkar bahan-bahan masakan yang dibelinya di supermarket.

"Oh, samgyeopsal?!" Tanpa mama Hwang menjelaskan, Tiara lebih dulu memekik begitu mendapati daging perut babi di antara bahan dan bumbu-bumbu. Mama Hwang merekahkan senyum berkat binar cerah manik Tiara yang tertarik pada menu makan yang akan ia buat.

"Bagaimana kalau kau ikut makan malam bersama kami?" ajak Mama Hwang dengan ramah.

Tiara terdiam beberapa saat, ada yang perlu ia pikirkan sebelum menjawab. Setelah selesai menimbang-nimbang sesuatu dalam otaknya, ia tersenyum masam sembari menggeleng pelan.

"Maaf, Ma. Aku sangat ingin makan malam bersama kalian, tapi aku harus mengerjakan tugas. Jadi, aku harus pulang sebelum gelap," terang Tiara merasa menyesal. Kalau saja deadline tugasnya dapat diundur, pasti ia sudah mengiyakan permintaan mama Hwang. Terutama, ia sudah sangat tergiur untuk mencicipi menu samgyeopsal yang akan dibuat oleh ibu Hyunjin.

"Ya sudah, kalau begitu," ucap mama Hwang, merasa kecewa atas jawaban Tiara.

"Maafkan aku, Ma." Tiara mengulangi permintaan maafnya, karena ucapan ibu Hyunjin yang terdengar lirih di telinganya. "Besok, deh. Besok aku akan makan malam bersama Mama dan Hyunjin. Oh, aku juga akan membantu Mama memasak. Bagaimana?" Tiara menawarkan diri untuk menghibur mama Hwang.

Penawaran Tiara berhasil menggugah hati perempuan berusia 40 tahunan itu. Dalam setengah detik, kurva mama Hwang tertarik ke atas, lalu mengangguk―mengiyakan penawaran Tiara. Gadis itu lantas membalas senyuman perempuan paruh baya di hadapannya.

"Kalau begitu, aku pacaran dulu dengan Hyunjin ya, Ma," pamit Tiara untuk mengakhiri perbincangan mereka. Mama Hyunjin terkekeh pelan, kemudian mengangguk pada Tiara.

Sejurus dengan itu, Tiara segera menuju ruang tengah, lalu meletakkan dua kaleng cola di atas meja. Ia kemudian merebahkan diri di sofa panjang yang sudah diisi oleh Hyunjin di sudut kanan. Ia menjadikan paha Hyunjin sebagai bantal. Sangat nyaman, bukan? Hyunjin pun tak keberatan, ia dapat maklum karena aktivitas Tiara yang mungkin cukup melelahkan di kampus.

"Hyunjin," panggil Tiara sembari menyambar keripik kentang dari tangan kanan pemuda itu dan memakannya asal.

"Kya!" Hyunjin memprotes tindakan Tiara. "Kalau makan itu duduk! Kebiasaan!"

"Iya, iya ...," balas Tiara sekenanya, kemudian turut larut pada tayangan TV.

Selama setengah jam, sepasang kekasih ini asyik menikmati waktu menonton acara musik berdua. Hyunjin sesekali menyentuh puncak kepala Tiara dan otomatis membuat Tiara sedikit terkantuk-kantuk.

"Hyunjin-ah." Tiara tiba-tiba saja membuka mulut.

"Hm?" Balas Hyunjin sekadarnya. Atensi pemuda itu masih berada di layar televisi.

"Kenapa kau mencintaiku?"

"Hm?!" Atensi Hyunjin dengan cepat beralih. Hyunjin menunduk, mendapati tatapan Tiara yang menuntut jawab.

"Ah, pertanyaannya terlalu sulit. Bagaimana dengan, kenapa kau menyukaiku?" Tiara mengoreksi kalimat tanyanya.

Hyunjin tertawa singkat.

"Kenapa, hm? Kau tidak percaya pada perasaanku?"

Bukannya menjawab, Hyunjin malah membalas Tiara dengan pertanyaan pula.

"Ck!" Tiara mendecakkan lidah. "Aku butuh alasan!" Tangan Tiara bersedekap dan mengembungkan pipinya, sebal. Sementara, pemuda Hwang itu mencubit pelan pipi Tiara saking gemasnya pada ekspresi Tiara.

"Kalau begitu, katakan padaku dahulu. Kenapa kau menyukaiku, Tiara Li?"

Gadis berdarah campuran tiongkok itu termenung sejenak, kemudian berkata, "Aku tidak percaya cinta tak beralasan, apalagi cinta buta. Jadi, aku mau tau alasannya."

Hyunjin melihat lekat-lekat lekuk wajah Tiara. Ia selalu menyukai Tiara yang tiap kali memulai perbincangan serius di antara mereka.

"Aku menyukaimu, karena kau hampir seperti papa."

"Papa Li?" Tanya Hyunjin merujuk pada ayah Tiara.

"Yap!" Tiara mengangguk mantap. "Kau jarang sekali marah, tapi sekalinya marah menyeramkan." Tiara terkekeh geli, disusul gelak tawa Hyunjin pula.

"Tapi, lebih dari itu," tutur Tiara melanjutkan. "Kau selalu saja menceritakan apapun padaku. Aku sangat menyukainya dan aku tak pernah bosan mendengarkannya. Kau juga mendengarkan segala ceritaku dan berusaha memahaminya. Kau tau? Kurasa, kita memiliki frekuensi yang sama," jelas Tiara sekaligus sukses mengembangkan senyum Hyunjin.

"Itu juga alasanku menyukaimu," ujar Hyunjin tak berselang lama. "Aku bisa menceritakan segalanya padamu, karena aku mempercayakannya padamu. Kau adalah satu-satunya orang yang mampu dan mau mendengarkanku. Mungkin kau benar, kita memiliki frekuensi yang sama."

Hyunjin kemudian mengangkat kepala Tiara untuk menyingkir dari pangkuannya. Ia lantas membaringkan diri pula di sisi Tiara dan melingkarkan lengannya pada sang kekasih dengan posesif.

"Ada lagi alasanmu menyukaiku, Nona Li?" Hyunjin bertanya sembari menenggelamkan wajahnya di lengkungan leher Tiara. "Kau tidak menyukai ketampananku?"

Tiara menautkan alisnya.

"Ah, padahal banyak perempuan di luar sana yang menyukainya," keluh Hyunjin, sebab Tiara tidak lekas menjawab. Tiara menyungging senyum sinis, kemudian mencubit perut Hyunjin asal.

"Aw!" Jerit Hyunjin. "Apa-apaan, nih?"

"Aish ...." Tiara mendesis. "Dasar! Siapa juga yang tidak menyukai tampangmu itu? Bahkan, mamaku aja menyukainya."

Begitu mendengar perkataan Tiara, tawa Hyunjin seketika memenuhi seluruh ruang tengah dan sukses menarik perhatian mama Hyunjin. Dari sudut ruang, mama Hyunjin pun ikut tertawa, meski tertahan supaya tidak menganggu acara pacaran anaknya.

"Tiara-ya," panggil Hyunjin begitu menyudahi tawanya. "Kau tau?"

"Apa?" Balas Tiara cepat dengan membulatkan matanya.

"Aku mencintaimu," ucap Hyunjin, lalu mengecup puncak kepala Tiara sejenak―sekadar menyalurkan perwakilan perasaan yang membuncah dalam dada. Sementara, Tiara hanya dapat menahan senyumnya yang pastinya akan mengembang sangat lebar, kemudian menarik tangan Hyunjin untuk mengeratkan pelukannya.

Di tengah atmosfer hangat itu, mama Hyunjin yang masih betah memerhatikan berucap pelan, "Dasar anak muda."

The End.
21/03/2020

My Lane 2020Where stories live. Discover now