Nebensteihn [1]

124 48 29
                                    

Lonceng kerajaan Nebensteihn berdenting dua kali, menandakan pukul dua siang. Seorang perempuan yang terbalut kain sutra putih berbenang emas berlari menuju kandang kuda. Ia tidak sendiri, sebanyak enam dayang membuntuti perempuan itu. Seorang dayang berlari lebih dahulu untuk mendekati perempuan yang sudah duduk manis di atas kuda berwarna coklat gelap.

"Putri Hayu, kemanakah Anda hendak pergi?" Tanya sang dayang begitu tiba di samping kuda yang ditunggangi majikannya.

"Dayang Shin, seperti biasa, saya hendak berlatih," jawab perempuan berstatus putri kerajaan itu.

Kelima dayang di belakang berlonjak girang ketika mendengar ucapan Hayu. Ada dua alasan mereka merespon demikian. Pertama, mereka dapat sejenak menikmati pemandangan yang jarang ada di dalam istana. Kedua, mereka tak hanya dapat mengagumi keindahan alam, namun juga keindahan paras tampan seorang jenderal muda yang tiga kali dalam seminggu melatih majikan mereka.

Hayu dan keenam dayangnya melangkah melewati gerbang barat istana. Hamparan pohon persik menyambut pandangan mereka. Bunga-bunga berwarna merah muda tampak serasi dengan birunya langit. Mereka berjalan lambat sembari menikmati udara lembut yang memanjakan kulit. Jejeran bendera kerajaan yang mengitari sebuah tanah lapang sudah terlihat, di sanalah biasanya para prajurit pemula dilatih.

Di balik jejeran pohon persik, Hayu dan para dayang dapat melihat dua orang pemuda yang tengah saling beradu pedang. Sementara, sekitar 30 prajurit lain duduk bersila membentuk lingkaran arena pertarungan keduanya. Para dayang di belakang Hayu mulai berkoceh berisik.

"Astaga, bagaimana mungkin ada jenderal setampan jenderal Hwang?!" komentar seorang dengan tatapan penuh binar ke arah arena pertarungan.

"Bahkan keringat di wajahnya menambah ketampannya 100 kali lipat," celoteh yang lain sembari menangkup kedua tangannya di depan, kemudian ditanggapi anggukan mantap dayang yang lain.

Hayu menekuk wajahnya. Dayang-dayang ini sepertinya sudah kehilangan kesopanan mereka. Berani-beraninya mereka meletakkan atensi pada sang jenderal ketika sedang bersamanya. Ternyata, paras rupawan mampu mengalihkan tugas utama para dayang ini.

Sialan, umpat Hayu dalam benaknya, kemudian memicingkan mata melihat sosok jenderal Hwang dari kejauhan.

"Ehem." Hayu berdeham rendah dan sukses mencuri atensi para dayang. "Tugas kalian ini adalah mengoceh atau menjagaku, hm?!"

Para dayang terkesiap, kemudian menata diri mereka. Merapikan barisan yang sempat berantakan akibat curi-curi pandang melihat jenderal muda yang sedang melatih prajuritnya bertarung.

"Dayang Shin," panggil Hayu sehingga dayang paling senior yang dimaksud mendekat padanya. "Tolong latih mereka untuk tidak melupakan etika kesopanan," titah Hayu tegas, kemudian dibalas anggukan lemah sang dayang karena merasa bersalah.

"Dayang Shin," panggil Hayu sekali lagi. "Ambilkan busur dan panahku!"

Tak perlu menunggu lama, Dayang Shin segera mengangguk, menuruti perintah Hayu tanpa bertanya lebih lanjut. Ia mengambil sebuah busur dan panah di sisi kiri bawaan kuda, lalu menyerahkannya pada Hayu. Hayu memasang anak panah dan mengarahkan busurnya pada arena pertandingan. Dayang-dayang di belakang Hayu sontak melotot.

"Pu-putri, apa yang Anda lakukan?" Tanya seorang dayang amat cemas.

Hayu terdiam dan mengumpulkan konsentrasinya. Detik berikutnya, anak panah terlontar bersamaan dengan para dayang yang tersentak sembari mengikuti arah anak panah itu melayang. Kedua pemuda di arena pertandingan masih sengit menahan pedang mereka, saling menguatkan kuda-kuda. Seketika, posisi bertahan mereka runtuh berkat hantaman besi di pangkal pedang sang jenderal.

Kedua pemuda yang tadinya berdiri berdekatan seolah terpental karena terkejut dengan anak panah yang tiba-tiba muncul bak petir di siang bolong. Orang-orang yang menyaksikan latihan keduanya pun hampir mengangkat pantat mereka dari tanah. Kemudian, kehebohan merebak di antara mereka saat sebuah anak panah jatuh setelah beberapa saat lalu terpental sisi kanan pedang sang jenderal.

Setelah berhasil menciptakan kegaduhan, Hayu menarik tali kekang dan lari ke tengah tanah lapang⸺meninggalkan para dayangnya yang masih terpaku menyaksikan kejadian tadi. Para prajurit yang mendengar langkah kuda yang mendekat segera beranjak. Arah datangnya anak panah barusan juga berasal dari kuda itu keluar di balik pepohonan persik. Tentu dapat disimpulkan bahwa penunggang kuda itulah pemilik anak panah tersebut.

Para prajurit sempat geram hingga hampir menarik pedang mereka dari sarungnya. Namun, mereka mengurungkan niat, karena sosok putri kerajaan Nebensteihn tampak di hadapan para prajurit. Mereka kemudian membungkuk, tak terkecuali sang jenderal.

Jenderal muda itu melangkah menyambut kedatangan putri Nebensteihn, membungkuk sedikit, kemudian mengangkat kepala dan berkata dengan sopan, "Putri Hayu, bukankah latihan Anda masih setengah jam lagi? Apa yang membawa Anda kemari lebih awal?"

Hayu mengangkat sudut bibir kirinya ke atas. Ia tak berniat menjawab pertanyaan yang dilontarkan jenderal Hwang.

"Tadinya, aku tidak ingin menganggu latihan kalian. Tapi, para dayangku membuatku kesal," balas Hayu sangat dingin, kemudian mengalihkan pandangnya ke arah para dayang yang berlari terbirit-birit menghampirinya. "Benar-benar menjengkelkan." Hayu berucap ketus.

Para prajurit saling pandang, seolah bertanya maksud sang putri. Mereka tidak paham, mengapa para dayang yang membuat sang putri jengkel, namun latihan mereka yang kena imbasnya? Berbeda dengan kebingungan prajurit-prajurit muda ini, jenderal Hwang sangat paham maksud sang putri.

Jenderal muda Hwang mengamati sejenak putri di hadapannya. Suasana hati gadis itu sepertinya sangat buruk. Jenderal muda itu kemudian melangkah sedikit menjauh dari putri kemudian memerintahkan salah satu prajurit kepercayaannya untuk memimpin latihan tanpa dirinya. Tak berselang lama, sang jenderal menunggangi kuda miliknya dan mendekati sang putri.

"Putri Hayu," panggil jenderal muda itu pada Hayu. Hayu yang tadinya masih betah memandangi sinis dayang-dayang yang baru saja tiba, beralih menatap tajam sang jenderal. Namun, sang jenderal tidak gentar.

To be continued ...
15/03/2020

My Lane 2020Where stories live. Discover now