Bab 22

96.8K 8.2K 1.2K
                                    

Sebelum lanjut, komen Alhamdulillah dulu satu-satu. 🤗
_______________________________________________

Terkadang, kesalahpahaman bisa jadi jurang pemisah tanpa adanya kejujuran dan kepercayaan.

Kalam Cinta Sang Gus

Suasana masih sangat menegangkan, semua santri menunggu di depan ruang kesehatan pesantren. Di dalam sana sedang dilakukan pemeriksaan mengenai seorang santri bernama Mala yang sampai saat ini menjadi bulan-bulanan para santriwati. Tuduhan bahwa ia tengah mengandung mau tidak mau harus dilakukan test demi kesejahteraan para santri.

"Rahasiakan semua ini dari para santri, dan dari semuanya," putusnya.

Semua penghuni ruangan langsung menatap horor sang Gus.  "Tidak mungkin, Gus Ilham. Ini perkara besar, kehormatan pesantren taruhannya." Suara Annisa bergetar ketika mengatakannya.

"Annisa benar. Masalah kali ini bukan hal yang mudah di tangani." Suara Dokter yang biasa menangani para santri menyela.

Gus Ilham langsung beralih tatap pada Annisa. "Aku percaya, kamu selalu bisa menangani masalah seperti ini, Nis."

Untuk tiga menit suasana berisi empat orang termasuk Mala itu hening. "Tapi, kali ini tidak bisa Gus." Annisa terdiam menunduk melekatkan tatapnya pada keramik putih ruangan tersebut.

"Kenapa Tidak?! Aku yakin kamu bisa."

"Afwan, Gus. Masalahnya Bapak saya mau jemput hari ini, dan keputusan saya untuk berhenti sudah disetujuinya."

"Nis,"

"Afwan, Gus. Jika Gus Ilham tidak mau keadaan ini semakin kacau, jalan satu-satunya adalah mengeluarkan Mala dari pesantren."

Mala yang sejak tadi di rundung pilu, kini semakin rimpuh, air matanya kontan membanjiri pipi. Dia tidak menyangka bisa seceroboh ini sampai hamil, padahal Gus Ilham sudah bilang untuk berhati-hati agar terhindar dari hal yang bisa mempermalukan nama baik pesantren. Sekarang, dia sudah menghancurkan kepercayaan itu. Apa yang harus di lakukannya sekarang? Sedang impian yang terus menghantui mimpinya masih melayang tinggi di angkasa. Mala membenci dirinya sendiri karena sudah lepas kendali, ujian sampai kelulusannya padahal tinggal tiga bulan lagi. Jika berhenti sekarang, maka sulit baginya untuk melanjutkan kuliah.

"Aku tidak bisa membiarkannya keluar begitu saja dari pesantren ini."

"Masalahnya ini bukan perkara mudah yang hanya melibatkan satu orang, akan ada banyak rumor buruk tentang pesantren Nurul Hidayah jika masalah ini tersebar. Gus Ilham tidak bisa mengambil resiko sebesar ini."

Ilham terdiam, sekilas kemudian duduk seakan pasrah. "Tapi aku harus memenuhi janjiku. Kau tahu sendiri, 'kan? Aku paling tidak bisa mengingkari janji yang sudah kubuat."

***

Cuaca Bogor hari ini berkabut, mentari enggan nampak seakan terbuai dalam dekap awan. Burung-burung pipit bebas berkeliaran dan berkicau ria tanpa beban. Di halte kampus, gadis berparas imut itu bolak balik menatap jam tangannya tanpa merasa bosan padahal sudah hampir setengah jam ia menunggu jemputan pribadi, alias Paman kesayangan yang tak kunjung nampak di pandangan.

By the way, sejak kapan lelaki yang sembilan tahun lebih tua darinya menjadi kesayangan? Syabella tidak ingat kapan pertama kali ia jatuhkan hatinya sedalam ini? Yang pasti, sekarang Abel telah pasrah hatinya tertawan. Mengingat hal tersebut membuat gelak tawa tertahan, padahal sedang duduk seorang diri di halte, kalo ada orang lain pasti dia sudah dikira gila senyum-senyum sendiri.

Kalam Cinta Sang GUS ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora