BAB 60

1.8K 65 5
                                    

Jam 4 sore dan jantung Martin berdebar-debar melihat rumah berwarna cokelat tua dan cokelat muda di balik jendela kaca mobil porsche cayenne. Mobil itu bukan milik Martin melainkan milik temannya di Bandung. Ia meminjamnya beberapa dan itu sudah cukup ia gunakan melakukan urusannya beberapa hari saja.

Rumah besar diperhatikan Martin Flodes sedikit mirip keluasannya dengan rumah kediaman Flodes. Baru sekarang ia datang melihat rumah keluarga York, yang bergaya modern dan tentunya mewah.

Martin tersenyum paksa ketika sekilas teringkat tentang seorang perempuan yang pernah mengatakan bahwa keluarganya menetap di Berlin. Salah satu Universitas Di Italia yang bergengsi memberikan beasiswa pada perempuan itu untuk melanjutkan sekolah. Martin tahu perempuan itu-Rihanna York adalah perempuan muda yang berbakat dalam menekuni minat belajar sejarah. Martin bosan terhadap sejarah, tetapi sejak berteman dan akrab dengan Rihanna, Martin mulai menyukai kisah-kisah sejarah. Mula-mula sejarah itu membosankan. Tapi Rihanna mengubah pandangan itu menjadi menarik untuk dipelajari.

Semenjak sangat dekat dengan Rihanna, tak pernah Martin mendengar Rihanna mengatakan rumah di Indonesia. Kini Martin sudah mengetahui itu melalui detektif dan beberapa koneksi. Keluarga York di Indonesia, kota Bandung benar adalah keluarga Rihanna dan sebagian fakta persis diberitahukan sang Keponakan benar adanya.

Martin keluar dari mobil. Rumah yang ia perhatikan sejak dalam mobil memiliki gerbang pagar menjulang tinggi, yang menandakan orang tak dikenal tidak akan mempunyai akses masuk sembarangan.

Martin melangkah mendekati gerbang pagar tertutup dan bertanya sopan menggunakan bahasa Inggros UK. "Permisi, apakah ini rumah keluarga York?"

"Benar. Anda siapa? Ada yang dapat saya bantu?"

Suara dari balik gerbang pagar menjawab dan membuat Martin mempunyai harapan.

"Martin Flodes. Bisakah aku bertemu dengan Tuan rumah ini?"

Martin masih merendahkan nada suaranya dengan sopan. Terbang berkilo-kilo meter jauh dari Sevilla untuk bertemu dan menyapa Rihanna adalah tujuan yang harus ia tuntas. Dan jauh di dasar hati yang dalam, Rihanna sosok ia rindukan. Bagaikan malam tercandu, wajah Rihanna yang nampak biasa dengan polesan bedak tidak tebal bahkan lipstik yang dipakainya tidak tebal-ia rindukan semua itu. Ia juga ciuman Rihanna. Tetapi ia tidak bisa menumbuhkan kembali perasaan itu, Isterinya telah memberikan ultimatum dan bersumpah janji untuk mengubur dalam-dalam perasaan untuk Rihanna York.

Gerbang pagar itu terbuka tiba-tiba dan Martin terpaku. Pria itu tampak terlihat gugup.

"Tuan, mohon maaf, Tuan saya belum ingin menerima tamu siapa pun itu."

Kepalan tangan Martin di bawah tiba-tiba mengeras. Ia maju mendekat seraya menyorotkan tatapan memohon.

"Aku mohon ini sangat penting."

"Maaf Tuan. Lebih baik Anda pulang. Saya tidak dapat membantu Anda."

Martin menggeleng pelan. "Tidak. Tidak. Aku mohon aku hanya ingin bertemu dengan Tuanmu. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu."

"Anda bisa meninggalkan pesan Anda pada saya."

"Tidak bisa!" kata Martin terdengar suara serak pria itu pecah. "Aku harus mengatakannya secara langsung pada orangnya."

"Tuan, lebih baik Anda pulang. Sebelum Anda menimbulkan keributan, saya tak ingin bersikap kasar."

Martin memaksa masuk dan mendesak ketika ditahan oleh para penjaga. Ia sudah bertekad, maka akan ia lakukan.

Martin itu terus mendorong untuk melepaskan penjagaan yang menahannya masuk lebih dalam.

Tinggal puluhan langkah kaki, Martin dapat menggapai pintu.

Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPTWo Geschichten leben. Entdecke jetzt