TUJUH BELAS

5.3K 313 50
                                    

Stefan tidak tahu harus berbuat apa. Dia gelagapan, gemetar dan bagai hilang waktu. Sampai kemudian dia pun berlari keluar kamar, turun ke bawah dan berteriak meminta pertolongan. Orang-orang pun berhamburan berlari menghampiri kamar Jaka. Sedangkan Jaka sendiri bersama Firman, Soleh dan Kasa panik bukan main ketika rencana mereka berantakan total.

"Bukannya udah lu cekokin tadi si Stefan, Man?" tanya Jaka, panik.

"Udah, Jak! Sampe tiga kali tegukan malahan! Tapi gak tau kenapa dia bisa sadar kitu atuh?!" jawab Firman.

"Aduh, mati kita nih! Mampus udeh!" Jaka gelagapan, panik.

Beberapa orang kakak kelas laki-laki turut berlari menghampiri kamar Jaka yang disana tengah terlihat Kang Faruq sedang melakukan aksi bringasnya pada Bara yang sudah tergeletak pingsan di lantai. Kemudian para remaja itu sontak mengeroyoki Kang Faruq dengan brutal. Ada yang memukul, menonjok wajahnya, menginjak perut, bahkan sampai menendang-nendang kelaminnya berkali-kali. Hingga kemudian polisi datang dan turut membawa Kang Faruq, Stefan dan si pemilik rumah itu sendiri.

~

"Ini jadi pelajaran ya buat kamu. Untung kamu belum di apa-apain. Coba kalau sampe kejadian?" ujar Devon pada Stefan.

Stefan hanya bisa manggut-manggut, sesedikit masih shock dengan kejadian yang menimpa Bara tadi malam. Stefan dinyatakan menjadi saksi dalam kasus pemerkosaan terhadap Bara. Sedang Jaka, Faruq dan Firman pun di jadikan tersangka dalam kasus ini.

Ini pertama kalinya Stefan mengalami kejadian naas seperti ini.

Telpon Stefan tiba-tiba berbunyi, seketika Stefan melihat layar ponselnya. Ternyata dari Mamanya. Stefan melirik ke arah pamannya di hadapannya.

"Mama, Om..." ujar Stefan.

"Angkat" jawab Devon.

Stefan pun menurut. "Halo... Ma.."

"Koh... kokoh pulang aja ya... mama jemput ya..."

"Kenapa Ma?"

"Abis Mama takut. Disana gak aman buat kokoh. Mama sama Papa kepikiran, Nak"

"Epan gapapa kok, Ma... its gonna be fine..."

"Tapi Mama khawatir, Epan... Mama takut"

"Epan minta doa dari Mama aja ya kalau begitu..."

"Stefan... kamu gak mau pulang, Nak?"

Stefan terkesiap ketika suara di ujung sana malah terdengar suara Papanya. "Enggak, Pah. Aku masih mau disini dulu, selesaiin sekolahku"

"Kamu yakin, Nak?"

"Aku sangat yakin, Pah. Lagian kan ada Om Devon"

"Ya sudah kalau itu mau kamu. Papa juga gak bisa maksa. Kamu baik-baik ya disana"

"Iya, Pah. Salam buat semua"

"Iya, Nak"

Telpon ditutup. Tanpa terasa air mata Stefan jatuh ke pipi.

Hingga kemudian Devon mengusap air matanya.

Stefan menatap pamannya lekat-lekat. Hingga ia tak menyadari bahwa pamannya itu sudah memeluknya erat-erat.

"Kamu yang sabar..."

Stefan memeluk erat pamannya itu sambil memejamkan matanya.

~

Malam ini Stefan melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit. Hingga kemudian dia masuk ke kamar bernomor 129 yang mana itu adalah kamar rawat Bara. Disana ia melihat Bara dengan Mama dan Papanya sedang bercakap-cakap.

MISTAKES (END 21+)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin