0.7 || They Save Me

1.8K 202 19
                                    

"WOI BANGSAT!" Preman itu melepas tangannya dari pipiku dan beralih menghadap lelaki yang baru saja berteriak. Lebih tepatnya ada empat lelaki.

Tunggu, mereka ...

Aku menghapus air mataku untuk melihat jelas siapa mereka.

EMPAT IBLIS?! -batinku.

Aku jelas-jelas terkejut dengan keberadaan mereka yang tiba-tiba datang dan memukuli preman-preman itu. Berusaha menolongku, lebih tepatnya.

Para preman itu pun sudah terkulai lemas akibat mendapat serangan dari mereka. Mereka yang sudah selesai memberi pelajaran kepada preman-preman itu pun berjalan menghampiri aku yang masih bingung dan takut.

"Lo gapapa?" tanya salah satu dari mereka, Gavin. Bahkan diri mereka yang harus dipertanyakan, banyak luka.

"G-gapapa." Aku yang masih terisak berusaha kembali normal dan menghapus air mataku. Kejadian tadi, sangat menyeramkan.

"Gue anter pulang—loh? pergelangan tangan lo kenapa memar begini? ck," ucap Gavin yang terlihat panik.

"Ng-nggak tangan gue gak apa apa." Aku berusaha menyembunyikan memarku. Tapi Gavin, tetap memperhatikan tanganku dan bahkan sedikit mengelusnya.

kok gue kesel ya? --

"Gue yang anter." Tangan Gavin dihempaskan begitu saja oleh Vano, dan tanganku ditarik dengan lembut menuju motornya.

"Naik," ujar Vano setelah ia menaiki motornya dan memakai helm. Aku pun menurut, dan Vano mengantarku pulang.

🎡🎡🎡

"Makasih." Vano hanya membalas anggukan. Saat hendak pergi, aku menahan lengan Vano.

"Masuk dulu, gue mau obatin tangan lo. em, s-sebagai ucapan terima kasih," ucapku sedikit gugup.

"Gak usah." Di keributan tadi, aku melihat Vano yang sangat banyak dipukuli oleh preman-preman itu. Bahkan lihat tangannya, sudah penuh dengan luka. Bagaimana aku tega?

"Ck. Udah ayo!" Mendengar aku sedikit memaksa, Vano pun menurut dan turun dari motornya dengan wajah yang tetap tanpa ekspresi.

Vano duduk di sofa ruang tamu, sedangkan aku mencari kotak P3K. Orangtua dan abang ku sedang tidak ada di rumah untuk beberapa hari, jadi aku tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi dan membuat mereka khawatir.

Aku mulai membuka obat merah lalu menetesinya di tangan Vano lalu membungkus dengan perban. Kebetulan sekali aku mengikuti kegiatan ekskul PMR di sekolah, jadi aku sedikit tau tentang mengobati orang.

"Pelan-pelan netesinnya, bego," ucap Vano yang sedari tadi hanya meringis.

"Ini tuh udah pelan-pelan! Bawel banget sih!"

perasaan gue baru ngomong sekali. -batin Vano

"Tuh, udah selesai."

"Gue balik," kata Vano begitu dingin.

"Gak ada terimakasih nya lo jadi manusia!" ucapku sedikit berteriak pada Vano yang sudah di depan pintu rumah.

INSECURE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang