-4

896 168 4
                                    

.
.
.
"Tante, kayaknya udah cukup deh"

Wendy bicara pelan kearah Tante Yumi yang sedang memilih-milih baju untuk hantaran seserahan nikahan anaknya Vincent sama Wendy nanti.

"Wendy, udah Mama bilangkan, panggilnya Mama bukan Tante lagi"

Wendy tersenyum canggung.

"Iya , Ma"

Mama Kak Vincent ini punya stamina yang kuat kalau soal belanja, mereka berdua sudah keliling-keliling mall sejak pagi sampai sekarang sudah menjelang sore.

"Wendy ini lucu ya?"

"Wendy ini cocok buat kamu"

"Wah ini couplean , kita beli ya"

Wendy hanya mengangguk, dia segan buat nolak.

"Aduh, mama lapar . Kita makan yuk"

Dengan kedua tangan yang penuh dengan belanjaan mereka mampir kesebuah restoran.

"Nak, kamu capek gak?"

Wendy yang hendak menyuap nasi gorengnya lalu mendongak, dan menggeleng.

"Nggak kok Tan, eh Mama"

Wendy tersenyum, dia belum terbiasa manggil Tante Yumi dengan sebutan Mama.

"Anak mama udah besar ya, seinget mama dulu kamu masih kecil. Gigi kamu masih ompong didepannya. Tapi sekarang kamu udah sebesar ini, malah bentar lagi jadi menantu mama"

Mama Kak Vincent, mengenang masa-masa ketika mereka sekeluarga baru pindah kerumah disamping keluarga Jian dan Wendy. Seingatnya dulu, Wendy baru berusia 6 tahun.

Wendy jadi tertawa mengingat masa-masa itu. Dulu ketika ketemu Mama Kak Vincent, Wendy dibuat terpesona pasalnya kala Itu Mama Kak Vincent yang merupakan orang Jepang asli tampak cantik sekali. Terus nih ya, Wendy sering mengintip dari pagar rumah, ngintipin anak laki-laki yang wajahnya dingin tapi ganteng. Bahkan ni ya, Bang Jian yang emang dari dulu udah mendeklarasikan diri sebagai cowo terganteng sekomplek sempet dibuat tak percaya kala Wendy bercerita anak tetangga barunya wajahnya lebih ganteng dari dia.

"Tante Yumi"

"Mama, sayang"

"Eh iya, Mama. Kita habis ini langsung pulang ya?"

"Kok? Emangnya barang yang buat hantarannya udah cukup?"

Wendy mengangguk yakin.

Ini udah lebih dari cukup.

Bisa-bisa kalap kalau keterusan. Kan sayang uangnya bisa dipakai buat yang lainnya lagi.

"Ya udah kalau gitu. Kita pulang , habis makan"
.
.
.
"Gimana belanjanya udah?"

"Udah, Tan"

Wendy langsung selonjoran disofa. Kakinya pegel banget.

"Oh iya, Tante ini dari Tante Yumi"

Satu paper bag, Wendy serahkan buat Tante Susi.

"Woah.. Tas"

Mata Tante Susi berbinar dikala Tas tangan hitam dengan pernak-pernik disekitarnya dia dapatkan.

"Ini buat Paman Ilham juga ada"

Satu paper bag lain Wendy serahkan.

"Aduh kok repot-repot sih"

Tante Susi membuka paper bag itu sedangkan Wendy mulai berjalan gontai menuju kamarnya, tapi malah berbelok masuk kekamar Bang Jian, yang mana jam segini biasanya udah pulang kerja.

"Bang. Abang, Ini buat lo"

Wendy langsung menjatuhkan diri dikasur Bang Jian yang lagi beresin rak buku.

"Belanjanya satu mall ya ? sampai-sampai jam segeni baru balik?"

Jian meraih paper bag untuknya dan mendapatkan sebuah jaket bomber warna hitam.

"Itu dari Tante Yumi"

"Woah.. seleranya keren"

Ya gimana gak keren wong harganya aja selangit.

"Bang. Pijitin kaki Wendy, pegel nih."

"Manja , ogah"

Wendy tengkurap, dengan wajah menyamping. Matanya kini sedang melihat kearah satu koper besar disudut ruangan. Itu koper Bang Jian.

"Bang. Abang beneran mau pergi? Ninggalin Wendy?"

Jian yang lagi mencoba jaket itu menengok kearah Wendy.

"Udah deh jangan baper"

Kenyataan bahwa Jian bakalan pergi jauh sulit buat Wendy terima. Ini kali pertamanya berjauhan dengan sang kakak, kalaupun harus pergi Jian tak pernah jauh-jauh perginya paling jauh cuman keluar kota aja, tapi kali ini? Wendypun menenggelamkan wajahnya pada bantal, mencoba menahan tangis.

"Dasar cengeng"
.
.
.
"Bang"

"Woi Vi"

Mereka, Jian dan Vincent lagi hadap-hadapan melalui jendela kamar.

"Udah malam Vi, bukannya tidur"

Jian mengingatkan ketika menengok kearah jam dindingnya yang menunjukan sudah lewat tengah malam.

"Belum ngantuk bang"

Keduanya terdiam sesaat.

"Vi, gue titip Wendy ya"

Vincent yang tadinya gak terlalu fokus ke Jian kini menatap tepat pada yang lebih tua.

"Gue titip dia ke lo ya. Lo harus banyak sabar kalo dia manja, Lo juga harus sabar juga kalau dia ngeselin"

Vincent tersenyum hangat dan mengangguki setiap perkataan dari Jian.

"Tapi Vi, jangan terlalu manjain dia, biarin dia mandiri. Maaf-maaf nih kalau Wendy belum jadi wanita dewasa nantinya ketika lo udah halalin dia, dia pasti bakalan kekanakan banget"

Vincent kembali tersenyum.

Selama ini dia tau, Bang Jian sebegitu sayangnya sama Wendy.

"Dan Vi, kalau sampai Gue tau Lo bikin adek gue nangis tangan ini gak bakalan segen-segen buat nonjok muka ganteng Lo tapi tetep gantengan gue. Tapi Gue serius"

Kepalan tangan Jian tunjukan kearah Vincent. Dan Vincent masih menganggukinya.

"Ada lagi Bang?"

Dan Jian menggeleng.

"Udah segitu aja"

Jian tersenyum.

"Bang, ini janji antara laki-laki. Saya bakalan jagain adek Abang seperti saya jagain mama saya"

Jian tersenyum lagi dan mengangguk.

Wendy sekarang ada ditangan Vincent.

Jadi, Jian gak bakalan khawatir lagi.

.
.
.
































💃💃💃💃💃

Vote ☆

💃💃💃💃💃


































☆☆☆☆☆

Love Bomb 💜💣 Taehyung x Wendy Where stories live. Discover now