2. My Home? Really?

356 33 6
                                    

"Tempat ini tak lagi nyaman, apa masih bisa kusebut rumah?"

⏳⏳⏳

Sudah 10 menit lamanya Aluna berdiri bersebelahan dengan Elsa. Puluhan pasang mata memerhatikan mereka secara terang-terang. Ekspresi yang Elsa tampilkan tampak biasa-biasa saja, seakan puluhan pasang mata itu tak pernah ada. Aluna berharap ia juga bisa melakukannya. Menjadi tak peduli dan tampak keren di mata orang lain.

Berbanding terbalik dengan pemikiran Aluna, Elsa malah ingin seperti Aluna. Tanpa takut membalas setiap tatapan yang mengarah pada mereka. Tampak keren dan kuat. Namun Elsa sadar ia tak bisa. Kakaknya berada pada level kekerenan yang tak bisa ia jangkau.

"Lo yakin Mama udah di jalan?" tanya Aluna dengan suara pelan. Elsa menoleh, lalu mengangguk.

"Udah 12 menit, lama banget." Ucap Aluna sambil berdecak kesal. Masih dengan menatap Aluna, Elsa mencoba untuk berpikir kenapa Aluna tampak begitu tak tenang. Sepertinya, Aluna tipe orang yang baik-baik saja jika diminta untuk menunggu. Pasti bukan itu alasannya.

"Risih ya sampingan sama aku?" Elsa harap, tebakannya salah. Elsa harap, Aluna akan menggeleng. Semoga Aluna tak mengangguk, semoga Aluna mengatakan jawabannya adalah bukan.

"Itu tau. Bisa jauhan dikit?"

Jauh dari yang Elsa harapkan. Bahkan jawaban Aluna terdengar lebih menyakitkan dari biasanya. Bukan hanya sekadar "iya", namun Aluna juga memintanya untuk menjauh. Elsa menyesal telah bertanya. Walau enggan, Elsa mengambil jarak dengan Aluna. Sekarang mereka berdiri berjauhan. Terhitung 20 langkah orang dewasa.

Tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di depan Elsa. Aluna memicingkan matanya, mencoba melihat plat mobil tersebut. Warna mobil Tania dan Alta memang sama, sengaja untuk menipu Aluna dan Elsa. Tapi sekarang Aluna sudah tidak bisa tertipu lagi. Itu pasti mobil Alta.

"Katanya Aluna pulang hari ini? Mana dia?" Masih dengan jas dokternya, Alta membuka kaca mobil dan melempar pertanyaan pada Elsa. Elsa menoleh ke arah Aluna, lalu mengangkat jarinya dan mengarahkannya pada Aluna. Alta mengikuti arah jari Elsa, lalu mengembuskan napas.

"Ya udah, masuk." Ucap Alta kemudian. Elsa membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang samping Alta. Alta menginjak gasnya pelan demi bisa berhenti tepat di depan Aluna berdiri. Alta tau Aluna tak akan datang padanya, anak itu maunya didatangi.

"Masuk," ucap Alta dingin begitu Elsa membuka kaca mobil. Aluna melirik tempat duduk Elsa, tatapannya menunjukan sebuah perasaan yang selalu bisa Elsa artikan. Iri.

"Mau duduk di sini?" tanya Elsa sedikit tak enak karena sudah membuat Aluna kesal. Aluna tersenyum miring, lalu membuka pintu belakang.

"Lain kali nggak usah sok baik, anak-anak yang lain pada denger." Ucapnya begitu pintu mobi tertutup.
Alta melirik Aluna lewat kaca spion dalam, lalu menoleh pada Elsa yang sedang memilin jari-jarinya karena merasa tak nyaman.

"Kamu ditonjok siapa, Sa?" Alta menjalankan mobilnya, walau begitu ia tetap bertanya perihal lebam di sudut bibir Elsa. Sebenarnya ia sudah tau, ia pun sudah memerhatikannya sejak Elsa masuk ke dalam mobil. Hanya saja Alta sengaja menanyakan hal tersebut di depan Aluna. Ia ingin Aluna mengaku.

"Bukan ditonjok, Pa--"

"Aku."

Alta kembali melirik Aluna lewat kaca spion dalam. Wajah Aluna tampak kesal, tatapan matanya sangat tak bersahabat.

Time : Why?Where stories live. Discover now