Empty 37

2.3K 431 83
                                    

Selamat membaca dear💞💞

     Menjelang pukul tujuh malam Bintang akhirnya mengantarku pulang.
Mama mengabari bahwa beliau sudah pulang dan Papa sedang datang ke rumah. Untuk itu Mama memintaku pulang, agar Mama tak hanya berdua dengan Papa.

Memang semenjak Mereka Berpisah, sebisa mungkin Mama menghindari situasi yang mengharuskan Mama dan Papa hanya berdua.

Tidak tahu alasannya apa, karena aku juga tidak mau bikin Mama mengenang kenangan pahit bersama Papa terus menerus.

Bintang baru hendak keluar untuk membuka Pintu pagar. Tapi, lebih dulu kulihat seseorang tengah berdiri di depan gerbang dan membuka pintu pagar untuk mobil Bintang.

"Om Angga!" sapaku pada beliau ketika aku sudah turun dari mobil
"Ada apa, Om?"

"Ini" Pandanganku teralih pada sebuah lunch box berukuran besar dan susun tiga yang berada di tangan Om Angga, "Di rumah lagi ada mertua, Beliau masak banyak. Om baru lihat Mamamu pulang, pasti kalian belum makan malam, kan?"

Lunch box yang tadi dipegang Om Angga kini sudah berpindah ke tangan Bintang karena aku kesulitan membawanya.

"Ayo Om masuk dulu," ajakku, "Mama di dalam, kok,"

"Om Langsung pulang ya Pertiwi, nggak enak ninggalin mertua di rumah."

"Masuk sebentar mari, Om?" kini tawaran Bintang bikin Om Angga terkekeh, entah apa yang lucu. Tapi ucapan Om Angga selanjutnya cukup membuatku tersenyum canggung.
"Kalian Om lihat mirip. Kalau kata orang yang mirip-mirip gini jodoh," Goda beliau pada kami.

"Dih.. Percaya sama orang" Sahut Bintang "Musrik Om, tapi doa Om kali ini saya Aminkan" lanjutnya. "Kamu nggak Amin kan juga, Dis?"

Sengolan siku Bintang di lenganku membuatku berdecak. Sementara Om Angga hanya tersenyum melihat kelakuan Bintang.

"Lanjutkan kalau gitu, saya pamit, ya?"

"Terimakasih, Om," jawabku mengangguk sopan. Sampai langkah Om Angga tak lagi kelihatan, aku akhirnya masuk ke rumah diikuti Bintang di belakangku.

Memasuki ruang tamu kulihat Papa sedang memangku laptopnya, padahal ini hari libur, tapi tetap saja Papa tidak bisa meninggalkan kerjaanya. Dari dulu beliau adalah orang pekerja keras, setidaknya itu hal baik yang bisa kukenang dari Papa.

"Kerja aja terus," ucapku sembari duduk di samping Papa. "Ini hari libur kali, Pa. Lagian Papa baru habis perjalanan jauh. Nggak lelah apa?"

Papa yang tadinya fokus pada Laptop langsung menoleh padaku. Beliau meletakan laptopnya di meja serta tangan kirinya beralih mengusap rambutku.

"Ada kerjaan sedikit, Kalian dari mana?" tanya Papa ketika Bintang selesai mencium pungung tangan Beliau.

"Jalan-Jalan ke taman aja, Om,"

"Malam-malam begini?"

"Ya tadi berangkat masih sore, Pa." Desisku pelan.

Papa mengangguk sembari tersenyum, entah apa yang lucu.

"Papa kok udah balik, emang acaranya udah selesai?"

"Jam satu siang acara selesai, Mamanya Bian diajak pulang belum mau, ya udah Papa duluan, besok kan harus kerja lagi."

"Papa ini kan yang punya perusahaan, emang kerjaan nggak bisa diwakilin? Ini kan acara keluarga, Pa, belum tentu se tahun sekali keluarga tante Tami kumpul kan di Solo?

Jangan bikin Tante Tami di nomor duakan sama kerjaan, Pa. Kayaknya dulu Papa nggak begini. Papa selalu mentingin urusan keluarga dibanding kerjaan."

Iyakan? Aku ingat betul kalau dulu Papa selalu mentingkan urusan keluarganya dibandingkan apapun. Selalu ada pesta untuk ulang tahun untuk Bian dan Vierna, lalu Papa tidak pernah membiarkan Tante Tami pulang atau ke acara keluarga seorang diri.

Hembusan napas Papa yang terdengar amat keras bikin kernyitan di dahiku pasti mulai tercetak jelas, sebab, raut wajah Papa juga terlihat berbeda setelah aku selesai mengucapkannya.

"Kalian bawa apa?"

Suara Mama seketika bikin aku noleh ke belakang.

"Ini dari siapa?" tanya Mama sembari melepas Apronnya.

"Dari Om Angga, Tante."

Bintang lebih dulu mencium pungung tangan Mama lalu kemudian kuikuti.

"Om Angga masak?" Satu alis Mama terangkat, mungkin beliau tidak percaya.

"Katanya sih mertuanya datang, tapi emang kenapa kalau Om Angga masak? Kan Om Angga emang bisa masak." tanyaku dan seketika membuat Mama mengangguk.

"Iya juga, sih," sahut Mama kemudian.
"Ya udah ayo kita makan sama-sama.
Mama sebenarnya masak tumis sama telur, tapi ya sudah lumayan ada lauk yang lain buat tambahan."

Dan di sinilah kami berada sekarang. Maksudku, hanya aku Mama dan Papa sebab Bintang mendadak ada panggilan dari rumah sakit yang membuatnya tak bisa ikut makan malam bersama kami.
Pada akhirnya Mama yang membawakan Bintang bekal karena Mama tahu kami belum makan malam sebelum ini.
Meski awalnya Bintang menolak tapi akhirnya dia mengalah dan menuruti kemauan Mama membawa bekal.

"Ambilin aku tumis sama telur bikinan kamu saja!"

"Tapi ini ada ikan asam manis loh, Mas. Kamu biasanya suka."

"Nggak. Aku lagi pengin telur" Sahut Papa yang entah kenapa nada bicaranya terdengar sangat ketus.

Mama mengalah, akhirnya hanya mengambil telur dadar dan tumis untuk Papa, sedangkan aku menunggu Papa dan Mama mengambil jatah makannya.

"Pa, Papa nggak ada niat berhentiin Gavin dari kerjaannya, kan?" tanyaku memberanikan diri.

Bukan menjawab, alis Papa justru terlihat menukik mendengar pertanyaanku.
"Pa, apa yang terjadi sama Pertiwi ini bukan hanya salah Gavin. Tiwi dari awal juga salah karena Tiwi nggak pernah terbuka sama Gavin. Dalam hati kami masing-masing, kami terlalu takut kalau kejujuran akan menyakiti kami. Pertiwi nggak pernah bilang apa yang Pertiwi mau begitupun Gavin. Jadi Pertiwi mohon, Jangan pecat Gavin, bagaimanapun juga Gavin udah banyak bantu dan temenin Tiwi selama ini," ucapku panjang lebar.

"Memangnya Papa termasuk orang yang akan memecat seseorang tanpa alasan jelas? Selagi Gavin bekerja profesional, Nggak pantas Papa mengeluarkan karyawan karena urusan pribadi."

Jawaban Papa seketika bikin aku tersenyum lega. Tapi kelegaanku tak berlangsung lama saat Papa mengebarkan sesuatu yang membuat selera makanku mendadak hilang.

"Kamu tahu mereka akan menikah bulan ini?"

Dan aku hanya bisa mengeleng, bukan hanya karena tidak tahu, tapi aku tidak percaya Gavin benar-benar melakukan ini.

Jadi menurut kalian Prolog empty itu dari Gendis untuk siapa?

*Maaf untuk typo.

Rum

EMPTY   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang