[1]

1.6K 123 9
                                    

Guyur hujan membasahi kota malam Jakarta yang dimana kota ini tidak pernah tidur. Walau hujan turun dengan derasnya namun kendaraan tetap berlalu lalang dengan cepat melewati genangan-genangan air yang diakibatkan hujan.

Di sebuah tempat jeritan anak-anak meminta tolong terdengar. Bukan hanya satu namun banyak suara. Jeritan itu terdengar pilu sangat mengharapkan ada yang menolong mereka namun siapa sangka, tidak ada yang mendengar karena teredam oleh suara hujan dan petir.

"TOLONG!"

"TOLONG!"

Suara itu bersahut-sahutan. Pria berbadan kekar masuk ke salah satu ruangan dimana semua suara anak-anak itu berada.

Pintunya didobrak dengan kasar membuat semua anak disana bungkam karena ketakutan. Terlihat jelas raut wajah marah pria berbadan besar itu membuat nyali mereka ciut.

"Bisa diam tidak!" cecar pria itu. "Tidak akan ada yang mendengar dan menolong kalian!"

Setelah mengatakan itu pria berbadan kekar tadi langsung pergi. Pria itu menemui dua anak buahnya yang sedang asik menikmati kopi.

"Kalian jaga anak-anak itu, gue mau pergi jemput bos besar." kedua anak buahnya yang bertubuh kurus itu mengangguk.

Pria yang berbadan kekar tadi langsung pergi darisana sedangkan kedua anak buahnya menemui para anak kecil yang disekap.

"Adek-adek, kalian duduk manis disitu ya. Kami mau makan dulu," ujar penjahat 1.

"Kalian boleh teriak sesuka kalian tapi ingat! Gak ada yang bakal denger. HAHAHA." Tawa kedua penjahat itu menggelegar lalu menghilang ditelan jarak. Dapat dipastikan keduanya lumayan jauh dari ruangan tempat para anak-anak kecil itu disekap.

"Hiks, aku mau pulang," tangis salah satu anak diikuti beberapa anak yang lain.

"Kalian jangan nangis dong, mending bantu aku teriak supaya ada yang nolong kita," ujar anak lelaki yang satu-satunya tidak menangis disana.

"Ta-tapi kata mereka, kalau kita teriak gak bakal kedengeran sama orang-orang," balas anak perempuan berkepang dua.

"Apa salahnya dicoba?"

Anak lelaki tadi kembali berteriak dengan suara kencang. "TOLONG!"

"BAAALVEER!!!"

"Kalian ikut teriak doang!" sungut anak lelaki itu kesal karena hanya dirinya yang berteriak.

"Kalian mau dijual? Kalian mau kita dipotong-potong kayak sapi gitu?" tanyanya membuat semua anak disana sontak menggeleng takut.

"Aku juga gamau, jadi kita harus bisa keluar darisini."

Akhirnya kedua belas anak disana berteriak meminta tolong kembali dengan semangat yang membara. Mereka berharap setidaknya ada satu orang yang mendengar suara mereka.

Disisi lain tiga gadis remaja berjalan disebuah gang sempit yang sunyi dan gelap. Hanya ada satu lampu jalan yang menyala bahkan cahayanya pun tidak terlalu terang.

"Bener gak sih ini jalannya?" tanya Agatha salah satu gadis yang berambut pendek.

"Kita gak kesasar kan?" matanya melirik kesana kemari takut jika ada hantu yang lewat.

"Kita kayaknya salah jalan deh," lirih Dea gadis berambut gelombang itu.

Gadis dengan bandana biru di kepalanya itu berdecak sebal. "Makanya jangan sok tahu, udah tahu lo buta arah," sarkas Manda. Gadis itu memutar bola matanya jengah karena sudah tidak heran dengan kebiasaan buruk sepupunya itu.

"Ya maap, gue khilap. Jadi kita putar balik nih?" tanya Dea.

"Yaiyalah, lo mau kita disini terus? Mana hujan lagi."

Agatha yang mendengarnya langsung merespon ketakutan. "Nggak mau. Ihhh ngeriii, kalau tiba-tiba ada setan yang lewat gimana?" gadis itu memeluk tubuhnya.

"Yaudah ayo balik!" ajak Manda. Gadis itu berjalan terlebih dahulu, meninggalkan kedua temannya disana.

"Eh, tunggu!" seru Agatha berlari kecil menyusul Manda. Baru saja Dea ingin ikut berlari menyusul keduanya tapi matanya menangkap sebuah kalung dengan bandul lumba-lumba yang cantik.

Tangannya tergerak mengambil kalung itu namun tiba-tiba saja ia merasa tersengat listrik membuatnya refleks menutup mata dan membeku.

Manda dan Agatha yang merasa Dea tidak mengikuti mereka pun berbalik dan terkejut melihat Dea terlihat menggenggam sesuatu lalu memejamkan mata.

Kedua gadis itu saling melirik panik lalu berlari menghampiri Dea yang terlihat susah bernafas.

Tak jauh dari tempat mereka berada ada beberapa anak remaja lainnya yang berdebat.

"Lo yakin disini?" tanya Line kepada teman-temannya.

"Dina bilang disekitar sini, perkiraan Dina kan gak pernah salah," ujar Gavin.

Gadis berjilbab hijau muda itu mengangguk kecil. "Di penglihatanku tempatnya disekitar sini."

"Yaudah, kita jalan ke depan aja kalau gitu," tunjuk Bara ke arah depan.

"Tapi masa serem gini sih?" tanya Line merinding takut. Gadis itu memeluk tubuhnya yang merinding.

"Namanya tempat penculikan," tutur Aland datar.

"Seharusnya kita nelpon polisi aja tadi. Kita kan anak SMA, yakin kita bisa tangkap para penjahat itu?" cecar Line.

Gadis itu benar-benar takut terlebih tidak ada pencahayaan apapun di gang itu, mereka hanya mengandalkan senter hp untuk penerangan mereka.

"Jangan takut, kita pasti bisa kok," ujar Dina sambil tersenyum menenangkan sahabatnya.

"Kalian ngapain disini?" tanya seorang gadis yang tiba-tiba muncul membuat kelima orang itu tersentak kaget. Gadis itu tidak sendiri, ada satu gadis lainnya yang ikut bersamanya.

Kelimanya mengenali salah satu gadis itu karena gadis itu satu sekolah dengan mereka.

"El, lo ngapain disini?" tanya Line.

"Gue sama Vera nyari adek sepupu gue yang ilang," ungkapnya.

"Oh iya kenalin, ini sepupu gue namanya Vera. Dia anak Starmy lho."

"Widih, El punya sepupu dari Starmy dong," puji Bara.

Siapa yang tidak mengenal Starmy? Atau lebih lengkapnya Star Academy Highschool. Sekolah yang selalu memenangkan hampir seluruh perlombaan atau olimpiade diamanapun itu. Seluruh murid Starmy disebut sebagai murid paling unggul, kejayaan sekolah itu tidak pernah pudar dari masa ke masa.

Vera hanya tersenyum canggung. Ia bahkan mengakui kehebatan sekolahnya, bahkan ia masih tidak percaya bahwa dirinya diterima di sekolah itu.

"Eh iya, tadi gue nanya kalian ngapain disini?" tanya El lagi.

"Dina dapat penglihatan lagi," ujar Gavin. Tentu saja El tahu maksud Gavin, seluruh murid Moon Highschool tahu bagaimana kelebihan Dina. Sedangkan Vera yang tidak tahu apa-apa hanya menatap mereka bingung.

"Tentang apa?" tanya El.

"Tentang-" belum sempat Line menjelaskan, Gavin langsung memotong ucapannya.

"Eh, lihat deh! Disana terang, kayaknya ada lampu jalan disana!" tunjuk Gavin. Keenam anak manusia itu mengalihkan pandangan mereka ke arah tempat yang ditunjuk oleh Gavin dan ternyata benar saja disana ada cahaya.

"Yaudah ayo kesana!" mereka bertujuh bergegas ke sumber cahaya. Tanpa menduga langkah kaki mereka membuat orang yang mendengarnya salah paham dan berpikir yang tidak-tidak.

To be continue

SIAM [NEW VERSION]Where stories live. Discover now