[10]

95 24 1
                                    

Dina menyeruput coklat panasnya. Hari ini cuaca pagi cukup dingin, mungkin karena subuh tadi habis hujan menyisakan kedinginan menembus kulit.

Hari ini hari libur, Dina bersantai di rumahnya dengan tenang karena tak ada siapapun di rumahnya kecuali dirinya sendiri.

Dina memikirkan tentang ide pindah sekolah dari Dea, jika mereka pindah ke Starmy maka mereka bersepuluh bisa saling menjaga dari dekat walau harus berdiam diri di tempat musuh.

Lagi, Dina memikirkan arti kertas teror itu. Dea semalam sudah menceritakannya dengan detail melalui telfon karena ia sudah penasaran tingkat akut.

Pengganggu. Jelas itu kepada mereka, mereka bersepuluh atau mungkin sekarang disebut sebagai ONYX--kata Line-- mengganggu pekerjaan para penculik itu. Isi teror itu hanya memperingatkan mereka agar tidak mengganggu mereka lagi dan menyuruh mereka untuk tetap diam.

Walaupun begitu mereka tetap melangkah dan semakin menjerumuskan diri ke dalam sarang musuh. Ia tahu ini beresiko tapi sama seperti yang lainnya, ini demi kemanusiaan dan kedamaian. Dina tahu apa yang anggota Onyx lain inginkan, mereka semua sama. Sama-sama ingin menegakkan kebenaran dan memberantas kejahatan demi kemanusiaan dan kedamaian.

Selama ini para mafia itu sudah membuat warga kota resah dan tak berani keluar sendiri atau membiarkan anak-anak mereka untuk bermain keluar dengan bebas. Keberadaan para mafia itu beban! Banyak orang yang dirugikan dan mereka hanya memikirkan keuntungan mereka saja.

Drrtt

Ponsel Dina berdering, dengan cepat gadis itu mengangkat telfonnya.

“Halo.”

****

Gavin menatap datar kotak kedua yang dikirimkan peneror itu padanya. Pria itu sudah melihat isinya dan lagi-lagi isinya sama yaitu sebangkai tikus dan sepuluh boneka kecil berlumuran darah, tak lupa dengan kertas berisi kode rahasia.

Mata sembab pria itu bergulir melihat pemandangan luar. Pria itu menghela nafas lalu berjalan keluar dari rumahnya.

Entah mengapa kakinya berjalan menuju cafe Citra. Disana ia bertemu dengan Citra yang terlihat tersenyum sambil menyodorkan minuman yang tentu saja adalah pesanan pembeli.

Citra yang melihat kedatangan Gavin langsung menghampiri pria itu. “Mau pesan apa?”

“Gue cuma mau tanya sesuatu sama lo, gue pesan waktu lo beberapa menit.”

Citra mengernyitkan dahi lalu menurut. Gadis itu duduk di salah satu kursi tepat di depan Gavin.

“Ada apa?” tanya Citra.

“Lo tahu sesuatu tentang Cahya?” sontak Citra menegang. Gadis itu melirik kesana kemari.

“Aku gak tahu apa-apa tapi Shella tahu sesuatu,” bisik Citra pada Gavin.

Gavin menatap Citra lamat. Mencari tahu apakah gadis itu berbohong atau tidak, namun ia tak menemukan kebohongan darinya.

“Yaudah anter gue ketemu Shella.”

Citra menggeleng. “Aku gak bisa, banyak pelanggan. Kamu datang ke rumahnya aja.”

“Kirim alamatnya kalau gitu.” Gavin memberikan nomor telfonnya lalu Citra mengirimkan alamat rumah Shella ke nomor Gavin.

SIAM [NEW VERSION]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن