bab 36

33.8K 1.3K 43
                                    

Pagi ini Nathan memutuskan untuk pergi jalan-jalan sendirian mengelilingi kota Jakarta. Suasana pagi hari kali ini cukup bagus, karena tidak terlalu macet seperti biasanya. Ia ingin menikmati hari yang indah dan menenangkan sendirian. Tak lupa mematikan ponselnya agar tidak terganggu dengan pekerjaan yang cukup melelahkan.

Sesekali Nathan berhenti di pinggir jalan untuk mengambil foto pemandangan. Lalu kembali menjalankan mobilnya, saat di lampu merah ia tidak sengaja melihat seorang anak kecil tengah ngamen.

"Nak, kamu sudah makan?" tanya Nathan pada dua anak laki-laki yang bernyanyi di pinggir mobilnya.

"Belum pak." jawab dua anak itu, Nathan tersenyum kecil melihat keduanya yang terlihat kotor juga kelaparan.

"Ayo masuk, ikut saya. Kita cari makan bareng, ya." ajak Nathan, membuat dua anak itu langsung menggeleng. Mungkin mereka takut, karena tiba-tiba di ajak oleh orang kaya.

"Nggak apa-apa, ayo masuk aja. Saya bukan orang jahat kok." paksa Nathan, meyakinkan kedua anak itu agar percaya.

"Tapi kami kotor pak."

"Nggak masalah, lagian mobil saya juga nggak bagus-bagus banget kok. Ayo masuk, keburu lampu hijau." kata Nathan, yang langsung dituruti oleh dua anak itu.

"Kalian nggak sekolah?" tanya Nathan pada dua anak yang duduk di belakang.

"Kami baru putus sekolah pak, soalnya orang tua kami baru saja meninggal. Jadi harus bekerja untuk bertahan hidup." jawab anak yang lebih tua.

Nathan merasa kasihan pada dua anak itu, ternyata selama ini ada yang lebih menderita daripada dirinya. Namun ia kurang bersyukur dan terlalu banyak mengeluh.

"Kalau boleh tau, orang tua kalian meninggal karena apa?" tanya Nathan lagi, ia benar-benar penasaran dengan dua anak itu.

"Bapak dan ibuk jadi korban tabrak lari, dan saat dibawa ke rumah sakit nggak bisa langsung di tangani karena nggak ada yang ngurus pembayaran. Ketika ada orang baik yang mau membantu bayar rumah sakit, ternyata bapak sama ibuk sudah meninggal." jelas anak yang lebih tua, dengan mata berkaca-kaca ia berusaha tidak menangis lagi.

Mendengar cerita anak malang itu, membuat Nathan iba. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya yang ada di posisi mereka saat ini. Dua anak itu harus bertahan hidup dengan mengamen di pinggir jalan. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinya mengalami hal itu.

"Oh iya, nama kalian siapa?" Nathan baru sadar jika dirinya belum tau nama dua anak itu.

"Nama saya Ibra, dan adik saya namanya Banu." jawab Ibra

"Oke, Ibra dan Banu. Kita ke toko baju dulu ya, biar nanti kalian bisa makan dengan nyaman di restoran." Kata Nathan membuat dua anak itu bingung.

"Emang kenapa pak? Bapak malu ya makan sama kita? Kalau bapak malu nggak apa-apa, kita makan diluar aja pak. Bapak makan di restoran sendiri." Ujar Banu, merasa tak enak hati pada Nathan.

"Bukan gitu. Pandangan dan hati orang kan beda-beda, takutnya kalian nanti merasa nggak nyaman karena dilihat orang-orang. Dan takutnya lagi, ada yang mengatakan hal menyakitkan. Jadi buat jaga-jaga aja." jelas Nathan, yang di angguki oleh dua anak itu.

Nathan membawa dua anak itu pergi ke salah satu toko baju terlebih dulu. Karena ia tidak mau dua anak itu nanti di pandang rendah oleh orang-orang di restoran. Ia juga meminjam kamar mandi agar keduanya bisa membersihkan diri terlebih dulu. Tak lupa, Nathan membeli masing-masing lima pasang baju untuk kedua anak itu.

"Wah, pak kenapa beli banyak sekali bajunya?" tanya Banu

"Buat baju ganti kalian nanti. Yaudah, ayo kita makan. Saya laper banget belum sarapan." ajaknya sambil mengelus perut.

pregnancy that brings suffering (Fizzo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang