SURVIVED | 04

2.6K 230 40
                                    

Previous chapter:
Sementara Hyena masih menunduk tidak percaya Vally yang selalu bisa menahan emosi, menamparnya dengan kencang.

"O-oppa, Vally eonni menamparku." Ucapnya sendu, ia sudah melihat Jimin yang tepat sekali datang saat Vally menamparnya, padahal biasanya pria itu selalu pulang kantor pukul tujuh malam. Hyena dapat melihat Jimin sangat terkejut melihat kejadian beberapa detik lalu.

***

Melihat istrinya yang menampar sepupunya sendiri membuat Jimin terkejut setengah mati, pasalnya ia mengetahui betul Vally bukanlah orang yang kasar juga bisa mengendalikan emosinya dengan baik, terlebih kepada seseorang yang umurnya jauh di bawahnya.

Jimin segera menghampiri Hyena yang menangis hingga tersedu-sedu, "kembali ke kamarmu," perintah Jimin tegas. "Aku akan berbicara padanya." Lalu Jimin memasuki kamarnya, mencari keberadaan Vally yang pasti sedang tidak baik-baik saja.

"Sayang?" Panggilnya namun mendapat nihil sahutan. Vally tidak ada, ia mencari di walk in closet namun juga tidak ada keberadaan sang istri.

Dilihatnya pintu kamar mandi yang tertutup rapat, Jimin langsung berjalan ke arah kamar mandi dan membukanya. Tapi ternyata pintu tersebut terkunci, "Vally, buka pintunya." Titah Jimin sambil mengetuk pintu.

"A-aku tidak ingin melihat Hye-na!" Teriak Vally terbata-bata, suaranya bergetar. Jimin tahu Vally di dalam sana sedang menangis meski ia tak tahu alasan yang jelas. Tapi, yang pasti sesuatu yang buruk baru saja menimpa istrinya.

"Kau tidak akan melihat Hyena, sayang. Sekarang buka pintunya, jangan mengurung dirimu di dalam kamar mandi." Jelas Jimin. Akhirnya Vally keluar dari kamar mandi dengan keadaan mata yang merah, riasan wajahnya pun sudah tidak beraturan.

Khawatir, Jimin segera memeluk wanitanya tapi baru saja ingin meraih tubuh yang lebih kecil darinya itu, Vally langsung melesat gesit berbaring ke ranjang dengan posisi telengkup. Menyembunyikan wajahnya ke dalam bantal dan kembali menangis kencang.

Jimin menghembuskan napasnya lalu menghampiri tubuh yang masih terisak itu. "Ssst..." Jimin berusaha menenangkan dengan tangan yang terus mengelus punggung Vally. Tubuhnya ikut berbaring di samping Vally, mendaratkan beberapa kecupan di kepala. Membiarkan istrinya meluapkan perasaan yang dirasa sampai lega.

Selama beberapa menit Vally menangis hingga mulai tidak terdengar suara dari wanita itu. "Vally?" Panggil Jimin namun tidak mendapat sahutan. Tangan Jimin menarik tubuh Vally pelan, membuat tubuh itu sekarang terlentang.

Vally menangis hingga tertidur.

Dilihatnya wajah Vally yang pulas dengan air mata yang mulai kering juga terdapat noda hitam di bawah matanya—mascara yang luntur. Tangan Jimin naik untuk menyingkirkan rambut dari wajah yang menurut Jimin masih tetap cantik meski dengan riasan wajah yang berantakan.

Bibir Jimin mendarat di atas permukaan bibir Vally selama beberapa detik sebelum bangkit dari ranjang menuju meja rias, mencari botol yang berisi cairan pembersih riasan dan sebuah kapas wajah.

Setelah didapat, Jimin kembali mendekati Vally yang sudah tertidur pulas itu. Tangannya mulai menuangkan isi botol yang biasa disebut makeup remover ke atas kapas hingga basah lalu dengan pelan Jimin mengusapkan kapas itu ke wajah Vally. Terus seperti itu hingga kapas yang semulanya berwarna putih berubah menjadi kotor—menangkap semua riasan wajah yang Vally kenakan.

SURVIVED [end]Where stories live. Discover now