O2

18 2 0
                                    

Razen menghentikan mobilnya didepan rumah minimalis berwarna abu-abu. Cowok itu menoleh pada gadis yang sedang tertidur pulas disampingnya. Razen mengusap pucuk kepala gadis itu sebentar.

Tangannya beralih untuk menepuk pelan pipi Aruna setelah Ia mengelusnya lembut. "Aruna,"

Aruna tidak memberi respon. Sepertinya benar-benar pulas. Bisa-bisanya anak ini tertidur nyenyak didalam mobil orang asing.

"Aruna, bangun,"

Gadis itu menggeliat. Matanya mengerjap lucu.

"Udah sampe?" Tanyanya dengan suara serak. Razen tidak menjawab, hanya terus melihatnya.

Aruna tidak mendengar apapun dari mulut cowok itu. Ia cepat-cepat mengumpulkan nyawanya, kemudian menoleh pada Razen. Ia baru sadar. Razen tahu dari mana alamat rumahnya? Sedangkan Aruna sudah tertidur ketika Razen menyuruhnya tidur.

"Kak Razen," Panggil Aruna. Razen memalingkan wajah.

"Hm?"

"Kak Razen kenapa bisa tau rumah aku?" Tanyanya.

Razen menyenderkan punggungnya. Tangannya bergerak untuk menyugar rambut.

"Menurut kamu?" Aruna mendengus. Cowok bersurai coklat itu malah bertanya balik.

"Aku serius nanya!" Sentak Aruna. Gadis itu bahkan tidak menyadari nada bicaranya. Aruna linglung, perasaannya jadi sensitif setelah bangun tidur.

Raut wajah Razen dingin. Matanya melirik Aruna sekilas.

"Gak perlu juga kamu tau, Aruna." Jarinya mencengkram stir. "Keluar."

Aruna mengernyit bingung. Tidak puas dengan jawaban Razen. "Tapi, Kak Razen—"

"Keluar, Aruna!"

Kedengarannya seperti membentak menurut Aruna. Aruna kurang suka. Gadis itu memberi tatapan sinis. Dengan tergesa-gesa, Ia keluar, menutup kasar pintu mobil. Terdiam sejenak, lalu masuk kedalam rumahnya.

Didalam mobil, Razen memejamkan matanya. Cowok itu melihat Aruna yang berjalan sambil menghentakkan kakinya. Bahkan mengucapkan terimakasih pun tidak.

***

Aneh. Razen benar-benar aneh. Itu yang ada di pikiran Aruna sekarang. Semenjak mereka bertemu di UKS, Aruna tau bahwa Razen memang tipe orang yang dingin dan cuek kelihatannya. Tapi setelah kejadian di mobil tadi, malah Ia yang merasa aneh. Sikap Razen yang berubah-ubah atau Aruna yang terlalu terbawa perasaan, intinya Aruna sendiri pun tidak tahu.

Dengan langkah malas, Aruna pergi kedapur. Mengambil segelas air untuk Ia teguk, sembari tangannya yang membuka lemari es mengecek ada camilan yang bisa Ia makan atau tidak. Tangannya kemudian meletakkan gelas yang sudah kosong, lalu mengambil beberapa makanan ringan dan eskrim.

"Dek."

Aruna terkejut. Untung saja kepalanya tidak terpentok lemari es tersebut. Perlahan, Ia menutupnya. Berbalik dengan wajah kesal.

"Abang! Aku kaget, apa nggak bisa biasa aja?!" Pekiknya kesal.

Dimitri tertawa. "Udah biasa, ini. Kayak maling kamu, pulang sekolah bukannya salam, malah nyelonong kedapur." Cibir nya.

Bibir Aruna mengerucut. "Khilaf." Ucapnya. Tapi tak urung Ia melangkah mendeketi Dimitri dan mencium pipi cowok itu, kebiasaannya.

Sekarang gadis itu duduk di meja makan, Dimitri mengikuti. Melihat Aruna yang asyik memakan camilannya.

"Tadi pulang pake apa? Rambut kamu agak lepek, kehujanan? Maaf abang lupa jemput kamu tadi, ketiduran. Terus kamu sendiri kenapa ga telepon abang aja, sih?!"

Sweet HellWhere stories live. Discover now