10. Mulai Mendekat

37.1K 3.4K 988
                                    

GAVINO tak mempedulikan manusia berjenis kelamin perempuan yang berada di kamarnya itu. Beberapa waktu ia memejamkan mata dan tak menemukan tanda-tanda bahwa gadis itu akan membangunkannya atau menyuruhnya mengerjakan soal-soal tadi.

Cowok itu membuka matanya sedikit, dapat dikatakan dia mengintip sekarang, guna mengetahui gadis itu masih berada di sana atau tidak. Netra hazelnya menangkap bahwa manusia di sampingnya itu sekarang menatap lantai dan memilin jari-jari di atas paha.

Gavino berdecak dan bangkit menghampiri gadis itu, lalu mengambil cepat kertas yang terletak tepat di samping. Tak berapa lama kemudian Gavino memberi kertas itu kembali.

Aletta tak mengerti mengapa cowok berbadan tinggi itu mau menjawab soal tadi. Gadis itu senang, lalu mengambil kertas tersebut dengan semangat, kemudian mengeceknya satu-persatu.

Aish, apa ini? Aletta mencoba untuk memeriksa ulang jawaban yang tertera di sana, dan hasil semua jawaban yang ditoreh Gavino dalam waktu lebih kurang lima menit benar tanpa celah.

Gadis itu sempat berpikir apa cowok ini bertanya pada om Google, tapi buru-buru ia menghempaskan pikiran buruk itu saat melihat ponsel berlogo Apple milik Gavino tercharge di nakas kamar itu.

"Wah, mantap pol, Kak," puji gadis itu sambil memberi dua jempol pada lelaki yang sekarang mungkin tengah berkelana di alpi.

"Halo, sekarang jadinya aku ngapain, Kak?" tanyanya layak seorang penelpon.

"Ck, lo bisa diam gak, sih?" bentak Gavino lalu menatap tajam gadis itu di kedua bola matanya.

"Dengar, ya, Alcebol. Sekarang di rumah ini cuma ada orang-orang yang kerja, lo dan gue. Mereka semua ada di bawah, tepatnya di belakang. Aloera praktek RS, Papa-Bunda lagi di luar. Jadi kalau lo gak bisa diem, gue bisa apa-apain lo sekarang juga," ucapnya menyeringai dan sedikit terkekeh atas ancaman yang tiba-tiba muncul di benaknya
itu.

-o0o-

-o0o-

Pagi yang matahari belum sepenuhnya tampak, gadis itu melangkahkan kaki sambil mengayun-ayunkan tangannya bebas di koridor lantai dua.

Sepanjang jalan hanya beberapa murid yang sudah datang, kebanyakan di antaranya adalah siswa-siswi yang harus melakukan piket, dan maling dadakan yang hanya menghampiri tiap kelas untuk mengambil pulpen yang tertinggal di laci atau meja.

Senang, ia benar-benar senang sekarang,  sahabatnya yang dulu pergi telah kembali, bonusnya mereka satu kelas dan menjadi teman satu bangku juga. Terima kasih, Tuhan.

Soal semalam saat di rumah cowok itu, Aletta yang mendengar ancaman, hanya takut dan mendiamkan dirinya sendiri.

Lalu berpuluh-puluh menit saat cowok berbadan tinggi itu bangun dari tidurnya yang nyaman, ia menyuruh Aletta pulang dengan menggunakan taksi.

Tak lupa saat dirinya masuk ke bangku belakang mobil taksi kemarin, Gavino dengan rambut berantakannya mengucapkan dan memberi sesuatu yang Aletta tak tahu untuk si pengemudi.

Sepertinya, Kakak kelas yang sering menyuruh-nyuruhnya itu sengaja. Apa dirinya  ini hanya menemani cowok itu tidur? Sayangnya, kalimat protes itu hanya terucap di dalam hati.

Aish, kalau begini ia pasti merasa sangat bersalah karena tak becus menjalani pekerjaan yang diberi orang tua Gavino.

Sekarang gadis itu berdiri di pembatas balkon, lalu melihat ke bawah tepatnya ke arah lapangan untuk menunggu sahabatnya, Amanda.

"Manda!" teriaknya dari atas. Berani berteriak karena keadaan sekolah masih sangat sepi.

Melihat Amanda yang berlari menuju atas, gadis itu protes, "Jangan lari-lari, Man. Nanti jatuh kayak yang dulu," serunya dan disambut cengiran Amanda dari bawah.

ALETTA Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ