17. Insiden Saat Pulang

31.2K 3.1K 369
                                    

GADIS itu melangkahkan kakinya di trotoar yang masih sepi di pagi ini. Melihat arloji berwarna pink soft yang diberi sang ayah beberapa tahun silam.

Pukul 5.54 WIB.

Sudah terbiasa dengan itu semua. Aletta berhenti sejenak di depan pintu kelas dan memeriksa ponsel kecil berwarna hitam miliknya yang hanya berfungsi untuk menelepon, memberi pesan, dan menyalakan senter.

Ia tersenyum saat melihat pesan singkat dari sang bunda, gadis itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku rok abu-abu.

Dari: Bunda

Semangat sekolah, ya Al 🧡

Aletta mengambil botol minum Tupperware, yang dibeli sang bunda dengan bersusah payah karena ingin memberi yang terbaik untuk anak semata wayangnya.

Sungguh, Aletta merasa semenjak kedatangan sahabatnya, ia lebih jarang mengeluarkan cairan bening dari kelopak matanya lagi.

Semalam entah dari mana, dirinya melihat ada pesan masuk yang berasal dari operator bahwa ponsel tenot-tinutnya terisi pulsa seratus ribu. Tentu dirinya syok dan memahami pesan dari operator itu pelan-pelan.

Saat masih mencerna deretan kalimat itu, tiba-tiba ada pesan baru dari Amanda yang berisi bahwa mereka malam ini akan bercurhat ria. Dari suaranya terdengar bahwa Amanda sangat antusias mengobrol bersama Aletta.

Dari situ Aletta tahu dari mana pulsa itu berasal, walau sahabatnya itu tak memberitahunya. Selain bercurhat ria, Amanda juga memberi sedikit wejangan pada dirinya, dan sedikit mencuci otak Aletta.

"Well, temennya gak ada, Sya." Aletta mendongakkan wajahnya yang tadi melamun, ia menatap kedua gadis yang baru saja datang sekitar 15 menit setelah kedatangannya.

"Apain, nih?" tanya Trisya.

"Woi, kemarin itu rambut gue sakit banget, tau gak lo?!" Cassandra melangkah. Memang, jambakan dari sahabat gadis di depannya ini sangat kuat dan bertenaga. Merusak rambut indahnya saja.

"Lo tau? Ini rambut kita udah dirawat baik-baik. Pakai sampo mahal!" tukas Trisya bergidik jika rambut badainya akan dijambak oleh singa, anak baru itu.

"Lo gak pernahkan, perawatan mahal? Haha, miris gitu lihatnya. Mau ngakak tapi kasihan," ejek Cassandra tanpa berniat menyentuh sedikitpun gadis itu. Tak mau mengakui, tapi jambakan itu masih berdenyut-denyut sampai sekarang.

Aletta menahan dirinya untuk tidak tampak lemah di hadapan kedua wanita ini. Sesuai dengan perintah Amanda tadi malam.

"Ya, gak pernahlah. Lihat aja handphonenya butut-tut-tut! Dasar miskin!" caci Trisya. Dirinya sedikit memundurkan langkahnya saat melihat Aletta yang berdiri dan menghadapnya.

"Kalian ini kenapa, sih? Dari dulu aku selalu diam, gak bisa ngelawan apa pun," ungkap Aletta, "Jangan karna uang, kalian pikir bisa semena-mena terus sama orang yang kekurangan." Sebelum melangkahkan kakinya keluar, Aletta mendekat ke arah Cassandra, "Kalian bisanya berdua aja, 'kan? Salah satu dari kalian pergi, maka mati. Jangan gitu, San, Sya, di atas langit masih ada langit. Udah berapa kepercayaan diri yang kalian renggut?"

Dia pergi, meninggalkan dua gadis yang saling menatap punggungnya lama.

Tahan! Tahan! Dia tidak boleh menangis!
Percayalah, sedari tadi bibirnya sudah sangat bergetar hebat terlebih saat mengatakan kalimat yang sangat susah sebenarnya ia keluarkan. Tapi, mengapa dia bisa meluncurkan kalimat itu dengan lancar? Jangan kira bahwa itu semua tak membuat perang batin pada dirinya tadi.

Gadis itu mengayunkan kakinya begitu saja tak tau arah. Tetapi, saat melihat pintu gudang yang memberi celah sedikit, mengundang rasa penasaran pada dirinya. Kedua kakinya sekarang yang mengambil alih ke mana dia melangkah. Gadis itu mendorong knop pintu dan yang ditangkap oleh kornea matanya, gelap.

ALETTA Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt