2 - Rooftop

1.3K 88 11
                                    

Sudah hampir seminggu Riana menjadi mahasiswi dikampus ini. Dan sudah seminggu ia dekat dengan the most wanted, Joe. Dan sudah seminggu ia menjadi chairmate Nathan, si pendiem belagu.

Riana datang terlalu cepat hari ini. Ia berjalan menyelusuri koridor kampus seraya memeluk erat buku-buku tebalnya.

'Resiko masuk Hukum,' Batinnya, memandang nanar buku yang ia peluk.

Karena belum ada seorang pun dikelas, Riana memutuskan untuk pergi ke Perpustakaan. Tentu saja untuk menumpang tidur. Memang kalian fikir orang kayak Riana akan susah payah membaca buku di Perpustakaan?

"Yah, elo lagi, elo lagi. Bosen tau nggak," Cibir Riana saat mendapatkan seorang Nathan duduk di Perpustakaan, membaca buku tebal yang Riana yakin lebih tebal dari bukunya.

Nathan hanya berdesis bermaksud menyuruh Riana agar tidak berisik. Riana memutar bola matanya, dan tidur dikursi seberang Nathan. Bisa dibilang, mereka berhadapan, dan hanya dihalangi meja.

"Kalo udah mau bel bangunin, ye," Pinta Riana lalu menaruh kepala diatas lipatan tangannya.

Nathan hanya diam. Tetapi, entah kenapa konsentrasi membacanya buyar. Tak jarang ia melirik wajah polos Riana saat tertidur. Berbeda sekali dengan Riana saat sadar, sangar.

***

"Dek, bangun," Ujar seseorang samar-samar tertangkap telinga Riana.

Riana agak mendongakkan kepalanya, dan mengerjapkan matanya berkali-kali.

"Eh?"

"Kalau cabut jangan di Perpustakaan, kantin sono. Nanti malah saya yang dimarahin sama pihak kampus," Cerocos Perpustakawan setengah berbisik.

Riana terkesiap saat sadar Perpustakaan sudah sepi, hanya beberapa orang yang sepertinya sedang tidak ada jam kuliah.

"Hah? Biarin aja sih, belom bel ini," Riana kembali menutup mata.

"Sepertinya bel sudah 25 menit yang lalu, Ariana Serafim, putri dari keluarga Darmara," Ujar seorang wanita dengan nada dingin.

Riana kembali terkesiap dan menatap sumber suara. Bu Venna.

'Mati,' Rutuk Riana dalam hati. Ia berdiri dan mengambil buku-bukunya.

"Maaf saya ketiduran, Bu. Ini.. ini gara-gara Nathan, Bu!" Tuduh Riana semangat. Kalau dipikir, Nathan juga salah. Riana 'kan sudah meminta tolong untuk dibangunkan.

"Coba kita lihat jawaban dari Nathan dikelas," Kata Bu Venna dan melangkah pergi meninggalkan Perpustakaan.

Riana mengikutinya dengan menunduk. Dalam hatinya tak henti mengutuki Nathan yang tidak membangunkannya.

"Sekarang, kenapa kamu tidak memasuki jam pelajaran saya, dan memilih tidur di Perpustakaan?" Tanya Bu Venna tenang namun disertai tatapan tajam.

Riana meringis, "Saya datang terlalu pagi, terus saya ke Perpustakaan aja, Bu, istirahat mata. Saya udah bilang sama si Nathan, bilangin kalo udah bel, eh dianya," Riana tak menyelesaikan pembicaraannya.

Bu Venna menatap Nathan dengan tatapan meminta penjelasan. Dengan tenang Nathan menjawab, "Menurut saya, disini saya nggak salah, Bu. Itu hak saya mau membangunkan dia atau nggak. Lagipula, Perpustakaan didirikan buat baca buku 'kan?"

Bu Venna menaikan tangkai kacamatanya. Gue hanya berdoa, terus berdoa. Pertama, dia masih mau belajar, masih mau mengubah jati dirinya dari masa SMA. Kedua, malu kali kalau harus dihukum kayak anak SD.

"Nathan benar,"

Jyegar!

Bu Venna mendekat, "Kalau kamu bukan anak dari pemilik usaha yang bekerja sama dengan kampus ini, saya tidak akan repot-repot menyusul kamu di Perpustakaan," Bisik Bu Venna dengan tenang namun berhasil mengintimidasi.

"Berhubung Papa kamu menyuruh saya dan dosen lainnya mendidik kamu dengan tegas, saya menghukum kamu menyapu Taman kampus, dan saya akan memberi kamu tugas,"

'Nathan!' Seru Riana dalam hati.

***

"Cape, Mama!" Keluh Riana memanggil Mamanya, seperti biasa kalau saat ia bersusah.

Bel sudah berbunyi sedari 10 menit yang lalu, namun Riana memutuskan untuk tidak pergi kekantin yang sudah pasti sangat penuh.

Riana sudah selesai menyapu taman kampus yang terdapat banyak lembaran daun kering berjatuhan. Hanya sedikit sampah disini, mungkin karena jarang mahasiswa/i berkunjung kesini.

Taman ini memang berada agak terpencil dari kampus. Tepatnya, ada di belakang kampus.

Riana berjalan menaruh sapu digudang taman, lalu tak sengaja Ia melihat sebuah tali menempel pada atap yang mulai kekuningan.

'Jangan-jangan tali pocong, lagi,' Batin Riana mulai aneh. Kulitnya mulai merasa dingin.

Karena penasaran, Riana menarik tali tersebut dengan ketakutan, dan mata memejam. Ia menariknya lalu melangkah mundur dengan cepat, takut terjadi yang tidak diinginkan.

Nyatanya, saat Riana menoleh, tidak ada hantu apapun. Hanyalah sebuah tangga menuju loteng. Ya, tangga yang menempel pada atap. Biasanya dipergunakan untuk menuju loteng rumah.

Riana melangkah pelan menaiki tangga tersebut. Terdengar decitan tangga, setiap kaki Riana melangkah naik.

Riana terpukau saat sudah sampai pada ujung tangga. Ini bukan loteng. Tapi, rooftop. Atap kampus paling atas, tanpa pagar atau pembatas apapun, berbahaya.

Dari sini terlihat semua kegiatan kampus, bahkan jalan raya diluar kampus pun terlihat.

'Kalo malem keren kali, ya,'

"Si- Riana?" Panggil seorang lelaki dengan suara bariton yang dikenali Riana. Nathan.

"Ngapain lo disini?" Tanya Riana tak senang. Riana kembali mengingat penyebab ia harus bersusah payah menyapu Taman.

"Harusnya gue yang nanya gitu," Jawabnya datar. Riana menghembuskan nafas dan menghampiri Nathan, dan duduk bersila disampingnya.

"Lo keatas sini lewat mana?" Tanya Riana.

"Tangga," Jawabnya singkat. Tentu dengan datar. Mungkin, memasang wajah dan nada datar adalah hobi lain Nathan, selain belajar.

"Tangga yang nempel diatap, di gudang?" Riana kembali bertanya, dan hanya dibalas anggukan singkat dari Nathan.

Nathan memperhatikan Riana dari samping, "Cuma gue dan lo yang boleh tau tempat ini, awas lo kasih tau orang lain,"

Riana menoleh, dan sekarang mereka saling tatap. Riana baru menyadari, mata Nathan sangat indah. Mirip dengan mata seorang lelaki yang ia kagumi belakangan ini.

"Lo tau nggak, setelah seminggu jadi chairmate gue, dan hasilnya gue benci setengah cepirit sama lo, baru kali ini lo ngomong lebih dari 3 kata sama gue,"

Alis Nathan bertaut membuat ketampanannya menaik. Hah? Tampan? Yang benar saja. Riana menggelengkan kepalanya.

"Kalo gitu, gue diem aja nih," Ujarnya kali ini tanpa nada sarkastik ataupun dingin, membuat Riana semakin terkejut.

Riana menonjok pelan lengan Nathan yang tidak berpengaruh apa-apa. Sebenarnya, Riana ingin menonjok Nathan sungguhan, namun Riana teringat dengan image Riana yang baru.

"Eh ya, lo kenapa nggak bangunin gue pas di Perpus? Gue jadi dihukum kan! Image gue rusak, nih," Cerocos Riana dengan raut marah.

Nathan menaikan bahunya, "Siapa suruh tidur di Perpus? Setau gue, kalo mau bolos tuh di UKS. Pura-pura sakit,"

Ucapan santai Nathan membuat Riana kembali dengan keterkejutannya, "Tau bandel juga lo?" Cibir Riana, disambut tawa dari Nathan. Tawa pertamanya.

Riana bingung, apa yang terjadi dengan Nathan, namun satu pasti, tawa Nathan begitu mempesona.

Baru update, maaf Giliran ada ide, mood ngetik, eh nggak ada waktu. Giliran udah ada waktu, otak mentok, dan nggak mood ngetik. Author's Problem banget ituu-,-

Diriku pengen UAS nih. Walau nggak yakin bisa ngerjain UAS 'sendiri' tapi Author belajar full! Ini aja ngetik sambil belajar. Kalo diriku ranking 5 besar, diriku dibeliin gitar yamaha ori doain yaaw!

Lopelope dari author

Perfect TwoWhere stories live. Discover now