Part 13

738 58 4
                                    

   "Nggak adaaa ... pokoknya kamu kalah, titik." Arka menyembunyikan remote televisi ke belakang badannya. Mencoba menjauhkan benda itu dari jangkauan sang istri.

Anin merengek dengan wajah yang dibuat seimut mungkin. Tangannya terus berusaha menggapai remote televisi. "Mas main curang, makanya menang. Tak aci, tak aci."

Arka terus tertawa melihat polah sang istri yang begitu menggemaskan. Pun dengan Anin yang sesekali tertawa di tengah rengekannya. Siapa pun yang melihat sorot keduanya, pasti bisa langsung mengatakan jika kedua insan tersebut sudah saling bertaut hatinya. Pancaran cinta yang dilemparkan keduanya tidak bisa ditampik lagi. Begitu mudah Tuhan membolak-balikkan hati manusia. Siapa sangka, keduanya yang dulu tidak saling mengenal, bahkan sempat menentang perjodohan ini, kini malah sudah seperti prangko dan amplop?

Weekend merupakan saat yang selalu dinanti oleh semua orang, termasuklah sepasang suami istri itu yang kesehariannya hampir seluruhnya dihabiskan di luar rumah. Berkutat dengan pekerjaan dan baru bertatap muka pada malam hari. Tentu saja, di saat weekend seperti inilah mereka menghabiskan waktu berdua. Melakukan hal-hal yang menyenangkan dan membuat keduanya semakin saling mengenal satu sama lain. Dan tentunya, membuat benih-benih cinta semakin tumbuh dan mekar dengan subur.

Tangan Arka yang bebas menjawil hidung Anin sampai membuat sang istri meringis dan memelototkan mata galak ke arahnya. "Fitnah itu wahai istriku. Dasarnya aja kamu yang nggak bisa main." Tatapan Arka terlihat meremehkan. Ditambah lagi dengan senyuman miring yang disunggingkannya, membuat Anin kesal dan berujung mengerang sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.

Netra Anin menatap jam yang menggantung di dinding, lalu menghela napas berat. "Mas ... acaranya udah mulai ...." Anin lantas menggoyang lengan Arka yang saat ini malah asik menonton siaran pertandingan badminton sambil mengunyah popcorn yang dibuatkan oleh Bi Atika tadi.

"Kamu kalah sayangku, jadi ... yaa nikmati saja." Arka menatap Anin yang wajahnya kusut. "Mending kamu ikut nonton, seru lho ...." Bukannya merasa bersalah atau kasihan, Arka malah membuat Anin tambah kesal dengan mengajak wanita itu menonton bersamanya.

Anin memalingkan wajahnya. Merajuk. Tangannya kemudian menggapai handphone yang diletakkan di atas meja. Entah apa yang dibuka sang istri, Arka tidak tahu. Laki-laki itu terus fokus menonton.

"Nanti anterin Anin beli barang, ya."

"Mau beli apa emangnya?" tanya Arka tanpa menoleh.

"Televisi."

Mendengar jawaban ringan dari Anin barusan, Arka yang baru saja meminum jus jeruknya langsung tersedak. Sedangkan Anin malah tertawa puas. Berhasil membalaskan dendamnya terhadap sang suami. Namun, meski demikian, Anin tetap mengusap punggung Arka yang kini tengah terbatuk.

"Makanya, minum tuh yang bener," kata Anin tanpa merasa berdosa sedikitpun. Sambil mengusap punggung Arka, ia terus terkikik geli.

Arka menatapnya tajam. "Nakal yaaa ...." Setelah itu, suara tawa kembali menggema. Arka menggelitiki Anin. Sudah tidak berselera lagi menonton. Anin lebih menarik perhatian dibanding tayangan badminton favoritnya.

"Ampun," ucap Anin dengan napas memburu.

Kegiatan mereka yang terlihat seperti anak baru gede itu langsung terhenti ketika Bi Atika menghampiri dan mengatakan jika ada tamu.

"Siapa, Bi?" tanya Arka lebih dulu. Sementara Anin masih berusaha mengatur napas dan merapikan pakaiannya yang jadi berantakan akibat ulah sang suami.

"Den Ardan, Den."

"Eh, udah nyampai tuh bocah? Ya udah Bi, suruh tunggu di ruang tamu aja, ya. Setelah itu, bikinin minum sama bawain sekalian cemilan ke depan, ya."

Bi Atika mengangguk dan kembali lagi ke depan. Menyampaikan pesan dari majikan mudanya.

"Ar--dan ... siapa, Mas?" tanya Anin. Nadanya sedikit ragu dan raut wajahnya pun berubah tegang. Meski berusaha ia tutupi. Dan sepertinya Arka tidak menyadari perubahan raut wajahnya.

"Sepupu aku. Kemarin dia baru pulang dari Swiss sama keluarganya. Yuk!" jelas Arka singkat.

"Yuk?" Anin menatap bingung Arka. Lebih tepatnya, fokus Anin mulai terpecah.

"Iya, ayo ke depan. Masa kamu nggak mau ketemu dan kenalan sama sepupu aku?"

"O--oohh, i--iya ... ayo."

Keduanya lantas beranjak menuju ruang tamu. Menemui sepupu Arka yang katanya baru kembali dari Swiss.

"Masya Allah ... inget pulang juga lo, ya? Kirain gue nggak inget."

Tamu laki-laki bernama Ardan yang tadinya asik bermain smartphone langsung mendongak dan melebarkan senyum. Ia berdiri lantas bersalaman ala laki-laki dengan Arka.

"Yakali nggak ingat," sahut Ardan. "Lo apa kabar, bang?" tanyanya kemudian.

"Baik-baik, alhamdulillah. Lo sendiri gimana?"

Tanpa mereka sadari, di belakang Arka, langkah Anin memaku bahkan saat pertama kali netranya menangkap sosok yang disebut Arka 'sepupu' itu.

"As you see."

"Masih jomblo." cetus Arka yang membuat keduanya tertawa kemudian. "Oh iya, hampir lupa. Nin ...." Arka berbalik, sedikit mengernyit melihat Anin yang berdiri sedikit jauh darinya. Dengan wajah yang pias pula. "Sayang ...."

Anin tersentak dan menatap Arka lama sebelum akhirnya berdehem dan mencoba mengulas senyum sambil berjalan mendekat, meski ragu-ragu.

Di tempatnya, gantian Ardan yang berdiri kaku. "Anin ...." gumamnya.

Arka mengernyit. "Lho? Kalian udah saling kenal?" tanyanya sambil menatap Anin dan Ardan bergantian.

Ardan segera tersadar. "Iya, kita saling kenal. Dulu--"

"Dulu kita kenalan pas acara ulang tahunnya temen Anin." Anin langsung menyela cepat, sebelum Ardan mengatakan apa yang seharusnya tidak laki-laki itu katakan.

Jawaban Anin barusan membuat Arka mangut-mangut mengerti. Beda hal dengan Ardan yang tersenyum sinis.

"Jadi aku nggak perlu ngenalin kalian satu sama lain lagi, kan?"

Anin mengangguk dengan bibir yang melengkungkan senyuman, paksa.

"As you hear. Kita udah saling kenal," sahut Ardan santai. Ia kemudian berjalan kembali ke sofa. Duduk di tempatnya tadi dengan wajah yang mulai ditutupi dengan topeng. Ekspresinya memang terlihat biasa saja. Seperti tidak ada masalah apapun. Tapi, bagi Anin yang pernah mengenalnya lebih dari sekedar nama, tentu tahu arti dari ekspresi tersebut.

"Tante sama Om gimana kabarnya?" tanya Arka.

Bi Atika datang membawa nampan berisi minuman dan cemilan. Menghidangkannya untuk tamu sekaligus majikan. Setelah itu kembali lagi ke dapur.

"Baik," jawab Ardan singkat. "By the way, ternyata Anin yang bikin gue penasaran setengah mati selama ini?"

"Penasaran?" beo Anin yang sedetik kemudian merutuki dirinya dalam hati.

Ardan tersenyum samar. "Iya. Gue penasaran sama istri dari sepupu gue ini. Soalnya, dia sama sekali nggak mau kasih lihat foto lo ataupun pernikahan kalian ke gue sama bokap dan nyokap. Katanya, biar kita lihat langsung pas pulang ke Indonesia," jelas Ardan panjang lebar.

Tidak ada tanggapan serius dari Anin kecuali anggukan kepala dengan mulut yang membulat membentuk 'O', seolah dirinya mengerti.

*****

Sungai Raya Kepulauan, Sabtu,
28 Maret 2020.

Bahtera Cinta (END)Where stories live. Discover now