28. Rapuh

1.1K 57 0
                                    

Kejadian di taman tadi membuatku drop. Hatiku kacau; antara sedih, kecewa, menyesal juga cemburu berkumpul jadi satu.

Sepeninggal Dory, yang kulakukan hanyalah duduk mematung dengan air mata yang terus berlinang, meski bel tanda pelajaran telah dimulai sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, namun aku tidak beranjak dari bangku tempatku duduk itu. Akibatnya aku terlambat memasuki kelas dan mendapat teguran dari guru Kimia--Bu Aida.

"Dari mana saja kamu, Fea? Bel sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, kenapa baru masuk kelas?" tegur Bu Aida dengan nada keras sembari netranya menatapku dengan tajam.

"Maaf, Bu, saya kurang enak badan jadi tadi ke UKS sebentar."

"Kalau memang tidak enak badan, istirahat saja di sana, jangan dipaksa mengikuti pelajaran," ujar Bu Aida.

"Ini sudah mendingan, kok, Bu."

"Ya sudah, sana.. duduk."

Bu Aida kembali menatap ke murid-murid lain. "Yang lain, kembali pada buku materi kalian, kerjakan soal halaman 117."

"Yaaaahhhh," riuh teman-teman sekelasku.

Fiuuhhh, untung aku bisa mencari alasan yang tepat, kalau tidak bisa kena hukuman tadi. Kuhela napas lega sambil berjalan menuju bangku, tak sengaja mataku bersitatap dengan Dory. Tatapannya begitu tajam, dingin, tapi juga menyiratkan rasa kuatir.

Sepanjang jam pelajaran sama sekali aku tidak bisa berkonsentrasi, pikiranku terus kembali pada kejadian tadi pagi. Sikap Dory yang begitu dingin padaku, ditambah lagi Mirna yang kedapatan sedang menemani Dory di taman. Pandai sekali dia mencuri kesempatan, batinku sinis.

"Fe, are you okey?" Alyn menyenggol sikuku.

"Hah? K-kenapa, Lyn?" geragapku. Lamunanku menguap seketika.

"Lo kenapa, sih? Gue perhatiin dari tadi melamun, itu buku materi cuma lo pandangin dengan tatapan kosong, satu pun nggak ada soal yang lo kerjain. Gue curiga, lo nggak bener-bener lagi sakit, kan?"

Tanpa menjawab, pandanganku menyapu ke seluruh kelas, sepi, tinggal beberapa teman saja yang duduk di kelas. "Pada ke mana yang lain?" tanyaku.

"Mereka udah pada kabur ke kantinlah. Ya ampun, Fe! Jangan bilang lo nggak denger bel istirahat tadi?!"

"Udah istirahat, ya?" ulangku dengan tatapan cengoh.

"Kenapa sih, Lo? Heran deh gue sama sikap lo hari ini."

"Tauk, deh. Mendadak moodku hancur, Lyn," jawabku dengan mata menerawang.

"Kebanyakan drama, Lo!"

Tanpa mempedulikan omongan Alyn, aku menelungkupkan wajah ke meja. Rasanya pengin balik ke detik di mana aku belum menginjakkan kaki di klub malam itu. Agar kejadian ini tidak harus kualami; kehilangan kepercayaan dari Dory.

Kenapa dia bisa sedingin itu ke aku? Begitu kecewakah Dory sehingga bersikap demikian.

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berseliweran di kepalaku. Mendadak semuanya menjadi hampa, jiwaku terasa kosong. Lagi-lagi aku tidak kuasa menahan air mata.

"Fe." Alyn menyentuh bahuku yang bergetar karena menangis.

"Lo nangis?" tanya Alyn.

"Kenapa jadi cengeng gini sih, Lo?"

Aku mendongak menatap Alyn "Aku harus gimana supaya Dory mau dengerin penjelasanku dan mau maafin aku?" tanyaku dengan suara bergetar.

Tanpa menjawab, Alyn memelukku dan membiarkan tangisku tumpah dalam pelukannya, membasahi kemeja putihnya.

Sad Boy ✔Where stories live. Discover now