BAB 31 : FIND WAY

233 39 1
                                    

Sedang mencari cara untuk menyelamati orang yang dikasihi agar dia merasa jauh lebih berarti.

YOUR HOME

...

"Akan lebih bahaya jika gue bisa merasakan sesuatu."

Kedua mata bulat Rein menerawang, dipandangnya papan tulis yang dipenuhi dengan coretan spidol berwarna hitam lalu dengan setengah hati menyalinnya ke dalam buku. Melelahkan, sungguh dirinya hanya ingin beristirahat sekarang.

Berhenti berpikir sejenak entah itu istirahat dari pelajaran yang meminta untuk diperhatikan ataupun berhenti memikirkan seseorang yang bahkan orang itu saja belum tentu memikirkan keberadaannya.

Radin...

Selalu saja nama itu yang bertumpuk di kepalanya, setiap ucapan, tingkah laku bahkan pandangan yang panas dingin itu selalu saja membuatnya bingung, dan menyebalkannya lagi adalah dirinya terus saja ingin mencoba mencari tahu serta mendekati laki-laki itu.

Berawal dari perasaan ingin tahu bukan kita dapat menolong seseorang? Setidaknya jika ia tidak bisa membantu maka dirinya bisa menjadi pendengar yang cukup baik untuk Radin.

Mendengur keluh kesah cowok itu, mendengar apa saja hal yang membuat beban bagi cowok itu. Jika Radin melontarkannya dengan umpatan maka itupun sudah membuat Rein merasa sedikit tenang dibandingkan mengetahui fakta bahwa selama sejauh ini Radin tidak dapat merasakan apa-apa.

Radin yang waktu itu menolongnya...

Radin yang waktu itu selalu memerhatikannya dengan erat.

Radin yang selalu melindunginya dan siapa disangka kalau di balik itu ternyata Radin tidak dapat merasakan semuanya, bahkan kehangatan sedikitpun?

Jadi selama cowok itu berada di sini, terlibat dengan dirinya, Dhei dan Dimas, cowok itu menganggapnya semua sebagai apa? Formalitas kah?

Formalitas menolong orang-orang, berbaur dan mencoba berbicara meskipun ala kadarnya. Dan di balik itu Radin selalu merasa sendiri bukan?

Terlalu dingin, bola mata Rein tertunduk dipandanginya catatan di buku dengan sayu lalu memejamkan mata dan berharap agar jam yang menuntutnya untuknya berpikir terlalu dalam ini segera berlalu.

Dan tampaknya keberuntungan berpihak kepadanya hari ini, setelah berhasil menyalin sekitar dua lembar catatan akhirnya musik fur elise berbunyi sebagai pertanda usainya pelajaran dan seluruh siswa diperbolehkan beristirahat.

"Rein!"

Rein menghentikan langkah seketika, menoleh belakang. Suara bass seseorang jelas memanggilnya. Dhei? Untuk kesekian kalinya Rein mengakui suara Dhei tidaklah seberat ini. Radin? Bukankah Rein tidak nelihatnya di hari ini? Bahkan sudah seminggu lebih pemilik bangku belakang itu masih juga kosong.

Dimas? Rein termundur selangkah. Tidak disangka dirinya masih sedikit takut dengan suara bass maupun melihat gaya sahabatnya itu. "Ya Dim?"

Dimas memgembus napas terengah, menatap menekankan. "Lo mau kemana?"

"I... itu, ke perpus."

Dimas mengembus napas lega, cowok itu mengusap bulir keringat di dahi sejenak lalu mencengkram kedua bahu Rein dengan erat. "Bisa urungin niat lo sebentar? Ada banyak hal yang mau gue tanyakan ke lo."

_____

Salah bagi Dhei memutuskan dirinya untuk bersekolah hari ini. Tapi jika tidak begitu siapa orang yang bisa memastikan bahwa dirinya akan menginjak sekolah ini nanti? Tidak ada bukan?

Your Home [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang