BAB 32 : LET ME GO

204 32 1
                                    

Tidak butuh banyak kalimat. Hanya dengan bertanya apakah kamu baik-baik saja sudah berhasil membuatku merasa berharga.

YOUR HOME

...

"Dhei..."

Dimas berjalan cepat, dirinya yang baru saja usai bertemu dengan Rein sontak saja langsung menyusuri setiap koridor sekolah begitu kehadiran salah satu sahabatnya tidak lagi berada di ruangan kelas.

Dhei. Sungguh Dimas tidak pernah percaya bahwa semuanya akan berkebalikan dari masa lalu. Dulu, disaat dirinya menjadi buronan ibu BK dan senantiasa merasa di dalam kesendirian maka Dhei adalah orang yang selalu muncul di hadapannya.

Cengiran, candaan, dan gangguan dari Dhei berhasil membuat dirinya mau tak mau menghadapi Dhei dan masuk ke dalam hubungan yang bernama sahabat. Tapi untuk beberapa hari ini...

Entahlah Dimas tidak mengerti. Untuk beberapa hari ini sepertinya ialah yang harus mengjadapi sikap panas dingin dari sahabatnya itu.

Dhei yang ceria namun tidak ceria kelihatannya...

Dhei yang yang kehidupannya tampak begitu sempurna meskipun pada faktanya banyak ketidaksempurnaan di dalamnya.

Dhei yang begitu kuat meskipun pada faktanya memendam rasa sakit itu dalam-dalam, mencoba menepisnya dan berharap tidak pernah ada.

"Dhei! Woi!"

Ketemu. Secepat mungkin Dimas berlari, menghampiri seseorang yang berjalan tertunduk dengan jaket merah yang menyelimuti tubuhnya. Dimas meraih lengan Dhei lalu meletakkan ke bahu begitu menyadari tubuh itu berjalan sedikit limbung.

Dimas menggertak gigi dengan geram namun menyipitkan kedua mata dengan senang. "Lo kemana aja, Bego. Gue cariin lo daritadi."

Plats!

Nihil, bukan menanggapi ucapan Dimas, kini Dhei menepis tangan yang menepuk sebelah bahunya dengan kuat itu. Masih dengan wajah tertunduk Dhei menggumam pelan. "Gue mau sendiri dulu Dim."

"Sendiri?" Sebelah alis Dimas, terangkat. Tumben? Iya, jika biasanya cowok ini akan marah padanya karena kerap kali ditinggal sendirian maka kini sebaliknya.

Dhei yang sendirian. Perlahan Dimas menggeleng, sungguh tidak cocok.

"Mau ngapain lo?" tanya Dimas heran, sedikit menunduk memerhatikan wajah yang terlihat pucat tersebut. "Ada yang aneh dengan lo, kenapa? Enggak kemasukan sesuatu kan?"

Dhei menggeleng pelan, menurunkan lengannya dari bahu Dimas. "Enggak, gue cuma mau istirahat."

Bukannya menuruti, Dimas berjalan mengekori. Nyaris saja Dhei hampir menabrak seseorang jika Dimas tidak membenarkan arah jalan cowok itu. "Gue bakal ikutin lo, gue ragu kalau lo sendirian. Bisa-bisa lo nabrak orang dan paling parahnya  ping..."

Dhei menoleh, belakang, menatap tajam.

Dimas menelan ludah. Sepertinya ia sedang berbicara dalam suasana yang tidak tepat. "Dhei, ada yang ganggu lo?"

Tak ada jawaban dari Dhei, cowok itu hanya menggertakkan gigi dengan  geram lalu kembali berjalan.

"Lo bukan orang yang bisa mendam semuanya sendirian dan seandainya lo bisa, gue juga enggak berharap lo melakukannya," ucap Dimas, setengah memperbesar volume suara. "Gue disini sahabat lo, bagaimanapun keadaan lo, cerita apapun tetap gue dengar."

Your Home [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang