13| Sky Blue

728 35 0
                                    

"Hallo," Safit mengangkat telephone.

"Nak Safit, tolong sampaikan ke pak guru ya, Ratri gak bisa berangkat sekolah lagi, masih harus dalam perawatan dokter," kata bu Ratmi menjelaskan dengan nada agak gemetar.

"Um iya baik bu, nanti safit sampaikan," ingin sekali dirinya bertanya bagaimana keadaan sahabatnya kali ini, tapi apalah daya, ia takut pertanyaannya membuat ibunya Ratri semakin drop.

"Terimakasih ya nak Safit,"



•••


Sementara Alpi terbangun dari tidur nyenyaknya semalam. Tumben sekali ia bangun sedikit terlambat dari biasanya. Kemudian ia terduduk sebentar, mengucek mata sembabnya, kemudian beranjak.

Lihat cermin itu, matanya sangat sembab, bahkan ada lingkaran hitamnya. Semalam matanya bekerja keras untuk membaca beberapa buku tentang radang selaput otak.

Kenapa? Karena rasa penasarannya di sebabkan oleh sang mantan yang menderita penyakit itu. Sekejab ia menghela nafas, menyapu wajah dengan kedua telapak tangannya. Seperti ada rasa gelisah yang ia rasakan pagi ini.

"Aku sungguh khawatir denganmu," gumamnya sambil melihat jendela yang memancarkan cahaya pagi ini.

Terdiam dalam lamunan, sesegera ia beranjak pergi ke kamar mandi, bersiap membersihkan diri untuk berangkat sekolah. Walaupun tenaganya sedikit lemas pagi ini.

•••

Pukul 06.45

Suasana kelas XII IPS 2 sudah ramai. Mereka sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Safit yang baru berangkat, dan berjalan sambil menundukan wajahnya. Semua pasang mata memandanginya.

"Fit, kenapa lo? Lemes amat," sapa Sinta yang sedang asik menyeruput susu kotak.

Safit menanggapinya dengan gelengan singkat.

"Eh, Ratri belum berangkat lagi?" tanya Tami, ketua ekskul seni.

Safit menggeleng lagi.

Semua diam melihat Safit. Mungkin yang terbesit di otak mereka, bahwa Ratri sekarang yang sedang di rumah sakit sedang tidak baik-baik saja.

Kemudian Sinta si anak k-pop menghampiri Safit yang terduduk di bangkunya. Mengeplak bahu Safit,"fit, lo kenapa?"

Safit hanya menoleh,

Sinta greget dengannya, "gaje amat lu, gimana keadaan Ratri?"

"Aku gak tau," hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Safit, tentu saja Sinta tak puas dengan jawabannya.

Seketika banyak yang mengerumuni Safit. Ia harus siap-siap menjawab pertanyaan yang keluar dari mulut mereka. Bukan dia tidak siap, tapi Safit bingung harus bilang apa. Sedangkan dirinya juga tidak tahu keadaan Ratri saat ini. Yang dia tahu, Ratri sedang dalam perawatan dokter.

"Fit, Ratri gak berangkat lagi?"

"Iya ya?"

"Ratri sakit apasi?"

"Iya ih aku juga penasaran,"

"Kasian Ratri,"

"Bla bla bla.."

Safit menutup telinganya, sesaat ia memejamkan matanya. "Maaf!! Aku bener-bener gak tau keadaan Ratri, kita do'ain aja Ratri cepet sembuh, nanti rencana pulang sekolah aku mau jenguk dia."

"Gue ikut!"

"Gue juga!"

"Gue juga ikut!"

"Enggak bisa! Maap, cukup kalian titip salam aja ya, maaf banget, ini semua demi kebaikan Ratri, di sana gak boleh terlalu banyak yang masuk ke ruangnya," jelas Safit dengan nada lemasnya.

Semua diam,

"Gitu ya, ya oke kita titip salam buat Ratri ya," kata Tami mewakili semua.

Safit mengangguk dengan senyumnya, matanya berbinar, merasakan betapa inginnya mereka bertemu Ratri.

•••

Alpi yang sedang bersandar di tembok belakang sekolah dengan sebotol minuman teh di tangannya. Melihat langit yang begitu cerah dengan warna birunya. Sesekali ia menyeruput teh botolnya. Pandangannya masih terpusat ke langit. Tapi pikirannya, terpusat pada Ratri.

"Gejalanya, kemarin dia menjatuhkan gelas, bahkan dia terjatuh dengan tidak wajar, seseorang yang jatuh pasti berusaha menyangga tubuhnya dengan tangannya, tapi dia sama sekali tidak-"

"Gerakan tubuhnya sudah tidak sinkron dan semakin memburuk, penglihatannya akan kabur, bahkan yang sangat parah bisa lumpuh-"

"Ingatannya juga semakin memburuk, dalam keadaan yang sudah parah atau sudah masuk stadium 4, masa hidupnya sudah tidak panjang lagi, kemungkinan untuk sembuh sangat kecil-"

Ya! Semua isi buku yang semalam ia baca terngiang-ngiang di otaknya.

"Ratri masih 18 tahun," gumamnya kembali. Ia menghela nafas berat. Tiba-tiba ponselnya bergetar, membuka lock screen, ada notifikasi whatsapp dari Hanum.

Hanum : Kak Alpi, ntar pulang sekolah Hanum boleh nebeng gak? Hanum lupa gak bawa uang saku, gak bisa naik bis ntar pulangnya,

Raut muka Alpi langsung mlengos, blagu sekali dia, dia kan hanya pacar pura-puranya. Mungkin itu yang di pikirkan Alpi saat ini.

Replay : gak.

Hanya itu balasan chat Alpi untuk Hanum. Bodo amat Hanum akan kesal padanya. Belum sempat ia mematikan ponselnya tiba-tiba ada notifikasi whatsapp lagi, ia kira Hanum, tapi-

Safit : Pi, Ratri gak berangkat lagi hari ini, aku khawatir sekali, ntar pulang sekolah aku mau jenguk Ratri lagi, mau ikut? Ku ajak Hanum juga.

Membaca isi pesan Safit, Alpi sedikit mengernyitkan alisnya. Apalagi harus membaca nama Hanum di chatnya Safit.

Replay : gak, aku ada urusan.

Alpi menolak ajakan Safit, tapi! Sebenarnya ia pasti akan menjenguk Ratri nanti malam. Bukan nanti sore, apalagi harus sama Hanum, cewek imut nan centil. Mending ia berangkat sendiri dengan tenang, tanpa terganggu dengan celotehan Hanum.

•••

(bersambung...)

____________________________

Slow update ya, sibuk bgt ):

Vote dong, capek nih  ":

USIA 18 [END]Where stories live. Discover now