VI. Baba

721 44 0
                                    

Happy reading guys. Salam cinta dari penulis

Ninda_Rayanti

***

5 Maret 1977. Cashya berucap kecil, senyumnya mengembang bersama lelehan airmata di pipi. Cashya tak pernah tahu bagaimana Tuhan mempertemukan manusia dengan jodoh-jodoh mereka kelak. Yang bisa Cashya mohon saat ini adalah menetapkan Zeka menjadi satu-satunya jodoh untuknya, selamanya.

Panggilan Zeka membawa Cashya kembali ke alam nyata, dari luar Zeka mencari keberadaan Cashya yang menghilang semenjak sarapan tadi. Zeka jadi merasa bersalah, takut sikapnya tadi berlebihan dan membuat Cashya takut padanya.

"Iya, Mas. Sebentar." Cashya buru-buru mengembalikan buku jurnal Serafina di laci nakas, kemudian buru-buru keluar dari kamar Serafina dan Idris. Saat keluar kamar Cashya mendapati Zeka langsung memeluknya, seakan takut jika Cashya pergi dari hidupnya.

"Kamu ke mana aja? Aku pikir kamu pergi karena sifatku tadi. Aku minta maaf." Zeka mengungkapkan apa yang Cashya terka tadi. Zeka takut kehilangannya.

Cashya tersenyum, menyentuh dada bidang Zeka yang tertutup baju piama yang masih ia kenakan. "Mana mungkin aku pergi ninggalin kamu, Mas."

"Ya barangkali kamu sadar kalau yang kamu nikahi itu udah menjelang jadi kakek-kakek." Zeka berujar pelan. Ia menempelkan hidungnya dengan hidung Cashya, sembari tangannya menangkup wajah Cashya.

Cashya memanyunkan bibirnya. "Kalau itu sih aku udah sadar dari dulu, tapi itu nggak akan menjadi alasan untuk aku pergi dari kamu. Cuma aku sebel sama kamu."

Zeka mengerutkan keningnya, sementara bibirnya lagi-lagi tersenyum karena istri mudanya saat ini sedang merajuk. "Sebel, Sebel kenapa?"

"Kamukan udah tua, kenapa nggak ngalah sih Mas. Tetep aja tinggi aku cuma sampe dada kamu, kesel." Cashya masih manyun tidak jelas.

Zeka yang gemas melihat kelakuan Cashya pada akhirnya mencubit gemas hidung Cashya. "Kamu itu ya, kirain sebel kenapa. Kamukan masih sembilan belas tahun, masih ada kemungkinan tinggi lagi. Jadi tenang aja."

Cashya mulai berpikir, ia meletakan telunjuknya di pipi, lagi-lagi membuat Zeka gemas hingga menempelkan hidungnya pada hidung Cashya lagi. "Setelah di pikir-pikir, Cashya nggak mau tinggi deh. Biar Mas Zeka selalu lindungin Cashya terus."

"Sekalipun kamu tinggi, kamu tetap tanggung jawab aku Cashya. Karena kamu istriku." Zeka berucap lagi.

Senyum Cashya menguar, ia saat ini berpikir pasti ibunya akan sangat menyesal jika tahu kalau Zeka adalah lelaki paling sempurna untuk dijadikan suami.

Zeka yang tersenyum tiba-tiba teringat sesuatu, membuat Cashya mengerutkan kening bingung. "Kenapa Mas?"

Tanpa menjawab apapun, Zeka langsung menarik Cashya ke kamar secara lembut. Membuat Cashya semakin bingung. "Kamu ganti baju, aku juga mau ganti baju. Kita ke rutan sekarang menengok Baba kamu."

Seketika Cashya teringat jika ia belum mengunjungi ayahnya. Tanpa mau membantah permintaan Zeka, Cashya langsung segera berganti pakaian.

Usai Cashya dan Zeka siap, mereka langsung menuju rumah tahanan yang di maksud. Perasaan Cashya sendiri menegang, ia belum pernah sekalipun masuk atau bahkan sekedar melihat pelataran sebuah rumah tahanan.

"Shya, kenapa?" Zeka menggenggam tangan Cashya agar mengurangi kegugupan yang istrinya alami.

"Jangan gugup, aku ada di sini. Aku akan hubungi pengacara paling hebat di Jakarta untuk membebaskan Bang Idris, jika tidak bisa bebas setidaknya hukuman Bang Idris bisa di kurangi." Zeka meyakinkan Cashya dengan mengecup punggung tangannya.

Istri Muda Where stories live. Discover now