XXIII. I Miss You

418 27 0
                                    

Happy reading guys. Salam cinta dari penulis

Ninda_Rayanti

***

Gera melihat kondisi Zeka yang hanya bergantung pada alat penyokong kehidupan, ia duduk di kursi yang telah disediakan di sana.

Gera memukul pelan bahu Zeka. "Bro, bangun. Kasian istri lo. Gue sekarang tahu kenapa lo bersikukuh untuk mempertahankan dia, Cashya itu mahasiswa gue dan gue tahu Cashya sama dewasanya seperti Ava di bandingingkan dengan perempuan seusia mereka. Maafin gue ya, Bro. Gue sering ngeledekkin lo punya kembang muda, akhirnya gue sendiri yang kena getahnya. Sama-sama punya kembang muda."

Cashya tersenyum mendengar penuturan Gera, sementara Allova menanggapi dengan senyum tertahan.

Cashya menggenggam tangan Zeka, menciumnya lembut. "Kamu denger sendiri, Mas. Semua oang pengen kamu bangun, ada Pak Gera juga. Kita di sini nungguin Mas Zeka untuk bangun. Apalagi sekarang aku lagi hamil, Mas Zeka nggak mau lihat anak kita tumbuh di perut aku?" Ada banyak hal yang mau aku ceritain ke kamu Mas."

Usai berbincang-bincang sebentar dengan Zeka, walaupun tetap tak mendapat respon apapun dari Zeka. Gera dan Allova memutuskan untuk pamit. Amarra ikut bersama mereka, namun ia tidak berbicara apapun semenjak Gera memutuskan untuk mempertahankan pernikahannya dengan Allova.

Sebelum Allova pulang, ia menarik tangan Cashya dan mengajaknya berbicara berdua. "Om Zeka kan masih koma, aku hamil dan kamu pun hamil. Gimana kalau kita kontrol kandungan bareng? Sekalian bisa sharing bareng mengenai kehamilan."

Air mata Cashya mengalir, ia mengangguk. Jujur ia bersyukur memiliki sahabat dan sekarang ia tahu jika Allova adalah sepupunya.

***

Lima bulan sudah Zeka koma, semua dokter hebat yang rumah sakit itu sarankan satu persatu menyerah dan menyarankan jika semua alat yang berada di tubuh Zeka sebaiknya segera di lepas. Itu artinya Cashya harus ikhlas melepas Zeka.

Cashya tentu saja menolak, ia meraba perutnya yang kini sudah membesar. Ia mengusap lembut rambut Zeka. "Mau sampai kapan, Mas kamu tidur? Kamu nggak mau lihat anak ini tumbuh? Kamu nggak mau liat tubuh seksi aku yang lagi ngelukis di balik kanvas? Bangun Mas. Aku masih nunggu kamu."

Air mata Cashya yang sudah lama tidak menetes karena di paksa kuat kini mengalir lagi, ketakutan untuk kehilangan Zeka semakin kental terasa. Tak sengaja menetes di pipi Zeka yang masih dalam keadaan koma.

"Shya." Allova memanggil setelah Cashya keluar dari ruang ICU.

"Bukankah sebaiknya kita mengikuti saran dokter untuk mengikhlaskan Om Zeka? Aku tahu ini berat buat kamu, tapi Om Zeka juga kasian, Shya. Hidupnya terkatung-katung, hidup tak mau dan mati tak segan." Allova memeluk Cashya yang kembali menumpahkan air matanya.

Cashya menangis karena apa yang Allova ucapkan benar, mungkin sifat pemaksanya itu yang telah menyiksa Zeka selama ini. Itu tandanya pilihan terakhir Cashya adalah melepaskan Zeka, mengikhlaskan Zeka berpulang.

Hari demi hari berlalu, hari ini tiba setelah hari di mana Allova menyarankan Cashya untuk melepas alat-alat yang menyokong kehidupan Zeka. Di hadapan Cashya saat ini terdapat sebuah surat persetujuan pelepasan alat Zeka.

Cashya hampir saja ragu, tapi ini semua untuk kebahagiaan Zeka. Agar Zeka tidak menderita lagi. Allova menyentuh bahu Cashya, menguatkan Cashya untuk segera memberi tindakan.

Saat Cashya sudah hampir menandatangani surat itu, monitor detak jantung Zeka menampilkan grafik garis lurus. Pulpen yang Cashya pegang beserta berkas tersebut terjatuh, air matanya mengalir. Ia segera mendekati kaca yang menembus langsung dengan ICU tempat Zeka di rawat.

Istri Muda Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin