Part 19

6.2K 290 3
                                    

Devian melajukan mobilnya menuju club milik Dion. Sesampainya di club, Devian langsung memesan vodka pada Dion.

"Waduh, masalah lagi nih. Gue gak mau kasih lo vodka, udah cukup gue disangka gay kemaren waktu membopong lo ke hotel"

"Gue lagi gak minat bercanda, kalo lo gak mau ngasih gue vodka sekarang, gue akan ke tempat lain aja"

Devian baru saja akan berdiri, tetapi bahunya ditahan oleh Dion.

"Oke oke gue kasih lo vodka, lebih ribet kalo gue mesti jemput lo di club lain. Tapi sebelumnya gue minta alamat rumah lo, gue gak mau bawa lo ke hotel lagi"

"Gak usah anter gue ke rumah orang tua gue, gue males di tanya-tanya nanti"

"Terus kalo lo mabuk ntar gue bakal nganterin lo kemana?"

"Terserah lo, cepat bawain aja vodkanya!"

Dion menggelengkan kepala dan segera memberikan gelas kosong dan sebotol vodka pada Devian. Dion terkejut karena bukan menuangkannya pada gelas, Devian justru langsung meminum vodka dari botolnya.

"Woi woi santai bro, bukannya mabuk, malah mati lo bisa-bisa kalau minum kayak gitu"

Dion menahan tangan Devian yang terus menenggak sebotol vodka layaknya air putih.

Devian mengerjapkan matanya, tubuhnya terasa sangat panas dan kepalanya begitu pening karena setengah botol vodka berhasil masuk ke dalam tubuhnya.

"Cuma ini yang bisa buat gue lupa sejenak"

Dion menggelengkan kepalanya.

"Gila ya kapan kelarnya sih masalah rumah tangga lo, apa lagi masalahnya kali ini?"

Dion sebenarnya tidak tertarik dengan masalah rumah tangga Devian. Namun ia merasa iba dengan keadaan temannya saat ini, ia benar-benar ingin membantu agar masalah Devian dan istrinya segera selesai sehingga ia tidak perlu merasa begitu frustasi seperti ini.

"Dia benar-benar benci gue Dion... Dia bahkan udah nemuin pengganti gue disaat dia lagi mengandung anak gue! Parahnya lagi, dia bilang bahwa dia hamil dari pria bajingan itu! Tapi gue yakin kalau itu anak gue Dion!"

"Wow makin parah aja masalah rumah tangga lo"

"Gue gak terima Dion, gue gak terima! Melihat interaksi mereka berdua, buat gue marah! Apalagi kalau gue ngebayangin bajingan itu tidur sama istri gue yang lagi mengandung anak gue! Rasanya pengen gue bunuh bajingan itu!"

"Tenang bro, lo gak boleh gegabah. Emangnya lo liat langsung istri lo tidur dengan pria itu?"

Devian menatap Dion dan menggelengkan kepalanya.

"Belum tentu kan, mending lo cari tahu dulu"

Devian menundukkan kepalanya.

"Tapi gue udah bilang kalau gue bakal menjauh dari dia..."

"Lah lo udah nyerah sama istri lo?"

"Gue juga gak mau nyerah Dion, tapi apa yang bisa gue lakuin kalau dia udah bener-bener nemuin pengganti gue?"

"Emangnya siapa sih pria yang katanya pengganti lo itu? Lo kenal?"

"Gue gak kenal, tapi dia teman SMA istri gue"

"Wah cinta lama belum kelar nih jangan-jangan"

Devian menatap Dion dengan tajam.

"Hehe maaf bro gue bercanda"

Devian kembali menenggak vodka dihadapannya.

"Belum tentu itu pengganti lo bro, mungkin dia emang pure temen istri lo"

Devian menggenggam erat botol vodka yang dipegangnya.

"Tapi dia mengiyakan ketika istri gue bilang bahwa itu adalah anak dia!"

"Mungkin dia udah kerja sama dengan istri lo untuk bohongin lo"

"Ya, gue juga berpikir seperti itu"

"Terus kenapa lo tetap memilih untuk menyerah"

"Gue kebawa emosi Dion"

Dion menghela napas.

"Jujur gue gak tahu rasanya di posisi lo, ya lo tahu sendiri gue gak pernah berada di posisi itu"

Dion menarik napas dan melanjutkan.

"Tapi sebagai teman lo, gue bakal bantu sebisa gue. Saran yang bisa gue kasih, lo harus pastiin apakah hubungan istri lo dan pria itu beneran hubungan asmara atau sekedar teman. Setelah itu lo baru bisa ambil keputusan apakah lo akan memperjuangkan istri lo atau benar-benar berpisah dari dia"

Devian mengangguk, dia hampir tidak sadar karena pengaruh alkohol sehingga apa yang dikatakan oleh Dion tidak ia resapi dengan baik.

Devian kembali menenggak vodka yang tersisa di dalam botol hingga habis, beberapa saat kemudian ia tak sadarkan diri.

Dion menggelengkan kepalanya, ia memanggil salah satu karyawannya dan menitipkan club pada karyawannya tersebut.

"Niat lo kesini cuma melampiaskan emosi dengan mabuk, bukan mendengar saran dari gue kan. Nyusahin deh lo"

Dion membopong Devian memasuki mobilnya.

"Gue punya ide cemerlang nih, ya semoga aja bisa bikin hubungan lo dan istri lo jadi lebih baik"

Dion melajukan mobilnya, beberapa saat kemudian ia telah sampai pada tujuannya. Ia mengetuk pintu dan dibukakan oleh asisten rumah tangga di rumah tersebut.

"Malam bi, bisa panggilkan tuan rumahnya?"

"Oh, sebentar"

Asisten rumah tangga tersebut terkejut melihat Dion membopong Devian yang terlihat tidak sadarkan diri, ia lalu bergegas memanggil pemilik rumah.

"Maaf ada yang bisa saya bantu? Ya ampun Devian! Apa yang terjadi?"

Ternyata Dion mengantarkan Devian ke rumah Kanaya.

"Maaf Kanaya, suami kamu mabuk berat dan untung saya masih ingat alamat rumah kamu hehe"

"Oh iya, terima kasih sudah mengantarkan, boleh tolong dibawa ke kamar?"

"Oke saya bawa ke kamar ya, di atas kan?"

Kanaya menjawabnya dengan anggukan.

Dion membopong Devian ke lantai dua dengan bersusah payah, Kanaya mengikuti mereka dari belakang. Sesampainya di kamar, Dion langsung membaringkan tubuh Devian ke atas kasur.

"Sekali lagi terima kasih sudah mengantarkan Devian"

"Tidak masalah Kanaya, kalau gitu saya permisi dulu ya"

Kanaya kembali menganggukkan kepalanya. Ia lalu berjalan ke arah Devian dan melepaskan sepatunya. Kanaya membuka baju Devian yang berbau alkohol, lalu membersihkan tubuhnya dengan handuk hangat. Kemudian ia memakaikan kaos milik ayahnya pada Devian. Selanjutnya Kanaya membuka celana panjang Devian, menyisakan boxernya dan segera menyelimuti tubuh Devian.

Dion masih mengintip di balik pintu kamar, ia menyaksikan apa yang baru saja dilakukan oleh Kanaya, lalu ia tersenyum dan mulai berjalan menuruni tangga.

Kanaya masih menatap Devian, ia mulai berpikir mengapa Devian sampai se-mabuk ini, apa Devian benar-benar sakit hati dengan ucapannya tadi? Apa Devian benar-benar merasa cemburu? Jika iya, apa mungkin Devian memang mencintainya dengan tulus?

Kanaya lalu menutup mata sejenak.

Tidak Kanaya, bagaimanapun Devian dan keluarganya sejak awal berniat memanfaatkanmu.

Kanaya menghela napas dan langsung berbalik menuju kamar orangtuanya yang ia tempati saat ini.

HONESTY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang