Part 31

9.1K 330 0
                                    

Enam bulan telah berlalu.

Devian masih dalam keadaan koma. Kanaya masih setia menemani Devian setiap harinya. Saat ini ia telah hamil besar dan menunggu waktu kelahiran anak pertama mereka.

"Sayang, kehamilan aku sudah berjalan sembilan bulan. Aku lagi menunggu hari untuk kelahiran anak kita. Kamu gak mau bangun dan menemani aku persalinan? Aku rindu kamu Devian... Tolong, bangun..."

Kanaya menangis di samping Devian yang masih terbaring koma.
Tiba-tiba Kanaya mengalami kontraksi, ia segera memanggil suster.

Kanaya menjalani persalinan tanpa kehadiran Devian di sampingnya. Beruntung ia berhasil melahirkan didampingi oleh mama Devian.

Mama Devian sedang menggendong cucunya. Ia tersenyum menatap cucunya yang sedang terlelap tidur. Kemudian ia mengalihkan tatapannya pada Kanaya yang baru selesai menyusui anaknya.

"Kamu sudah memikirkan nama untuk cucu mama ini nak?"

Kanaya tersenyum.

"Aku menunggu Devian yang nanti akan memberikannya nama ma"

Mama Devian terdiam lalu berbicara dengan terbata.

"Ta... Tapi kita tidak tahu kapan Devian akan bangun... Apa tidak sebaiknya..."

Kanaya mengelus tangan mama Devian yang sedang menggendong anaknya.

"Kanaya yakin sebentar lagi Devian akan bangun ma, Devian sangat ingin bertemu dengan anaknya. Pasti dia akan bangun untuk melihat anaknya yang telah lahir"

Mama Devian menarik napas dan tersenyum hangat.

"Semoga ya Nay, kita sama-sama berdoa"

"Aamiin ma"

Dua hari setelah melahirkan, Kanaya merasa telah cukup pulih, sehingga ia tidak lagi di rawat.

Kanaya masuk ke dalam ruang rawat Devian. Ia sangat ingin membawa anak mereka, namun tidak diizinkan oleh suster, sehingga anak mereka menunggu di luar ruangan bersama mama Devian.

"Sayang, anak kita telah lahir. Ia sangat sehat dan menggemaskan. Tapi ia belum memiliki nama, aku menunggumu sayang, aku tahu kamu sangat ingin bertemu dengannya. Bangun yuk, temui anak kita dan berikan nama untuk dia"

Kanaya mengusap wajah Devian, bersamaan dengan itu anak mereka menangis kencang hingga terdengar sampai ke dalam ruang rawat Devian.

Kanaya terkejut, ia baru saja akan keluar. Namun ia mendapati Devian mulai menggerakkan kelopak matanya.

"Sayang! Devian! Kamu sudah sadar??"

Kanaya menangis terharu.

"Kamu pasti sangat ingin bertemu anak kita kan... Terimakasih Tuhan... Tunggu sayang, aku akan panggilkan dokter"

Kanaya segera keluar dan memanggil dokter.

Ketika dokter masuk, Devian mulai membuka kelopak matanya. Devian telah sadar dari komanya. Dokter memeriksa tubuh Devian lalu mencoba mengajak Devian berbicara.

"Bapak Devian, apa yang bapak rasakan saat ini?"

Sudah lama tidak menggunakan pita suaranya untuk berbicara membuat Devian sedikit terbata untuk mulai mengeluarkan suara. Namun ia cukup sadar untuk mengetahui bahwa dirinya saat ini sedang berada di rumah sakit.

"Sa... Saya kenapa dok?"

"Bapak mengalami kecelakaan dan sempat koma. Syukurlah bapak telah sadar"

Devian cukup terkejut, karena ia tidak mengingat kejadian apa yang menimpanya enam bulan lalu.

"Istri dan orang tua saya mana dok?"

"Mereka menunggu di luar, saya akan melakukan beberapa pemeriksaan, jika telah selesai, maka keluarga bapak akan menemui bapak segera"

Devian mengangguk.

Dokter kembali memeriksa, melihat semuanya kembali normal, dokter segera mencabut kabel yang menempel di tubuh Devian.

Kemudian ia keluar dan mengizinkan keluarga Devian untuk memasuki ruang rawat Devian.

Kanaya meminta izin membawa serta bayinya karena ia tahu kehadiran bayinyalah yang menguatkan Devian untuk segera bangun dari komanya.

"Baiklah, tapi untuk bayinya tolong jangan terlalu lama ya. Bagaimanapun Bapak Devian baru sadar dari koma dan bayi ibu juga baru saja lahir"

"Baik dok, yang penting suami saya bisa melihat langsung anaknya telah lahir. Saya yakin hal ini akan membuatnya cepat pulih"

Dokter mengangguk dan pamit pergi.

Orang tua Kanaya telah masuk ke dalam ruang rawat Devian terlebih dahulu ketika Kanaya menanyakan tentang bayinya.

"Devian... mama sangat senang akhirnya kamu bangun nak... Terima kasih Tuhan, terima kasih nak"

Mama Devian memeluk Devian.

"Sudah berapa lama Devian koma ma?"

"Enam bulan nak..."

Devian berusaha memeluk mamanya dengan erat, ketika itu ia melihat Kanaya yang baru saja masuk dan sedang menggendong bayi mulai mendekatinya.

"Kanaya... Itu..."

"Hai Papa Devian, ini anak kita. Baru saja lahir dua hari yang lalu"

Kanaya tak kuasa menahan tangisannya.

Devian menatap Kanaya lalu berpindah pada bayi mereka.

"Dia laki-laki?"

Kanaya mengangguk sambil menangis terharu.

"Siapa namanya..."

"Ia belum memiliki nama, aku menunggumu untuk memberikan nama padanya"

Devian terdiam sejenak lalu tersenyum.

"Alexander Wijaya. Itu nama yang aku pikirkan semenjak kamu hamil"

"Nama yang bagus..."

Kanaya dan Devian saling tersenyum.

Devian mencium kening anak mereka dan mengusap pipinya. Lalu ia beralih menatap Kanaya.

"A... Aku boleh memeluk kamu Nay?"

"Kenapa minta izin Vi, kamu kan suami aku"

Devian langsung memeluk Kanaya bersama anak mereka yang berada di dalam gendongan Kanaya.

"Aku sangat senang bisa sadar. Maaf karena aku terlalu lama membiarkan kalian"

"Tidak mengapa papa Devian, kami sangat bersyukur akhirnya papa sadar. Sampai kapan pun kami akan selalu menunggu papa"

Devian sangat senang mendengar apa yang baru saja Kanaya katakan. Devian melepaskan pelukan mereka, memindahkan tangannya ke bahu Kanaya, lalu ia mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Kanaya.

"Ehm Devian, sesi ciumnya nanti dulu ya. Kasian anak kamu itu, nanti gak bisa napas. Ditambah lagi, kamu udah enam bulan gak mandi dan gosok gigi, bisa pingsan Kanaya nanti"

Mama Devian menginterupsi apa yang baru saja akan Devian lakukan pada Kanaya.

Devian langsung menjauhkan wajahnya dari Kanaya dan menggaruk lehernya yang tidak gatal. Kanaya tersipu malu dan memilih menatap anaknya.

"Hehe maaf ma, hampir kelepasan"

Mama Devian menyipitkan mata pada Devian lalu menggelengkan kepala.

"Yaudah kamu istirahat dulu ya, biar sembuh total. Setelah pulih, kamu bisa menghabiskan waktu dengan istri dan anak kamu"

"Tapi aku masih kangen ma..."

Devian merajuk seperti anak kecil.

"Simpan dulu kangennya, kamu harus pulih. Kamu gak mau kan tiba-tiba drop lalu membiarkan istri dan anak kamu selama berbulan-bulan lagi?"

Devian bergidik ngeri mendengar perkataan mamanya.

"I..iya ma! Siap! Aku akan istirahat supaya bisa pulih secara total"

"Oke kami keluar dulu ya, sebentar lagi suster akan memberikan kamu obat"

HONESTY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang