Plate 5·2

241 33 0
                                    

Keesokan paginya, aku harus kembali berhadapan dengan sekumpulan reporter yang mulai memenuhi pintu depan gedung apartemen ini. Para security pun terlihat kewalahan menahan pintu agar tidak dapat dilalui oleh para reporter itu.

Tidak punya pilihan, aku meminta mereka untuk membuka pintu. Para reporter pun mulai menyerbuku, aku hanya dapat menundukkan kepalaku sambil berusaha berjalan melalui mereka. Akibat terlalu banyak orang yang mengerumuniku, aku kehilangan keseimbanganku.

Tapi, aku tidak merasakan tajamnya aspal melainkan tubuh seorang pria. Aku mengangkat wajahku untuk melihat sosok pria itu. Di balik topi hitam yang menutupinya, aku dapat melihat wajah yang familiar. Ia memegang kedua sisi lenganku dan membawaku berjalan melewati reporter tersebut dengan cepat hingga kami tiba di tempat aku memarkir mobilku. Untung saja para reporter tersebut sudah sempat terhalangi oleh jumlah security yang lebih banyak sehingga mereka berhenti mengikuti kami.

Keenan membuka topinya dengan perlahan dan tetap memegang kedua lenganku sambil melihat ke sekelilingnya.

"Lo gapapa kan?" tanyanya dengan tatapan penuh khawatir.

Aku terdiam sambil membalas tatapannya. Aku mengambil beberapa langkah maju dan memeluknya dengan erat.

"Jangan ngomong apa-apa, sebentar aja" ucapku.

Keenan mengangkat kedua tangannya dan membalas pelukanku. Tangannya meraih punggungku dan menepuknya dengan perlahan.

***

"Udah sampe" ucap Keenan setelah memarkir mobilku pada basement gedung perusahaanku.

Aku membuka pintu mobilku dan melangkah keluar.

"Thank you. Kalau bukan karena lo, gue ga akan bisa sampai di sini" ucapku sambil menatap Keenan yang berdiri di hadapanku.

Keenan menundukkan tubuhnya, menyesuaikan tatapannya denganku.

"Hey, jangan terlalu banyak dipikirin okay? Fokus sama hal yang bisa membawa lo ke tempat yang lebih tinggi, bukan terhadap hal yang justru dapat menjatuhkan lo"

Aku mengangguk pelan dan melangkah ke dalam pintu masuk.

"Gimana? Hasilnya udah keluar?"

Marcella menggelengkan kepalanya.

"Amanda bilang, kali ini ga segampang itu. Identitasnya benar-benar ditutup rapat-rapat"

Aku bersandar pada bangku kerjaku dan menatap langit-langit yang kosong.

"Karin... gapapa?" tanya Bram kepada Keenan yang terus-terusan mengaduk sup nya dari tadi.

"Ya gitu deh" balas Keenan.

"Oh ya, lo udah cek stok kita?"

"Belum"

"Kalau gitu, biar gue yang cek aja" Bram berdiri dari tempat duduknya sambil membawa mangkuk yang sudah kosong.

Setelah selesai memeriksa stok daging yang tersisa, ia berjalan keluar dari restoran sambil membawa sekotak botol kaca yang sudah kosong dan meletakannya di tempat pembuangan.

"Eh sorry, sorry" ucap seorang perempuan yang tidak sengaja menabrak Bram.

"Loh, Helen?" meskipun perempuan itu sedang mengenakan kacamata hitam, Bram tau betul bahwa itu adalah Helen.

"Lo ngapain di sini?" tanya Bram.

"Ngobrolnya bisa nanti aja ga? Sekarang tolongin gue dulu"

Bram melihat sekelompok wartawan yang mulai terlihat dari kejauhan. Ia pun menarik lengan Helen sambil membawanya masuk ke dalam restoran melalui pintu belakang.

MaisonWhere stories live. Discover now