Hari ini adalah hari pernikahan Wulan, tak ada rasa yang bisa mewakili rasa kebahagian dikeluarga Sanjaya. Mama sangat begitu bahagia akhirnya anak-anaknya menemukan pasangan hidup yang bisa merawat dan menjaga anak-anaknya.
Resepsi pernikahan Wulan hanya diadakan di rumah. Hanya orang-orang terdekat saja yang diundang.
Semua dilakukan karena memang keinginan Doni. Dia ingin semua biaya dia yang menanggung, dan itu sesuia dengan kemampuannya. kita menghargai keputusannya.Bapak dan Ibuku juga salah satu tamu undangan yang datang. Aku sempat meminta dan memohon sama Ibu untuk Menginap dan tinggal sampai aku melahirkan, tapi Ibu menolakku.
Aku sempat melihat Ibu minta maaf sama Mas Jaya, beliau juga sempat menangis. Terlebih pada saat saat Ibu tau kalau Mas Jaya membelikan Mas Wisnu sebuah rumah.
Mas Jaya pernah menawarkan untuk Mas Wisnu berhenti bekerja di pabrik dan bekerja diperusahaan, tapi aku tolak. Dia harus bisa berdiri diatas kakinya sendiri, karena dia laki-laki. Itu alasan yang kuberikan padanya.
Rencana rumahku yang akan diberikan pada Mas Wisnu batal, entah kenapa hatiku lebih memilih Tante Maya menempatinya.
Kamar yang pernah kutempati tetap dijadikan kamar tamu, khusus untukku.Melihat Mama memperlakukanku sangat baik, seringnya dia mencium kepalaku kalau aku merasakan mulai tidak nyaman dengan kehamilanku, membuat Bapak senang, tapi itu membuat Ibu menjadi tidak nyaman.
Ibu merasa dia sudah gagal menjadi Ibu buatku. Kerana alasan malu
dia tidak mau menginap di tempatku.
Dengan Ibu aku hanya berpesan, mulai hari ini dan kedepannya rawatlah Bapak secara baik, setidaknya perhatikan makannya.Sebelum Bapak pulang, aku sempat duduk dengan Bapak sedikit menjauh dari acaranya Wulan.
"Kamu sudah menemukan tempat yang tepat Nduk, Bapak senang kamu hidup dengan orang-orang yang menyayangimu."
Ucap Bapak dikala aku duduk disebelahnya, dan menyandarkan kepalaku dibahunya."Waktu ulang tahun kamu kemarin Bapak nggak kasih kamu kado ya, kamu mau minta apa dari Bapak?"
"Nggak ada, cuma minta Bapak sehat aja. Pak, minta tolong, boneka-boneka yang di rumah, tolong cucikan ke loundry, terus bungkus yang rapi. Itu nanti untuk cucu Bapak."
"Memangnya kamu sudah tau, jenis kelamin anakmu?" Tanya Bapak.
"Udah, kata dokter, perempuan. Aku merahasiakannya dari semua orang, kecuali Bapak. Aku mau Bapak orang pertama yang tau."
Selama aku duduk dengan Bapak, dia banyak menceritakan masa kecilku. Kata Bapak, aku memang nggak pernah berkata kasar pada Ibu, tapi aku sering menjahilin ibu. Aku ingat waktu Ibu buat cake untuk ulang tahun Mas Wisnu, padahal satu hari sebelumnya aku minta uang untuk benerin ban sepedaku, sementara waktu itu Bapak ada tugas ke daerah.
Ibu malah menyuruh aku pergi sekolah jalan kaki saja, dan untuk perayaan ulangtahun Mas Wisnu uang jajankupun udah jadi korban. Kue yang sempat Ibu buat, aku potongin kecil-kecil, dan kubungkus dalam cup, lalu aku jual dengan teman-temanku dipengajian.
Uangnya aku pakai buat benerin sepedaku nanti. Waktu aku potongin kue itu, Ibu lagi ke pasar.Sehabis aku pulang ngaji, aku lihat Ibu di rumah lagi marah-marah.
Sampai seminggu kesalnya Ibu nggak hilang. pada saat Bapak pulang, aku meminta Bapak mengantarkanku untuk memperbaiki sepeda.Uang dari hasil jualan kue kala itu, tidak langsung serta merta kupakai untuk memperbaiki sepeda, takut Ibuku curiga. Dengan Bapak, aku menceritakan kejadian Ibu marah-marah karena kehilangan kue anak kesayangannya.
Aku sangka waktu itu Bapak akan memarahiku, karena dia sempat membesarkan matanya pada saat aku mengatakan hal itu. Tapi dengan langsung melihat senyumnya aku jadi lebih lega. Jika kuingat waktu itu aku jadi senyum sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU
RomansaZahra Anggraini seorang wanita yang masih sangat belia. Dia baru saja menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam benaknya akan menikah diusia yang sangat muda. Menikah dengan Heru Sanjaya, pria muda yang...