BAB 9. Manusia Tetaplah Manusia

11.8K 1K 471
                                    

Hola Yorobundil 3268 kata menyapa

Jangan lupa untuk support author dengan cara vote dan komen (Beneran gampang banget lho guys, kenapa kayaknya susah banget yaah. Padahal bacanya gratiss, aku mikir idenya hampir nangiss, wkwk)

Kalian bisa membaca versi Alternative Universe-nya (AU) di twitter imradiobodol

selamat membaca

BAB 9. Manusia Tetaplah Manusia

"Seperti daun yang ditakdirkan untuk tumbuh, seikhlas itu aku siap meluruh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seperti daun yang ditakdirkan untuk tumbuh, seikhlas itu aku siap meluruh. Tak bisa kupilih di mana tempatku berlabuh selain siap untuk bertaruh melawan angin yang menerbangkanku sampai bertemu aku, pada muaraku."

*

*

*

Hampir tengah malam, jakarta masih saja ramai. Tapi padatnya kendaraan tak sepadat pagi ketika semua hendak bekerja ataupun bersekolah. Padat jalanan malam ini masih bisa termaafkan sebab tak begitu sesak sampai mobil harus berhenti cukup lama untuk mengurai kemacetan di depannya. Samahita membawa kendaraan dengan kecepatan sedang. Gedung-gedung pencakar langit dan lampu-lampu mengerlip menjadi panorama yang membakar lelah dan sisa mual dalam perut Zivana. Entah mantra apa yang dirapal Samahita untuknya sehingga dengan duduk diam mengendarai mobil membuat Zivana merasa aman dan damai di sebelahnya.

"Kita mampir mengambil pesanan kue untuk Cahyono dulu," beritahu Samahita sambil mencari area kosong guna memarkirkan mobilnya.

Zivana membuntuti Samahita masuk ke dalam toko kue sederhana yang buka 24 jam. Matanya disambut dengan kue-kue ulang tahun yang mengisi etalase. Sambil menunggu Samahita membayar pesanannya di kasir, Zivana menelusuri satu-satu kue itu dengan matanya yang penuh binar hingga tenggelam dia dalam sebuah kenang yang sekarang masih menggenang.

"Kamu itu anak orang miskin, tidak usah pakai dirayakan segala ulang tahunnya. Apa kamu tidak ingat, gara-gara kamu ayah masuk penjara?!"

"Lagian apa spesialnya kamu sampai harus dirayakan segala?!"

"Lebih baik kerja sana, tidak ada nyanyian, tiup lilin, potong kue!!!" Ibu melempar kue berukuran kecil sampai berserakan di lantai. Biasanya ayah akan membelikannya kue dan hadiah kecil, mereka akan bernyanyi dan meniup lilinnya bersama-sama dengan Genta. Tapi di umur 10 tahun dia harus merayakan pergantian usia sendirian sebab ayah tak bisa lagi membersamai lantaran mendekam dalam penjara. Genta yang dulu hangat menjadi sosok temperamental yang sering menyiksa dan mengutuk keberadaannya.

"Gara-gara kamu hidup kami hancur!!! Dasar pembawa sial!!!! Anak tidak tahu diri!!!"

Kendati demikian, Zivana tetap tak boleh lupa jika ibu dan Genta pernah begitu baik padanya—ibu pernah sesekali membelikannya jajan ketika melipir ke pasar, Genta pernah pasang badan jika ada teman-teman yang membulinya waktu duduk di bangku sekolah dasar. Mereka menjadi jahat semenjak ayah mendekam dalam penjara. Zivana memakluminya. Entah siapa yang pernah membisikan ini pada Zivana, "Tetaplah menjadi manusia baik. Karena yang baik akan mendatangkan yang baik-baik pula." Berkat kalimat itulah sampai sekarang Zivana tak pernah benar-benar membenci ibu dan kakaknya. Zivana tahu bahwa ucapan-ucapan sarkas yang kadang dilontarkan keduanya adalah wujud pelampiasan emosi, bukan dibenarkan untuknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YuanfenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang