Question

118 24 13
                                    

Lagi dan lagi Eiza hanya bisa curhat kepada Mingyu. Keduanya sedang berada di cafè tidak jauh dari Kosan 17. Sejak kejadian di malam itu, di otak Eiza timbul banyak pertanyaan soal perasaan Jihoon. Bukan ke Vernon, karena makin hari, pria itu makin jelas menunjukkan ketertarikannya kepada Eiza.

Tapi Jihoon berbeda.

"Aku nggak bisa menyangkal kalau anak itu emang agak perhatian sama kamu akhir-akhir ini, sih, Za." Ujar Mingyu sembari menyeruput minumannya.

"Kannn... bikin aku galau." Lirih Eiza tidak bersemangat.

"Anak itu suka ngajak kamu ke kamarnya?"

Eiza mengangguk, "Kadang bantuin dia nyocokin nada. Katanya telinga aku bagus, padahal boro-boro dengerin lagu, Gyu."

"Hm... menarik. Ga semua orang bisa masuk ke kamarnya." Respon Mingyu membuat hati Eiza berbunga-bunga.

Siapa yang tidak berbunga-bunga kalau tahu dirinya menjadi salah satu orang spesial yang bisa mengunjungi kamar Jihoon?

"Aku takut, Mingyu." Eiza mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. Kepalanya pusing bukan karena pekerjaan, melainkan ketakutannya yang sudah mulai terlalu berharap dengan sosok Jihoon.

"Yaudah, kamu jalanin aja dulu. Jangan berharap terlalu tinggi." Balas pria yang tengah mengenakan sweater biru navy itu.

Eiza mengembuskan napas. "Masalahnya harapan itu muncul tanpa aku sadari."

"Makanya kamu harus atur gimana caranya untuk chill. Pakai logika kamu."

"Susah."

Mingyu frustasi mendengarnya. Ia sampai mengacak rambutnya karena memang ngomong sama perempuan itu lebih sulit dibandingkan dengan pria. Perempuan suka berputar-putar kalau sedang curhat, beda dengan pria yang langsung to the point.

"Jadi kamu maunya apa?"

"Maunya ga dideketin siapa-siapa." Jawab Eiza sembari meringis. Ia mengendapkan wajahnya pada kedua telapak tangannya, mencoba berpikir jernih.

"Ya, gimana. Anda sekarang primadona di Kosan 17. Pakai dukun yang mana, sih?"

"Heh! Omongan!"

"Sorry hehehe. Canda Eizaaa." Kata Mingyu gemes. Eiza paham itu tapi balutan benang di kepalanya belum lurus.

Saat Eiza ingin membuka mulut, ia melihat seorang pria memasuki cafè. Kedua bibirnya langsung tertutup rapat, ia mencolek lengan Mingyu, menyuruhnya untuk melihat ke arah pria tersebut.

"VERNON!"

Dan Eiza menyesal memberitahukannya pada Mingyu. Padahal ia hanya bermaksud memberitahu, bukannya menyapa.

Pria yang hampir mendekati kasir untuk memesan itu segera menghentikan langkahnya. Ia melihat Mingyu dan Eiza tengah tersenyum kepadanya. Tanpa membuang waktu, ia segera mendekati mereka.

"Lagi ngapain?" Tanya Vernon mengambil tempat di samping Mingyu, senyumnya tidak bisa disembunyikan melihat Eiza duduk di hadapannya dengan pakaian rapi bekas dari kantor.

"Ya, nongkilah." Jawab Mingyu sambil menyandarkan punggungnya di atas kursi.

Veenon mendengus. "Ya, aku tahu nongki. Tumbenan."

"Sekali-kali aja." Kata Kinan sebelum Mingyu menyahut. Ia tidak ingin kedua manusia itu saling nge-gas kalau berbicara.

"Kalian balik berdua?" Tanya Vernon meraih gelas kopi Mingyu dan menyeruputnya.

Mingyu mengigit bibir bawahnya melihat kelakuan teman kosannya itu. Ia kesal minta ampun tapi pasrah karena tidak ingin membuat keributan di cafè. Kelakuan Vernon sudah hampir sama dengan Jeonghan, tidak ada akhlaknya, pikir Mingyu.

Kosan 17 [Complete]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt