25. "Terserah"-nya Dika

85 21 11
                                    

Suara knalpot motor terdengar saling bersahutan. Ricuh dan riuh suasana malam itu menampilkan dua pengendara motor sport tengah bersiap-siap di garis start untuk memulai pertandingan balap motor. Ramai sekali pemuda-pemudi menyaksikan.

Sang wanita cantik sudah berdiri di tengah garis start kedua pembalap tersebut. Melambai-lambaikan kain kotak hitam putih ke atas, "satu ... dua ... tiga!"

Keduanya melaju dengan kencang di lintasan pacu, berusaha ingin mengalahkan lawan. Saling mengejar walau tak ada yang tertinggal. Melewati tikungan tajam, tanpa ampun mengegas motor hingga tak bersisa. Di jalanan sepi, mereka sama-sama ingin mengalahkan sang lawan, sebelum akhirnya mereka saling tatap di balik helm hitam dengan kaca tertutup. Salah satu diantara mereka mengacungkan jari tengahnya menghadap lawan, selanjutnya meninggalkan sang lawan dengan kecepatan penuh.

Hingga tersisa satu putaran lagi untuk menetukan siapa pemenang antara pembalap dengan motor sport merah atau motor ninja hijau tersebut. Semakin mendekat kearah garis finish, semakin riuh pula suara penonton di sana.

Pelintas pertama yang melewati garis finish adalah si pembalap motor ninja hijau. Tim support-pun mendekati sang pemenang dan memberi selamat. Di samping itu, pembalap motor sport merah itu membuka helm dan menghampiri sang pemenang, "congrats, bro. Ini cuma karna gue bosen menang ajasih. Beruntung lo kali ini, haha."

"Gak usah songong lo, Guntur. Kalah ya kalah aja, terima." Dia tersenyum meremehkan.

Guntur mengibaskan tangannya ke udara. "Halah, salahnya gue lagi banyak pikiran."

"Gak ada hubungannya, sinting!" Dia tertawa, diikuti oleh teman-temannya yang mengelilingi.

Guntur yang hanya seorang diri di sana tidak merasa takut. Toh, ini kawasan dia. Jika mengulik kenangan lama, Guntur itu sebenarnya tidak bisa jauh dari arena balap motor ini. Bisa setiap malam dia tidak pernah absen untuk mengikuti salah satu hobinya ini. Ini dia lakukan semata-mata karena tidak ada yang bisa dia lampiaskan pada apa yang ia rasakan di rumah. Lebih baik di sini ketimbang di rumah yang hanya seorang diri, pikirnya.

Namun, semenjak seorang gadis yang memperhatikan serta menganggapnya ada, dia sudah jarang berinteraksi pada dunia balap ini, seakan dunia Guntur teralihkan hanya dengan perhatian kecil yang diberikan. Sesederhana itu, sebenarnya. Tetapi, kini dia menjajaki kembali setelah mengetahui kebenaran, dia terlalu overthinking sampai ingin melampiaskan kembali dengan cara ini.

Rivalnya yang satu itu, akan terus mengusik Guntur dengan cara menantangnya untuk bertanding. Ia paling anti untuk ditantang, walau banyak beban sekalipun. Saat ditelpon untuk ditantang balap saja, tanpa ba-bi-bu Guntur langsung mengiyakan.

"Senang-senang dulu deh lo, Lex. Lain kali gak pakai ngamuk ya." Guntur menaikkan sebelah alisnya, dan kembali menghampiri motornya yang sempat ia tinggal tadi.

"Hah, lain kali lo bilang?" Pemuda bernama Alex yang diketahui rival Guntur itu turun dari motornya. Dia berdiri berkacak pinggang menghadap Guntur lurus di depannya. "Kalau ada lain kali, berarti harus ada taruhan. Untuk kali ini, udah jelas gue pemenangnya, gak pake pecundang!"

Guntur yang tengah ingin memasang helmnya, dengan tenang menyalakan mesin motor. Sebentar dia menatap di balik helm hitam itu ke arah lawannya, "as you wish, motherfu*k." Lalu, dia melaju kencang meninggalkan kerumunan masa yang tengah menyaksikan mereka berseteru.

"Fu*k you, Guntur Kirloska!" Geram Alex membanting helmnya.

Semua orang di sana terdiam, bingung, bahkan bertanya. Apa ada yang salah dengan Guntur dan Alex? Tidak, itu salah pertanyaan. Bahkan, semua orang tahu bahwa mereka adalah rival sejati.

Love SpaceWhere stories live. Discover now