Bab 1

503 369 899
                                    

Karena matematika itu seperti kehidupan. Bukan tentang menghafal semua rumus yang ada di bumi, tapi tentang memahami apa fungsi dari rumus itu sendiri.

***

"Nama aja kayak orang jago matematika. Padahal, aslinya boro-boro. Lima kali lima aja masih bengong!" celetuk Bayu, siswa pintar yang selalu bersikap besar kepala. Dan tentunya, teman sekelas Al bahkan ketua murid.

'Hush, sebenarnya dia ini ketua murid macam apa? Status menjadi pengurus kelas, tugasnya adalah mengurus kelas dan bukan mengurus hidup orang lain seperti ini, kan?' Al membatin, ia miris melihat orang-orang seperti Bayu. Orang yang paling 'sok' mengurus hidup orang lain padahal hidupnya sendiri tidak terurus.

Al sudah terbiasa menghadapi berbagai hinaan ini. Menurut Al, ini adalah nasibnya. Setiap dihina atau direndahkan, Al hanya membalasnya dengan senyuman. Karena Al yakin, bahwa kelak orang-orang yang menghinanya itu, adalah orang yang akan membuat Al sukses. Al yakin itu, lihat saja nanti.

Dia Al Khawarazmi, biasa dipanggil Al. Jika kalian merupakan penggemar berat matematika, kalian pasti sudah tak asing lagi dengan nama ini. Ya, di dalam matematika ada seorang tokoh yang bernama Al Khawarizmi, atau biasa dikenal sebagai bapak Al - Jabar dan bapak matematika.

Bedanya, ini Al Khawarazmi, bukan Al Khawarizmi. Dari segi nama hanya berbeda satu huruf. Jika dari segi lainnya? Entahlah, kita lihat saja.

Al sebenarnya sangat tidak berminat dengan pelajaran matematika. Pelajaran penuh angka yang selalu membuat pusing kepala.

Namun, akhir-akhir ini Al sering berpikir, mengapa dirinya tidak bisa menyukai matematika? Apalagi, semakin hari, semakin banyak orang-orang yang mencemoohinya gara-gara Al tidak pandai dalam bidang matematika.

"Makin hari gue makin yakin kalo lo itu bisu," ujar Bayu lagi, karena Al tak kunjung membalas perkataan Bayu.

"Terus gue harus gimana?" tanya Al dengan raut wajah yang datar.

"Gue enek liat wajah lo. Setiap orang pasti menjadikan lo sebagai pusat perhatian dan mengabaikan gue yang jelas-jelas memiliki banyak kelebihan. Gue mau lo keluar dari sekolah ini." Bayu menatap Al dengan tatapan mengancam.

Oh, ayolah, memangnya dia siapa? Dan jika ada yang bertanya apakah Al merasa takut? Tentu saja tidak. Ini zaman modern, zaman dimana semuanya berhak hidup bebas sesuai dengan apa yang ia inginkan. Sekarang sudah tak zaman lagi takut dengan bully.

Al terkekeh pelan. "Memangnya lo siapa?" tanya Al.

"Oh, jelas, gue Bayu! Anak donatur sekolah ini. Lo itu miskin, gak berhak sekolah se-elite ini!"

Al lagi-lagi hanya tertawa singkat. Orang tua Al bersusah payah untuk memasukkan Al ke sekolah ini, lalu dengan mudahnya Bayu menyuruh Al untuk keluar?

"Gue emang miskin harta. Tapi, seenggaknya gue engga miskin attitude kayak lo!" seru Al, lalu melangkah pergi diikuti oleh Rehan, sahabatnya yang tak banyak ulah dan juga pandai matematika.

"Gue tantang lo untuk ngelawan gue dapetin jatah olimpiade matematika tahun ini. Dan jika gagal, lo harus keluar dari sekolah ini. Karena gue yang berhak mendapat semua perhatian dari semua orang, bukan lo!" ucap Bayu dengan lantang.

Al KhawarazmiWhere stories live. Discover now