Bab 4

128 101 151
                                    

Tak apa jika tak berada di posisi pertama. Jika hanya untuk membuat besar kepala, untuk apa?

Dunia berputar, dunia adalah tempat berkehidupan. Bukan tempat untuk menyombongkan harta, kemampuan dan jabatan yang sebenarnya hanya titipan Tuhan.

***

"Perhatian semuanya! Hasil seleksi calon peserta olimpiade yang dilaksanakan kemarin sudah ditempel pada papan pengumuman utama. Ibu ucapkan selamat kepada yang lolos masuk ke babak berikutnya. Dan untuk yang gagal, ibu harap kalian tidak menyerah. Minggu depan akan dilaksanakan tes kembali bagi yang lolos, lalu akan dipilih tiga orang peserta yang akan menjadi perwakilan olimpiade sekolah ini. Terima kasih," ucap seorang guru perempuan yang diketahui sebagai penanggung jawab kegiatan olimpiade.

Al dan Rehan bangkit secara serempak dari duduknya. Mereka berdua lalu berpandangan dan tanpa aba-aba, keduanya bergegas pergi ke tempat yang dimaksud.

"Han," panggil Al tanpa menghentikan langkahnya.

"Apa?"

"Kok tadi Ibu bilangnya tiga orang ya? Bukannya kata Bayu cuman satu orang?" heran Al.

"Mungkin kuotanya emang segitu," jawab Rehan. Dan Al pun hanya mengangguk-angguk, karena jujur ini pertama kalinya Al mengikuti olimpiade seperti ini. Jadi, belum banyak hal yang diketahui Al.

Kemana Al dan Rehan akan pergi? Tentu saja ke papan pengumuman utama sekolah. Dari kejauhan, Al dan Rehan sudah dapat melihat orang-orang seumuran mereka tengah berkerumun.

Jika ditanya, mengapa begitu banyak siswa yang berminat untuk mengikuti olimpiade? Ya, tentu saja karena hampir semua siswa di tempat Al bersekolah adalah siswa pintar dengan otak cemerlang.

Di sekolah lain, mungkin harus pilihan atau paksaan guru yang menentukan siapa yang akan mewakilkan. Tapi, berbeda dengan sekolah Al. Di sini, semuanya mengikuti sesuai keinginan dan impian.

Al saja terkadang merasa tidak pantas bersekolah di antara siswa-siswi cerdas itu. Tapi, apa lah daya. Mungkin ini takdir. Mungkin juga ini jalan yang Tuhan tentukan untuk membimbing Al menjadi siswa cerdas. Karena katanya, lingkungan sangat berpengaruh terhadap masa depan. Jika lingkungan kita merupakan perpaduan dari orang-orang cerdas dan menjunjung tinggi produktifitas, mungkin kita akan sama seperti mereka. Begitupun sebaliknya, bukan begitu?

Untuk orang seperti Al yang tak berprestasi dan tak juga memiliki harta tahta yang kekal abadi, sangat sulit rasanya berada di lingkungan seperti ini. Pasalnya, secara kasarnya mungkin tak apa jika tidak memiliki harta, benda, dan tahta selama kita memiliki prestasi yang dapat membuat orang-orang ternganga jika mengetahuinya.

Namun, Al? Harta tak punya, prestasi juga tak punya. Al bersekolah di sekolahnya sekarang karena bantuan jarak sekolah dengan rumahnya yang terbilang cukup dekat.

"Gue deg-degan, Han." Al diam mematung saat sudah dekat dengan papan pengumuman itu.

Pesimis tentunya, bagaimana tidak? Orang lain yang terkenal dengan prestasinya masing-masing malah berbalik badan dengan wajah muram. Lalu bagaimana dengan Al yang seadanya ini?

"Gapapa, toh kalo lo gagal, berarti jatah gagal lo udah keambil. Dan nyisain jatah sukses. Jadi, liat aja dulu, untuk hasilnya biar takdir yang menentukan." Rehan memberikan wejangan kepada sahabatnya itu.

Al pun mengangguk, mereka berjalan bersamaan. Mata mereka meneliksik, membaca satu persatu nama yang lolos yang hanya sepuluh orang itu.

"Wah! Gila! Bayu lolos, bahkan poin dia ada di urutan pertama dong!" pekik Al.

Rehan tersenyum bahagia, melihat namanya berada di urutan ke tiga.

"Lo juga lolos, Han!" Al turut berbahagia. Melupakan namanya yang tak kunjung terlihat oleh mata. Gak apa-apa, selama sahabat kita bahagia, kita juga bahagia.

"Gak! Lo harus balik badan, Han! Gue malu kalo nama gue gak lolos. Biar cuman gue aja yang liat. Lo gak boleh tau!" Al membalikan tubuh Rehan dengan paksa, membuat Rehan kini memunggungi papan pengumuman.

Rehan menghembuskan nafasnya pasrah. "Iye dah terserah lo."

Jantung Al semakin berdetak kencang, sudah hampir menuju pengujung sepuluh besar urutan itu, tapi tak kunjung Al melihat namanya.

Mata Al membulat sempurna tatkala melihat namanya berada di nomor sepuluh. Dan hanya berbeda satu poin dengan peserta di bawahnya.

"Han! Gue lolos woy!!"

"Demi apa?!" Rehan memeriksa apa yang dikatakan Al.

"Iya! Liat, cuman beda sepoin doang sama yang di bawah gue. Gila gue gak percaya woy!" Al nyaris meneteskan air mata bahagia. Usahanya tidak sia-sia.

Gak apa-apa gak di urutan pertama, yang penting kita tak berhenti berusaha untuk menggantikan yang pertama dan menjadi yang utama.

Karena percuma berada di urutan pertama. Jika hanya untuk membuat kita besar kepala, untuk apa? Tapi, jadilah yang mau berusaha, untuk menjadi yang pertama dan utama, selamanya, tanpa besar kepala.

"Makasih, Han. Udah ngajarin gue matematika." Sial, Al menangis di dalam pelukan Rehan yang tengah kebingungan seraya menahan malu karena mereka tengah diperbincangkan.

"Iya udah Ya Tuhan, gak usah gini juga, Al. Malu eh itu diliatin!!" Rehan melepas paksa pelukan Al.

"Tapi gue terharu anjir, lo mah gak pengertian banget jadi temen!"

"Malu bego, malu! Ayo balik dah!" Rehan mengapit kepala Al di antara ketiaknya.

"Ih! Gue entar jatoh woy!" Al berusaha melepaskan diri dari desakkan ketiak Rehan yang ... tak wangi tapi juga tak bau. Sebut saja, ketek netral.

"Sstt, anggap aja ini sebagai perayaan atas keberhasilan lo."

"Perayaan palak kau! Ini namanya penistaan!!"

***

"Dateng ke dukun mana lo? Hoki banget kayaknya, ya." Bayu terkekeh merendahkan.

"Gue murni pake usaha sendiri ya!" sungut Al.

Bayu tertawa renyah. "Usaha apaan? Lo kemampuan aja kaga punya!"

Wajah Al merah padam, tangannya terkepal. Sangat ingin rasanya memberikan beberapa hadiah kepada Bayu. Hadiah tak mewah namun bisa membuat ujung bibirnya berdarah.

Namun, Rehan menepuk bahu Al, bermaksud menenangkan. Al pun sadar, bahwa dengan bertengkar, ia tak akan mendapatkan jalan keluar.

Tiba-tiba, sebersit pemikiran datang ke dalam pikiran Al. Al pun tersenyum miring. "Oh, apa jangan-jangan, lo dapet posisi pertama karena bantuan harta orang tua lo?"

Damn! Bayu terbungkam.

"Maksud lo apa, hah?!" sungut Bayu.

"Kenapa? Marah? Lo merasa ya?" Kini, Al yang tertawa mengejek kepada Bayu.

"Gue jujur pake kemampuan gue sendiri ya! Bokap nyokap gue sama sekali gak ada sangkut pautnya sama semua ini!" Bayu membela diri.

"Oke, kalo gitu, kita liat aja nanti ya. Jangan karena nama lo ada di posisi pertama, lo jadi besar kepala. Inget, posisi itu, sebentar lagi gue yang bakal ambil!" tegas Al dengan penuh keyakinan.

Al pun melangkah pergi meninggalkan Bayu, sementara Rehan, sedari tadi ia hanya diam terheran-heran karena tak percaya dengan apa yang Al ucapkan. Tapi Rehan pun akhirnya mengikuti kemana Al pergi.

"Sialan, bocah bodoh itu sekarang udah kurang ajar!"

***

Jangan lupa kritik dan sarannya!





Al KhawarazmiWhere stories live. Discover now