"Aku ingin menjadi seperti pion dalam bidak catur. Terus melangkah maju menggapai mu tanpa peduli dengan sejuta penghalang yang akan menumbangkanku, aku tak akan pernah mundur!"
Sepenggal kisah dari dua sejoli yang mengikrarkan diri sebagai seorang...
Assalamualaikum, readers! Aku bikin cerita baru nih masih anget! Di goreng dadakan soalnya tapi nggak lima ratusan ya, ini ribuan wkwk. Semoga kalian suka!
Cast
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
AlvanAldebara
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Nindy Rosemawati
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Azila Syafira
- - - - Pion dari bidak catur itu bergerak maju. Menantang raja yang berdiri dengan gagah di depan sang ratu yang siap memakannya kapan saja. Namun dia tak pernah gentar. Selama masih diberi kesempatan, dia akan terus maju sampai keinginannya terwujud. Yakni menumbangkan ratu untuk bisa bersanding dengan raja.
Kalian mungkin akan menyebutnya si penjahat kecil, namun itu yang namanya cinta, dibutuhkan sedikit keegoisan untuk meraihnya. Urusan gimana jadinya? Biar Tuhan yang mengatur yang jelas,
"Apa yang sudah di mulai maka harus diselesaikan!"
****
Kelas ber-plagXI-A1 itu telah ramai di dapati penduduk kelas. Semuanya tampak sibuk dengan bukunya masing-masing. Bukan! Mereka tidak sedang belajar namun mengerjakan pr secara berjamaah. Meski di cap sebagai kelas unggulan bukan berarti mereka adalah para murid rajin. Mereka juga sama seperti murid pada kelas lain yang bertingkah murni tanpa dibuat-buat,
Lagipula tak ada salahnya bukan mengerjakan pr berjamaah?
Melestarikan tradisi supaya tidak punah!
"Nin, pinjem bukunya dong!" Kris menengadah kan tangan meminta buku bersampul biru itu dengan sorot mata memohon.
Nindy Rosemawati gadis bertubuh mungil bermata cokelat terang itu menatap nya malas.
"Kebiasaan!" dengus nya. Diantara tiga puluh murid di kelas, Nindy merupakan salah satu murid yang terbilang cukup rajin. Dia adalah bandar dari penyedia contekan.
"Nih!" Nindy menyerahkan bukunya pada Kris dengan setengah kerelaan.
"Makasih, Nin lo emang the best!" Kris menyengir menerima buku tersebut lalu kembali ke bangkunya.
Setelah kepergian Kris, Nindy mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. "Tumben dia belum datang," Nindy bergumam melihat ke arah jam dinding yang telah menunjukan pukul enam lewat lima puluh. Itu artinya sepuluh menit lagi kelas akan di mulai.
Tap...tap...
Derap langkah kaki milik pemuda ber-hoodie hitam menyeruak masuk ke pendengaran Nindy membuatnya dengan sigap mengarahkan matanya pada pintu kelas.
Senyum mengembang muncul pada bibir mungil nya kala mendapatkan sosok orang yang dicarinya tengah berdiri di depan ambang pintu.
Dengan penuh semangat dia bangkit dari duduknya berniat menghampirinya namun seketika langkahnya harus terhenti saat mendapati pemuda itu tidak sendirian.
AlvanAldebara, pemuda beralis tebal pemilik senyum memikat itu tengah asyik berbincang santai dengan Azila Syafira—pacar Alvan saat ini. Iya saat inikarena kita tidak akan tau apa yang akan terjadi pada hari esok.
"Udah masuk sana!" Azila menyuruh Alvan untuk segera masuk ke dalam kelasnya namun Alvan tak urung beranjak dari tempatnya. Dia masih kangen dengan Azila.
"Ntar dulu, sayang! Aku masih pingin ngobrol sama kamu," katanya sedikit manja.
Azila memutar malas bola matanya, sikap dingin Alvan akan berubah seratus delapan puluh derajat jika berdekatan dengannya. Sikap manjanya akan keluar.
"Bentar lagi bel, Al. Lagian aku juga mau masuk kelas," bujuk Azila melirik arloji nya.
"Tapi, sa-"
"Misi-misi!" Nindy menyela kedua sejoli itu. Matanya sudah tidak tahan untuk lebih lama menyaksikan adegan yang menjijikkan itu.
Alvan menatap Nindy tidak suka "Jalan masih banyak lewat sana kan bisa," sinis Alvan.
"Tapi gue maunya lewat sini! Gimana dong?" kata Nindy berani membuat Alvan berdecak, selalu saja seperti ini saat dirinya tengah berdua dengan Azila entah mengapa gadis itu selalu mengganggunya. Karena itu memang tujuan Nindy.
"Lo nggak masuk kelas?" tanya Nindy pada Azila. Tentunya dengan nada yang tidak suka.
Azila mencebik kan bibirnya, dia sangat tahu bahwa Nindy tidak suka padanya. Terlihat dari ekspresi wajah gadis itu yang tidak ramah kepadanya.
Lagipula Azila juga tidak akan sudi beramah-tamah pada gadis itu. Kalau saja Nindy bukan sahabat dari Alvan, sudah pasti dia akan memberikan sedikit pelajaran untuk tikus kecil itu.
"Ya udah aku ke kelas dulu ya, sayang!" kata Azila sengaja menekan kata kepemilikan seraya melirik Nindy dengan senyum miring.
Nindy menatapnya datar seakan tidak merasa risih dengan ucapan Azila.
"Iya, hati-hati!" Alvan melambaikan tangan sembari tersenyum menatap kepergian Azila.