/ALVAN/ 01

196 37 38
                                    

"Eh, pak Bos! Tumben telat?" Sagara menyapa Alvan yang baru saja melangkah memasuki kelas.

"Palingan juga habis ngebucin!" tebak Tama tepat sasaran. Alvan diam saja tak menghiraukan celotehan mereka berdua, beruntung mood-nya sedang baik, jika tidak mungkin Tama sudah habis di tangannya. Alvan bergerak menuju bangkunya lalu mendudukkan bokongnya di sana.

Dia merogoh ponsel dari dalam sakunya mengetikkan sesuatu di sana lalu mengirimnya.

Nindy kembali ke dalam kelas berjalan santai menghampiri Alvan. "Lo udah ngerjain pr?" tanya Nindy membuat Alvan segera mengalihkan antensinya pada gadis itu.

"Udah!" jawabnya cuek memfokuskan kembali netra hitam pekat itu pada ponsel di genggaman nya.

Nindy berdecak. Dia bisa menebak pasti Alvan sedang bertukar pesan dengan Azila. Ingin sekali rasanya Nindy mengambil dan membanting ponsel Alvan supaya pemuda itu melihat ke arahnya. Namun keinginannya hanya sebatas niat.

Dengan kesal Nindy kembali ke bangkunya. "Lo nggak capek?" tanya Tata teman sebangku nya.

Nindy menaikan satu alisnya "Maksud lo?" tanya Nindy tidak paham.

"Ngejar Alvan." Jawab Tata berbisik pelan supaya tidak ada yang mendengarkan pembicaraan mereka. Sampai saat ini hanya Tata yang Nindy percaya untuk menjaga rahasianya.

Nindy menggeleng "Permainannya baru dimulai, Ta. Nggak ada waktu lagi buat gue mundur!"

Tata menghembuskan napas lelah. Memang dasar menghadapi orang keras kepala harus butuh ekstra kesabaran.
"Terserah lo aja lah! Yang penting gue udah ngingetin lo."

"Hmm," balas Nindy seadanya.

****

"Kamu mau makan apa, sayang?" tanya Azila pada Alvan, mereka berdua saat ini tengah berada di kantin sekolah.

"Apa aja yang penting sama kamu," kata Alvan mencoba menggombali Azila membuat pipi Azila bersemu merah hanya dengan gombalan receh milik Alvan.

"Dasar bucin!" Azila mengejek nya.

Alvan meraih tangan Azila lalu menggenggam nya "Cuma sama kamu doang Zee!"

"Awas aja kalo berani sama yang lain!" ancam Azila tidak main-main. Dia tidak akan membiarkan Alvan diambil orang lain. Alvan hanya ditakdirkan untuk dirinya.

"Mana berani kalo pawangnya kaya kamu!" kata Alvan terkekeh pelan memainkan jemari Azila.

"Good, Boy!" puji Azila lalu pamit memesan makanan untuk mereka berdua.

Nindy berjalan bersama Tata menuju kantin matanya berbinar menemukan Alvan yang duduk sendiri pada bangku pojok kantin. "Ta gue ke Alvan ya!" pinta Nindy pada Tata tanpa mengalihkan tatapan matanya dari Alvan.

"Terus gue gimana?" protes Tata tidak terima, sahabatnya itu memang selalu  suka seenaknya.

"Ya lo makan aja, tenang gue yang bayar!" kata Nindy menyerahkan uang seratus ribu pada Tata. Sogokan.

Tata mendegus, gadis itu selalu menyelesaikan apa-apa dengan uang. Meskipun begitu Tata tetap menerimanya. Rejeki nggak boleh ditolak!

"Ya udah sono!" usir Tata, Nindy tersenyum lalu berjalan menghampiri Alvan tak lupa sebelumnya gadis itu merapikan dulu dandanan nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang