Part 2

323 139 301
                                    

Bram salah satu teman dekat Tuti begitu percaya diri saat menyatakan perasaannya pada seseorang. Padahal Tuti tau betul Bram adalah sosok lelaki yang terlihat dingin pada siapa pun, terkesan angkuh dan so perfect banget. Nyatanya setelah nembak Diandra dan ada penolakan secara tidak langsung, wajahnya terlihat datar. Menandakan orang yang tidak mau terlihat sedang kesulitan, padahal sangat mebutuhkan pelukan kasih tayang ututututu tayang.

"HAHAHAHAHAHA" Tuti dan Lia tertawa puas melihat Bram yang baru saja di tolak.

"Apaan sih cewe tuh ga bagus ketawa kenceng-kenceng" Bram memelingkan mata, dan masih bersikap so tegar.

"Gimana nih perasaannya gagal dapetin calon bidadari syurgamu? Hahahaha" Tuti meledek, dengan tawanya yang masih belum berhenti.

"Anggap aja aku abis berak, udah dibuang jadi lega" ga usah dibayangin lah ya rasanya pengen berak pas udah ketemu WC gimana, pasti lega. Senaif ini si Bram, padahal apa susahnya mengakui dia sedang sakit hati.

"Woiii udah kali ngobrolnya, udah ada angkot tuh" Lia menyadarkan Tuti dan Bram.

"Jangan nangis dijalan ya"

"Idih ngaco nih anak pa Somad"

"Sembarangan aja dasar anak mamah Dedeh"

"Udah sana naik angkot, dah males liat kamu Tut!!"

"Huuuu cupu" keduanya masih saling mengolok olok dengan angkot yang dinaiki Tuti perlahan mulai melaju, Lia yang duduk di sebelahnya pun hanya cengar cengir melihat tingkah kedua temannya itu.

Sulit memang jika menela'ah sikap Bram, baru saja naik kelas 3 SMA dia masih memikirkan soal perasaan. Tak hanya berhenti di Diandra Bram mulai melakukan observasi baru, tampaknya dia mulai menyukai Gwen anak teater, salah satu ekstrakulikuler paling hits di sekolah mereka dan ya ada Tuti juga di dalamnya. Meskipun Tuti kadang minderan tapi ia cukup terkenal di sekolah. Bagaimana tidak, memang pada awalnya Tuti terlihat diam dan anggun tapi, jika sudah mengenalnya baru deh sifat aslinya keluar. Tuti sangat humble mudah bergaul dengan siapa saja termasuk Bram yang tadinya anti sosial.

Sebenarnya kedekatan Tuti dan Bram tidak semata mata karena mereka memang sering ngobrol bareng. Entah kebetulan atau tidak Tuti sebenarnya sempat makan hati oleh perkataan Bram sampai ia mengucapkan sesuatu.

"Awas aja kalau ga nempel terus sama aku, dasar sombong" ujar Tuti waktu itu. Benar saja semakin hari mereka berdua semakin dekat dan terlihat akrab.

Sebenarnya apa yang membuat Tuti sekesal itu? Di waktu jam istirahat setelah mata pelajaran bahasa Inggris, dimana yang mengajar adalah guru favorit sebut saja bu marsha yang dandanannya unik. Wajahnya dibalut jilbab ala istri pejabat dan sedikit rambut yang keluar di sisi sisi jilbabnya. Rasanya membuat Tuti tidak tahan ingin mengomentari hal itu, setelah bel berbunyi sontak kedua mata Tuti langsung bertatapan dengan Lia yang duduk di sebelahnya, bu marsha keluar kelas. Boom tawa mereka meledak dengan sendirinya.

"HAHAHAHAHAHAHA"

"Biasa aja dong berisik banget sih, kaya hidup di hutan. Sadar sedikit lah, ini di kelas bukan di hutan" Bram menggebrak meja sambil melotot ke arah Tuti dan Lia nada bicaranya pun tak biasa, Bram membentak Tuti dan Lia sekencang kencangnya. Anehnya pandangannya lebih tajam kepada Tuti, seperti biasa memang Tuti selalu di anggap sebagai pusat masalah.

''Apaan sih bukan kita doang kali yang ketawa, iya kan Li?" Tuti menggerutu sambil menarik tangan Lia dan meninggalkan kelas.

"Heran deh, padahal kan semuanya ketawa kalau emang udah dari sananya suara kita paling kenceng mau gimana kan ya"

"Udah lah Tut ga usah di ladenin, jangan diambil hati tar baper jadinya"

"Emang dasar ya rese, belum makan kali dia"

"Biasa lah orang tuh klo laper ya rese udah kenyang jadi bego, gaada bedanya Tut"

"Awas aja kalau ga nempel terus sama aku, dasar sombong" ya akhirnya itu terucap begitu saja, entah semacam kutukan atau sejenisnya namun itu sangat manjur. Dimana ada Tuti disitu ada Bram.

***

Sebelum MenuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang