Part 6

193 107 290
                                    

[Teras rumah Bram]

Ghibah crew ingin melanjutkan keresahannya dengan sempurna tapi mereka tidak mengizinkan Bram ikut nimbrung.

"Bram bisa ikut mama dulu ga? Obrolan cewe nih. Butuh privasi" Rara sosoan, padahal idupnya gaada yang rahasia malah rahasia temen di umbar umbar.

"Kebiasaan, yaudah aku sambil mau mandi dulu deh gerah" ada ya tuan rumah nurut sama tamu, terbaik kau Bram.

"Jadi, apa yang aku gatau?" Rara ambisius.

"Yakin bakal bisa diem kalau tau?" Tuti was was.

"Ya tergantung, hahahaha"

Detik detik was was kemudian

"Aku suka Abdul dari kelas 10" keberanian Tuti untuk mengatakan itu muncul seketika. Niatnya adalah menggunakan Rara sebagai umpan, siapa tau mulut embernya itu bisa membantu Tuti.

"HAH? Serius?" Rara semakin menggebu gebu.

Lia, Ola, Sopi kompak mengangguk.

"Jadi kalian udah pada tau? Gila sih kenapa aku doang yang baru tau?" Rara memelingkan mata tanda kesal.

"Kurang peka banget sih jadi temen" lanjut Tuti.

"Ya keliatannya kalian emang pure cuma temen, gatau lah kalau sampe ada yang baper. Ga keliatan. Sumpah ya jago banget si Tuti nutupinnya" Rara yang sibuk makan pisang krispi masih seksama memberi pendapat tentang temannya yang menyukai seseorang dalam diam.

"Cape juga ya pura-pura biasa aja padahal ngarep"

"Harus bertindak sih ini mah"

"Heyy jangan ngaco, dia udah punya pacar"

"Apa salahnya nyomblangin temen sendiri, biar kata dia udah ada yang punya gapapa lebih menantang"

"Jangan macem-macem deh"

"Dah tenang aja biar Rara yang urus"

Percakapan dua arah antara Rara dan Tuti memberi sedikit harapan di hati Tuti setidaknya untuk tetap dekat dengan Abdul seperti biasanya.

"Lagian dia lebih cocok sama kamu Tut" sambung Lia.

"Iya sih kalian mirip tau, jodoh kali ya" Sopi menambahkan.

"Kita dukung penuh kok buat kamu sama Abdul" Ola sudah seperti pendukung bayaran, semisal Tuti dan Abdul bersatu pasti dia yang paling dulu menagih pajak jadian.

"Gausah berlebihan deh kalian, tapi kalau emang bener ya alhamdulillah hahahahaha" idih Tuti ngarep banget.

"Liat aja nanti si Abdul bakal lebih deket nya sama kamu kok ketimbang pacarnya sendiri" jawab Rara antusias.

"Eh tapi nih ya belum apa apa si Abdul sempet ngeluh biaya pacaran itu mahal, apalagi tiap pergi ke cafe atau main ke tempat wisata gitu dia yang tekor. Katanya kalau dikumpulin udah bisa beli saham pertamina" Lia si lebay ini memulai sesi ghibahnya.

"Wah kalau gitu kamu kudu hati hati Tut cowo kaya gitu sih itung itungan"

"Boro-boro ngejajanin, buktinya selama pergi sama kamu yang ada kamu kan yang ngasih dia bensin"

"Pengen beli kue cubit dijalan aja bilangnya pake duit kamu dulu kan yakin sih sampe sekarang ga dibayar"

Sopi dan Ola bergantian menilai fakta yang mereka lihat tentang Abdul.

"Semua ga salah kalaupun emang kayak gitu adanya aku ga ngerasa dirugikan sama sekali, sebagai manusia yang sifatnya saling membutuhkan anggap aja dia ojeg pribadi aku wajar dong kalau aku bayar dia semampu aku" Tuti terdengar membela Abdul namun sebenarnya dia sedang menetralkan suasana supaya Abdul tidak terlihat buruk, apalagi di kalangan teman dekatnya sendiri.

Selain sering mengantar Tuti pulang ke rumah, Abdul juga sering membantu Tuti dalam hal yang lain. Tapi memang yang sering Abdul lakukan adalah mengantar Tuti kemanapun Tuti butuh tebengan dia siap sedia membonceng Tuti dengan motor supranya itu.

TAP

Bram yang baru saja selesai mandi muncul di hadapan para wanita yang sedang membicarakan rahasia. Rambutnya klimis, wajahnya bersinar, menandakan dia memang benar-benar memperhatikan penampilan walau di rumah sekalipun.

Hening

Bram nyomot pisang krispi yang tinggal dua biji sekaligus.

"Bubar yuuu" suara itu begitu nyaring di ucapkan ke lima temannya.

"Ga asik ah main bubar aja, mentang-mentang pisangnya abis jadi bubar gitu? Mau aku kasih pisang yang lain?" Terdengar aneh namun di kebun belakang rumah Bram memang banyak pohon pisang.

"Aku udah di telpon mama barusan suruh balik, kayanya aku duluan aja deh. Yuk Ra balik" Sopi mengajak Rara pulang karena mereka searah.

"Tyo juga udah jemput Ola dia bentar lagi nyampe" ujar Ola setelah melihat chat dari pacarnya.

"Yaudah kalau gitu kita juga balik yuk Li" ajak Tuti pada Lia.

"Wah beneran ya ga asik ah parah tega banget ninggalin orang penasaran kayak gini, yaudah aku panggil mama dulu" Bram pasrah.

"Maaaa udah pada mau pulang nih"

"Kok sebentar mainnya"

"Iya ma, kan masih ujian"

Di sela sela berpamitan Bram berbisik ditelinga Tuti.

"Ada yang mau kenalan, namanya Valdo. Akhirnya kamu laku juga"

"Siapa ah gak kenal. Males banget"

"Yeh, makanya kenalan. Mau gak nih"

"Ngga deh buang waktu aja"

"Apa salahnya coba dulu kan cocok ngganya gimana nanti"

"Serah"

Tuti tidak tertarik dengan topik itu. Baginya menyukai seseorang tanpa balasan sudah cukup rumit. Tuti merasa dia tidak siap untuk membuka hati lagi pada orang lain yang sama sekali tidak dikenalinya. Lebih baik menjomblo dari pada salah langkah, masalah hati sangat sensitif.

Sedangkan Bram dia merasa lebih tertantang oleh Tuti si hati batu. Karna dia tidak mengetahui perasaan Tuti untuk siapa, yang dia tau Tuti hanyalah seonggok batu yang membutuhkan tetesan air sedikit demi sedikit supaya melunak. Itu sebabnya dia menceritakan semua tentang Tuti pada Valdo temannya sewaktu SMP sehingga Valdo tertarik pada Tuti karena Tuti unik.

"Assalamualaikum ma, pulang dulu ya" Tuti mewakili salamnya pada mama.

"Waalaikumsalam hati-hati ya"

Di perjalanan pulang anehnya Tuti memikirkan ucapan Bram. Apa harus dia dekat dengan seseorang selain Abdul, supaya Abdul tau tidak hanya dia yang disukai Juniar Tuti juga bisa disukai Valdo.

***


Monmaap ya updatenya masih ga tentu. Tapi klo liat vote comment nya banyak pasti aku semangat mueheheheh sun jauh dari author😚

Sebelum MenuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang