Part 7

181 97 271
                                    

Flashback

Bram Andesta Fradana namanya tak seindah perilakunya memang pada awalnya. Begitu beku, datar, dan terlihat tidak memiliki gairah hidup. Sedikit tapi sakit, ya itulah Bram di setiap ucapan yang ia lontarkan khususnya pada Tuti.

Selalu duduk dekat tembok agar bisa bersandar sesekali, rajin pakai earphone setiap hari, seperti tidak ingin didekati atau ditemani siapapun. Tangannya terkadang berada di kedua pipinya ala ala personil Cherry Belle, girl band Indonesia yg hits pada jamannya. Imut dan menggemaskan memang kalau diperhatikan lebih jelas, ah sudahlah Tuti memang mengakui paras tampan Bram yang mempesona tapi itu hanya sebuah pengakuan saja, tidak lebih.

Bagaimana bisa sesosok makhluk seperti itu memiliki teman? Mana mungkin Tuti akan berteman dengannya. Sikap yang sangat bertolak belakang, Tuti si gadis yang tidak punya urat malu selalu percaya diri dan Bram si bujank rapuh, jutek, tidak menyenangkan sama sekali bila diajak ngobrol.

Di tukang siomay

"Eh ada mas Bram"

Bram diam

"Tumben jajan, kok sendirian?"

Bram diam

"Bram bayarin ya goceng doang kok"

"GATAU MALU SI GOBLOK"

Diam diam mematikan memang si Bram ini. Mau bagaimana lagi Tuti kerap kali bersikap seperti itu pada teman temannya, tidak sering hanya sesekali. Tak disangka dia juga berani melakukan itu pada Bram. Bukan tanpa alasan Tuti melakukan itu, hanya ingin mengetahui apakah orang itu akan menurutinya atau tidak. Kebanyakan menolak saat Tuti mulai menyebalkan minta dibelikan makanan. Tapi Tuti mampu membayar sebenarnya, dia hanya iseng.

Obrolan tidak normal itu berlalu begitu saja ketika Tuti yang langsung meninggalkan Bram di tukang siomay. Benar benar tidak tau malu si Tuti. Tapi dia sedikit tau dibalik topeng baja yang menyelimuti Bram masih ada secerca butiran mutiara didalamnya. Meski kata katanya yang sarkas terlontar dia tetap menuruti Tuti untuk membayar siomaynya.

TET TET TETTTTTT

Jam istirahat sudah habis Bram menatap Tuti sinis. Mungkin Bram masih kesal uang lima ribu nya melayang, atau dia kesal pada kelakuan Tuti yang benar benar menguras emosi.

Tak lama setelah tatapan kebencian, bu Marsha masuk ke dalam kelas. Beliau langsung duduk di kursi guru dan melihat daftar absen.

"Bram..... Terus satu lagi emmmm okey Tuti silahkan maju kedepan".

Deg

Apa itu benar benar nyata? Seperti sinetron, saling dipertemukan walau sebenarnya enggan. Eaaaa

Ya tapi itu benar nyata adanya mereka berdua dipanggil secara random melalui absen yang ada di tangan bu marsha. Lalu mereka akan melakukan apa selanjutnya? Mari kita lihat.

"Bram, Tuti kalian tolong ambilkan buku bahasa Inggris di perpus ya ibu susah bawanya kalau sendiri tadi, ibu juga bosen kalau nyuruh ketua murid terus. Jadi kalian aja ya".

"Siap bu", Tuti memang selalu semangat dalam segala hal.

"Yaudah bu Tuti aja, dia juga bisa sendiri" sambung Bram tidak perduli.

"Kamu ini tega banget nyuruh anak perempuan bawa buku segitu banyak sendirian" bu marsha geram.

"Dia transgender bu, dari dunia lain" mulut Bram mulai tidak terkendali.

Seisi kelas tertawa kecil mendengarkan fakta yang baru saja dikatakan Bram. Tuti memang lebih dominan bersikap seperti anak lelaki.

BRAK
Bu marsha menggebrak meja

"Banyak alesan kamu Bram, cepat ambil bukunya sebelum ibu kurangi nilai kamu". Kali ini bu marsha benar benar marah.

Tuti dan Bram bergegas menuju perpus. Bram berjalan di depan Tuti meninggalkan Tuti cukup jauh jaraknya.

"Bram tungguin" Tuti setengah berlari mengejar Bram.

"Lelet hih"

"Santai kali ah bukunya juga bakal jadi pajangan doang ntar"

"Ngaco"

"Palingan cuman disuruh nyalin soal dari buku, materinya kan dijelasin ibu"

"Sotau"

"Emang tau yee"

"Serah. Males juga jalan rendengan sama kamu tar disangka ada apa apa lagi"

"Ya bagus dong, kalau perlu aku gandeng tangan kamu biar yang liat nambah jelas nyangka kita ada apa apanya"

"Najis"

Sampai di perpus ada pa Oded penjaga perpus yang mulai heran melihat siswa yang sepertinya baru ia lihat.

"Eh neng Tuti sama anak baru?"

"Iya pa pindahan dari luar"

"Ohh luar kota?"

"Luar angkasa pa, dia alien"

"Hus masa ganteng ganteng alien"

"Emangnya cuman ada ganteng ganteng serigala aja pa? Ganteng ganteng alien juga ada. Ini buktinya"

Bram hanya diam mendengar percakapan Tuti dan Pa Oded yang terdengar akrab. Tuti memang sering ke perpus untuk menghabiskan waktu sebelum pulang ke rumah setelah pelajaran selesai.

"Nih bawa" Bram menaruh buku diatas tangan Tuti secara mendadak.

"Aw kaget, aba aba dulu kek. Main taro aja, untung sigap" jawab Tuti kesal.

"Ayok cepet."

"Ya sabar tanda tangan dulu disini kita kan ngambil buku, tar yang mulangin kita juga"

"Siapa namanya" tanya pa Oded.

"Masa ga tau ah bapa mah" sahut Tuti.

"Bukan kamu Ntuuutt" pa Oded gemas.

"Bram" jawab Bram singkat.

Bram memang anti sosial, penyendiri, tidak mau kenal dunia sekolah walau hanya di perpus. Setelah tanda tangan Bram dengan cepat meninggalkan Tuti lagi di belakangnya.

Seperti tidak mau sama sekali untuk dekat dengan Tuti. Tanpa disadari sebenarnya mereka semakin lama semakin dekat karena adanya hal-hal tidak di sengaja seperti itu.

Hari hari penuh emosi selanjutnya sering terjadi. Karena Tuti sering membuntuti Bram di jam istirahat untuk mendapatkan makanan gratis lagi. Anehnya setiap Tuti ingin di belikan makanan, Bram selalu menurutinya. Pikirnya lumayan juga ada teman jajan. Meskipun menyebalkan tapi sedikitnya Bram senang ada kaleng rombeng disisinya. Biar berisik tapi asik juga.

Entah itu takdir atau hanya kebetulan, namun rasa nyaman lama lama timbul yang membuatnya semakin hari semakin dekat bak dua sejoli.

***

Nah loh ada yang udah bisa nebak belum nih nanti Tuti bakal bener bener deket sama siapa? Main tebak tebakan aja dulu yuk. Mhehehe kecup manis dari athor😚

Sebelum MenuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang