Part 3

278 128 349
                                    

Soal Gwen cewek baru yang di taksir Bram, dia lumayan dekat dengan Tuti ya walaupun beda kelas tapi satu ekstrakulikuler. Bram tidak mau menunda lagi dia langsung mengambil tindakan, Tuti pun di cecar dengan pertanyaan tentang Gwen agar Bram tidak salah langkah lagi dalam hal menyatakan perasaan. Hujan turun, waktu yang pas untuk berdiskusi dan waktu itu sedang ada pelajaran kesukaan semua anak sekolah, yaps betul pelajaran kosong.

"Kantin kuy" ajak Bram dengan mata berkaca kaca dan senyumnya yang mulai menjijikan.

"Sajen harus pas ya gamau tau lagi laper!" Emang dasar si Tuti ini, perawakan boleh menyerupai sapu lidi tapi porsi makannya jangan ditanya, mie ayam belum 2 mangkuk belum berhenti makan plus siomay kesukaannya wajib dia makan saat lapar. Entah apa yang membuat Tuti tetap slim padahal dia selalu menginginkan body montok agar bisa sedikit nungging kalau jalan, yang setiap langkahnya pasti dilirik para lelaki. Tentu saja jika sesama perempuan melihat hal semacam itu pasti najis pengen nendang bokongnya.

"Tenang. Duit banyak" jawab Bram so kaya.

Walaupun kantin mereka di apit wc pria dan wc wanita tidak mengurangi selera makan sama sekali, ditambah hujan yang lumayan deras membuat bau selokan sedikit demi sedikit tercium hm best part. Bagi yang tidak terbiasa mungkin langsung mengurungkan niatnya untuk makan disaat seperti itu. Namun bagi yang kelaparan dan tidak menghiraukan itu, makan ya makan saja apalagi gratis seperti Tuti. Semua yang gratis itu enak, sempurna. Dan jangan khawatir, walaupun di kondisi yang seperti itu makanan yang dijual di kantin sekolah mereka terjamin kebersihannya jadi aman untuk dikomsumsi.

Bram dan Tuti duduk di kursi panjang dengan dua mangkuk mie ayam dan seporsi siomay di depannya. Bram tidak banyak memesan untuk dirinya karena sudah makan di jam istirahat. Dia hanya memesan kopi cappucino italiano nomero uno maklum anak kopi senja dimana mana minumnya kopi.

"Gwen lucu ya, imut. Apalagi pas lewat depan aku dia auto senyum tipis gemes banget."

"Halah aku juga imut, suka senyum. Ko ga gemes?"

"Dih asem begini gemes dari mananya?"

"Wah kurang ajar, gajadi nih nyomblanginnya."

"Oke, makan bayar sendiri ya."

"Huu dikit-dikit ngambek, yaudah mau konsultasi dari mana dulu?"

"Jadi si Gwen tuh orangnya gimana? Suka cowo yang kaya gimana? Hobby nya apa? Suka nongkrong dimana? Barang yang dipake dari brand apa aja? Kalau ke wc suka minta anter ga?"

"GILA! Rusak ni orang. Simple aja deh dia juga keliatannya suka sama kamu, jadi ga perlu terlalu banyak pergerakan. Yang aku tau dia suka pake lipstik arab."

"Hmm lipstik arab mah gampang, mamaku koleksi banyak warna bisa aku ambil satu."

"Inget yang hijau hulk, favorit dia. Pas di wc bareng dia pake, jadi aku tau."

"Aku bakal nembek Gwen pake lipstik arab."

Obrolan tidak bermanfaat itu terhenti begitu sadar jam kosong sudah hampir habis, sebentar lagi pelajaran bu marsha mereka bergegas kembali ke kelas.

Semudah itu Tuti memberi saran masalah hati, padahal Tuti jomblo tapi banyaknya orang yang curhat padanya membuat dia terbiasa dengan siklus sebuah hubungan yang dia sendiri belum pernah mengalami.

Tanpa berat hati dia memberi peluang untuk Bram dan Gwen supaya bisa bersatu. Lain halnya ketika dia sulit untuk menerima kenyataan bahwa Abdul telah dimiliki wanita lain. Abdul, salah satu teman terdekatnya selain Lia dan Bram. Begitulah pertemanan zona nyaman antar lawan jenis, memiliki teman dekat seperti Abdul menjadi simalakama bagi Tuti. Ingin mengutarakan namun ada ikatan yang tidak mungkin dirusak begitu saja, merasakan perasaan yang lebih hanya sekedar berfikir bahwa dia menyayangi Tuti sebagai teman, tidak lebih.

"Yeayyyy, aku laku Tutttt. Juniar nerima aku kemarin" Abdul yang baru datang langsung duduk di sebelah Tuti.

"Oh hmm hehe selamat ya, ikut seneng" Tuti gugup, sambil pura-pura mengerjakan PR yang belum selesai.

***

Sebelum MenuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang