βinar & βara - O5

104 6 382
                                    

"Dek, ayo bangun! Kebiasaan banget abis shubuh malah tidur lagi!"

Binar yang masih betah dalam mimpinya tidak memberikan respon sedikit pun teriakan dari Bima. Ia malah semakin mengeratkan selimut yang di pakai, membuat Bima mendecak kesal karena sudah lima belas menit terbuang sia-sia untuk membangunkan adiknya yang super kebo itu.

Bima menghela nafas pelan, berusaha bersabar. Ia berjalan memasuki kamar bernuansa biru langit itu, lalu mendudukkan diri di sisi ranjang sang adik. Tangannya terangkat mengelus rambut Binar penuh sayang.

"Dek, ayo bangun, udah mau jam enam. Abang udah siapin sarapan kesukaan kamu, lho."

Mendengar kata 'sarapan', mata Binar yang semula tertutup rapat kini perlahan mulai terbuka. Matanya mengerjap berkali-kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Sementara tangannya meninju udara guna meregangkan otot yang terasa tegang.

Binar menghitung tinjuan tangannya dengan mata yang sedikit terpejam. "Satu, dua, tiga, empat, lim-"

"ADUH!"

Merasakan tinjuan ke lima mengenai sesuatu, Binar segera membuka matanya. Dan ketika menoleh ke kanan, ia mendapati sang abang tengah meringis sambil memegang dagunya.

Binar melotot terkejut. "Aduh, Abang!" teriaknya panik sambil berusaha melihat dagu sang abang yang tertinju oleh ritual bangun tidurnya, tapi Bima malah mengerang kesakitan dan enggan melepaskan tangan dari dagunya.

Hal itu membuat Binar merasa sangat bersalah. Binar menangkup wajah sang Abang dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Sedangkan Bima mengerutkan kening merasa heran. "Heh, kenapa nangis? Kan yang sakit dagu Abang," kata Bima sambil memegang kedua bahu adiknya yang mulai bergetar.

Binar menunduk dengan air mata yang mulai jatuh . "Maafin Binar ya Bang, Binar gak sengaja," cicitnya pelan.

Bima terkekeh pelan melihat sang adik yang sangat khawatir dengan keadaannya. "Abang gak apa-apa, kok. Cuman gitu doang mah kecil," katanya lalu mengelus puncak kepala sang adik.

"Lah, tadi Abang kayak yang kesakitan banget, makanya Binar panik."

"Ya Abang emang sengaja biar kamu panik."

Binar refleks mendelik. "Abang mah!" kesalnya lalu meninju lengan Bima dengan keras.

"Ck, udah ah, hobi banget ninjuin orang."

"Ya habisnya Abang nyebelin! Binar kan lagi ritual tadi."

"Udah-udah, cepet sana mandi. Abang udah bikinin sarapan, tuh. Nanti kalo udah mandi langsung ke bawah ya, biar gak kelamaan. Soalnya Abang mesti buru-buru nih," ujar Bima sambil melirik jam tangannya sekilas lalu bangkit dari duduknya.

"Elah Bang, Binar bareng sama Bara aja, ya?"

Bima yang tengah berjalan langsung menghentikkan langkahnya. "Abang kan udah bilang, kalo berangkat sekolah kamu sama Abang," ucapnya tanpa membalikkan badan, lalu melanjutkan langkahnya kembali.

Binar menghela nafas panjang, kemudian beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap pergi ke sekolah.

Setelah selesai, Binar segera turun ke bawah untuk menghampiri abangnya yang tengah menyiapkan sarapan.

"Eh udah selesai? Sini-sini," ajak Bima melambaikan tangannya.

Binar mengangguk dan mendudukkan diri di salah satu kursi. Menyendokkan nasi goreng spesial dengan berbagai topping kesukaannya ke atas piring. Matanya melirik sang abang yang menopang dagu sambil memperhatikannya.

Binar & BaraWhere stories live. Discover now