Part 4

713 47 0
                                    

Mendengar perkataan Adnan, membuat hati Laila seperti tersambar petir. Entah mengapa ungkapan hati dari lelaki itu membuat dadanya sedikit merasa sesak. Sedangkan Adam, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pasalnya, dia sangat mengenal bagaimana watak sang adik. Kalau Adnan sudah keceplosan seperti ini, dia tidak yakin rencana ke depannya akan berhasil.

"Siapa juga yang tertarik pada pria kutub es sepertimu? Dan ingat, ya, Kak Adnan, Laila juga tidak setuju kalau harus diantar jemput sama Kakak!"misuh Laila seraya beranjak pergi dari hadapan Adnan dan Adam.

Adam menarik tangan sahabatnya keluar. "Ada apa denganmu, Adnan? Kalau caramu dalam mendekati Laila seperti itu, maka selamanya kamu akan kesulitan untuk mendapatkan hatinya," bisik Adam.

"Tidak apa, yang paling terpenting aku bisa selalu menjaganya dari jauh." Jawaban Adnan nyaris membuat mata Adam melotot sempurna.

"Kalau caranya seperti itu, kapan kalian akan memberiku keponakan?" tanya Adam.

"Keponakan terus yang kau pikirkan. Sudahlah lebih baik aku kembali saja ke rumah!" ucap Adnan seraya melangkah menuju pintu depan. Namun, dengan cepat Adam menarik kaos sahabatnya.

"Eits, mau ke mana? Berani berbuat ulah, harus berani bertanggung jawab!"

"Eh, tanggung jawab apa? Aku tidak menghamili adikmu, Dam!".

"Astaga, Adnan. Rupanya bodohmu itu bukan hanya depan Laila, tetapi dari sonohnya sudah kurang satu ons otakmu."

Adnan menggetok kepala Adam. "Maksudmu aku gila dari lahir?"

"Aduh! Belum jadi adik ipar saja sudah pintar mengintimidasi, apalagi kalau sudah menjadi ipar beneran!" ucap Adam seraya memegang kepala yang tadi digetok sahabatnya.

"Bukan mengintimidasi, hanya melampiaskan kekesalan saja. Lelaki perfect sepertiku, kok dibilang gila."

"Ternyata benar, kalau cinta itu bikin seseorang gila alias lupa diri. Terbukti sikapmu tidak jelas bila berhadapan dengan Laila." Setelah mengatakan itu Adam tertawa terbahak-bahak.

"Aku tidak gila!"

Adam mengangguk. "Iya, kamu tidak gila!Hanya saja malu-malu kucing. Malu-malu, tapi mau."

"Aku pulang saja!"

"Kayak bukan laki, dibecandain langsung cengeng! Bujuk Laila sana."

"Malas!"

"Nanti diambil lelaki lain baru tahu rasa."

"Mendoakan jelek seorang sahabat itu tidak baik."

"Ya, sudah, bujuk Laila! Kalau tidak, aku akan menjodohkannya dengan sahabatku dari Bandung. Gantengnya tak kalah dengan aktor Hollywood sana!"

Adnan berdecak kesal, lalu melangkah menaiki tangga. Adam terkekeh, ternyata sahabatnya itu takut juga, jika Laila ia jodohkan pada lelaki lain.

Adnan mengetuk pintu kamar Laila. Jauh dalam lubuk hati, ia juga tidak tega mengatakan hal seperti itu pada gadis yang dicintainya. Hanya saja ia tidak ingin menunjukkan perasaannya pada gadis itu. Biarlah sang waktu yang mengungkap semua tentang kisah kasihnya pada Laila.

"La, maafkan atas perkataanku tadi!" ucap Adnan.

"Pergi!"

"Sudah siang, bukankah hari ini ada mata kuliah pagi?"

"Apa pedulimu? Sudah sana pergi! Aku bisa ke kampus sendiri."

"Tapi, La ...."

"Pergi! Aku benci lelaki egois sepertimu."

Istikharah Cinta Laila (Terbit)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin