Part 25

579 31 0
                                    

Laila menoleh pada lelaki yang duduk di sampingnya. Ia terkejut saat tahu lelaki yang memakaikan jaket di pundaknya itu, tak lain suaminya sendiri. Kedua netra mereka bertemu, saling menyelami hasrat cinta yang sekian lama terpendam. Mencoba meyakinkan hati, masih adakah cinta dan rindu di sana?

Laila segera mengalihkan tatapannya. Ia tak kuasa bila terus terjebak dalam tatapan sendu sang suami. Walau bagaimanapun kisah cinta mereka tak akan pernah bisa terulang kembali. Lelaki itu sudah memilih wanita lain untuk menjadi sandarannya.

Ada rindu yang menelusuk lirih ke dalam kalbu. Saat mereka duduk berdampingan dalam satu bangku, menatap lengkung langit yang dihiasi bintang dan senyum sang rembulan.

Adnan melirik wanita di sampingnya, ia tengah menengadah ke langit. Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya, hanya sesekali terdengar embusan napas kasar dari wanita itu.

Bibir Adnan tersungging. Rasa nyaman menyeruak lirih masuk ke relung kalbu, seakan menyapa hangat kehampaan hati, yang sekian lama tak ia mengerti. Ada asa yang tersirat dalam diri, saat menatap wajah sendu sang istri.

Entah mengapa ia bisa menyia-nyiakan wanita yang kini tengah berada di sampingnya? Kebodohan apa yang ia lakukan, hingga membuatnya tega menyakiti hati sang istri.

Adnan mengusap gusar wajahnya, ia tidak mengerti dengan apa yang tengah berkecamuk hebat dalam diri. Ada dua hati dan dua cinta yang sulit ia hilangkan dari hati dan pikirannya.

"Apa kamu tidak bosan duduk di sini sendiri?" tanya Adnan memulai pembicaraan.

"Tidak!"

"Apakah kamu marah padaku?"

"Mengapa harus marah? Jika memang itu yang terbaik untuk Kak Adnan!"

"Apa maksudmu?"

"Bukankah Kak Adnan sudah memutuskan, untuk memilih Rianti yang akan menjadi pelabuhan cinta terakhir Kakak?"

"Kapan aku mengatakan itu?"

Laila tersenyum. Apakah guna-guna Rianti sudah membuat ia menjadi pelupa? Laila mengeluarkan ponsel dari sakunya, ia langsung memperlihatkan chat balasan dari Adnan kemarin.

"Bukan aku yang balas, itu Rianti!"

Laila tersenyum kecut. "Jangan lempar batu sembunyi tangan!"

"Ya, sudah kalau kamu tidak percaya, aku tidak akan memaksamu untuk mempercayainya!"

Laila mencoba untuk berdamai dengan keadaan. Menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "Kakak masih suka salat?"

"Kadang-kadang!"

"Hm, mengapa?"

"Sibuk!"

"Dari dulu Kakak memang selalu super sibuk, tapi tidak pernah meninggalkan salat."

Adnan bergeming, jauh di dalam lubuk hatinya, ia membenarkan apa yang diucapkan oleh Laila. Dia telah jauh dari Tuhan, hanya karena kesibukan di dunia, ia melupakan kewajibannya pada Sang Kuasa.

Adnan beranjak dari duduknya. Sebelum melangkah pergi, ia menyempatkan menoleh pada Laila. "Kamu masih resmi menjadi istriku. Jadi aku memiliki hak untuk mengajakmu kembali ke rumah. Aku akan memberikan kesempatan padamu, untuk membuktikan ketulusan cinta yang kamu miliki. Bantu aku menghidupkan kembali rasa cinta di hati. Walaupun itu tidak mudah, tapi aku yakin kamu mampu melakukannya."

Setelah mengatakan itu Adnan melenggang pergi, meninggalkan Laila seorang diri dengan pikiran yang berkecamuk, memikirkan permintaan dari lelaki yang kini masih sah menjadi suaminya. Permintaan yang cukup sulit, karena pastinya akan banyak menyakiti hati.

Istikharah Cinta Laila (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang