Part 16

555 45 3
                                    

"Aku ... tidak ingin menikah dengan Kakak, tanpa mahar hapalan surah Ar-Rahman."

"Jadi ...."

Laila menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk. "Aku terima pinangan Kakak. Aku percaya Kak Adnan calon suami yang telah Allah pilih untuk mendampingi dan membimbingku dunia akherat."

Semua yang berada di sana tersenyum lega, begitu pun dengan Adnan. Ia langsung bersujud syukur atas kebahagiaan yang kini tengah ia rasakan. Adnan bersyukur, karena setelah sekian lama dalam penantian, kini Laila menerima pinangannya.

"Terima kasih, Laila. Kamu sudah memberi kesempatan padaku untuk menjadi pendampingmu. Bolehkah aku tahu, apa yang membuatmu yakin telah menerima pinangan dariku?"

Laila tersenyum. "Istikharah telah membuat Laila yakin, kalau Kak Adnan adalah lelaki yang dipilihkan Allah untuk menjadi jodoh dunia akherat, dan lewat istikharah juga Allah telah menghilangkan semua keraguan yang selama ini melanda hati. Insyaallah istikharah adalah jawaban terbaik dari Allah."

"Masyaallah, semoga aku bisa mengemban amanah ini. Bisa membimbingmu hingga nanti bersama menggapai jannah-Nya."

"Amiin," jawab semua yang ada di sana serempak.

"Mengapa kamu tidak meminta mahar berupa perhiasan atau uang, La? Mengapa lebih memilih agar aku memberimu mahar surah Al-Rahman?" tanya Adnan.

"Aku tidak meminta apa pun tentang kemewahan pernikahan dan kenikmatan dunia, Kak. Aku hanya meminta mahar yang bisa meyakinkanku bahwa Kak Adnan bisa bertanggung jawab atasku dan keluarga kita kelak, juga agar kita selalu mengingat Allah. Menjalani rumah tangga atas landasan rasa cinta dan syukur yang begitu besar kepada-Nya."

"Masyaallah, aku tidak salah telah memilihmu untuk menjadi pendamping hidup. Aku janji tidak akan pernah mengisi hati ini dengan cinta yang lain, hanya akan ada satu nama yang terukir indah di dalam hati. Laila Qaira Nazhira, wanita yang selalu berhasil membuatku jatuh cinta di setiap waktu."

                                        -o0o-

Hanya berselang dua minggu dari acara lamaran, hari ini pernikahan Laila dan Adnan akan dilaksanakan. Laila menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun pengantin muslimah berwarna putih telah membalut indah tubuhnya.

Laila sengaja memilih gaun pengantin berwarna putih, karena warna putih dianggap bersih dan suci sehingga bisa membuat acara pernikahan berlangsung lebih khidmat, juga karena warna putih sangat cocok untuk digunakan saat prosesi ijab qabul agar terkesan lebih sakral. Sehingga bisa dipadukan dengan jilbab putih dan tambahan aksesoris seperti mahkota cantik di atas kepala. Membuat Laila tampak anggun dan memesona.

Pesta pernikahan yang diadakan secara sederhana, hanya mengundang beberapa kerabat dan saudara terdekat. Alasannya satu, Elsa melarang Adnan untuk menyebar undangan, karena ia merasa malu bila semua orang tahu memiliki menantu lumpuh dan bukan dari keluarga berada.

"Bagaimana para saksi, Sah?

"Sah!"

"Sah!"

Setelah mengucapkan hamdalah, pak penghulu langsung membaca doa khusus untuk pengantin baru itu, agar kehidupan rumah tangganya sakinah mawaddah dan warahmah.

Laila mencium takzim punggung tangan lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya, lalu Adnan mengecup puncak kepala sang istri, seraya membaca doa khusus di sana. Tangis haru membasahi kedua sudut mata Laila. Ia tidak menyangka akan menikah dengan lelaki yang selama ini dibencinya.

Acara pernikahan berlangsung dengan khidmat, sore harinya Laila langsung dibawa ke rumah Adnan. Ada kecewa yang menyelimuti hati Laila, saat melihat mama mertua acuh tak acuh kepadanya.

Risa membantu mendorong kursi roda Laila. Sesekali mengobrol ria dengan wanita yang kini telah resmi menjadi kakak iparnya.

"Menyusahkan saja, bagaimana kau akan mengurus putraku? Bila untuk dirimu saja kau masih menyusahkan orang lain," hardik Elsa dengan kedua tangan di depan dadanya.

Laila tak henti-hentinya membaca istigfar saat mendapat sambutan seperti itu dari mama mertuanya. Ia tidak menyangka wanita yang berhijab di depannya itu akan mengatakan hal yang bisa menyakiti hatinya.

"Mama!" pekik Risa.

"Sudah Mama bilang, jangan pernah ikut campur! Dari awal Mama tidak setuju, kakakmu menikah dengan dia. Apa yang diharapkan kakakmu dari wanita lumpuh seperti dia?"

"Risa tidak suka dengan cara Mama yang seperti itu!" balas Risa.

"Coba sekarang lihat, kamu sendiri 'kan yang repot. Harus membantu wanita ini mendorong kursi rodanya!"

"Kak Laila tidak pernah menyuruh Risa melakukannya. Ini keinginan Risa kok, Ma!"

"Tetap saja wanita ini menyusahkan! Lihat nanti ke depannya, kita semua akan dibuat susah olehnya."

"Mama!" Tiba-tiba Adnan masuk dengan raut wajah merah padam menahan amarah.

"Adnan mohon, Ma. Jangan seperti itu pada Laila! Walau bagaimanapun sekarang Laila sudah sah menjadi istriku."

Tanpa menunggu jawaban dari mamanya, Adnan langsung membawa Laila menuju kamarnya.

Air mata luruh membasahi pipi Laila. Ia tidak menyangka bila mama mertuanya tidak menyetujui pernikahan ini. Laila menatap sendu ke wajah suami yang kini terlihat frustrasi karena memikirkan sikap mamanya.

"Mengapa Kakak tidak jujur  padaku? Kalau selama ini mama tidak setuju dengan pernikahan ini!" Laila mencoba menahan isak tangisnya.

"Maafkan aku, La! Aku tidak bermaksud membohongimu. Aku hanya ingin memperjuangkanmu, wanita pilihan yang memang pantas aku perjuangkan. Aku akan terima bila kamu marah, karena tidak jujur padamu atas masalah ini."

Laila mengusap air mata di pipi, lalu melempar senyum pada suaminya. "Mana mungkin aku marah, pada seseorang yang telah berjuang keras untuk menjadikanku kekasih halalnya. Justru, aku merasa bahagia, dimiliki oleh lelaki sebaik dirimu."

Adnan memeluk tubuh sang istri, ia tidak menyangka kalau Laila akan berkata seperti itu. Padahal, apa yang dikatakan mamanya tadi sangat menyakiti hati wanitanya.

"Terima kasih, Sayang. Aku semakin yakin pilihanku jatuh pada wanita yang tepat."

Mendengar kata 'sayang' yang keluar dari bibir suaminya membuat pipi Laila bersemu merah. Jauh dalam hatinya ia juga tak henti mengucap syukur, karena memiliki seorang suami seperti Adnan. Suami yang mencintai dengan segala kekurangan yang ada pada dirinya.

                                            -o0o-

Malam harinya, setelah melaksanakan salat Isya. Adnan mengajak sang istri berbaring di ranjang. Melewati malam pertama mereka dengan perbincangan ringan dengan diselingi canda tawa, melupakan sejenak masalah dengan sang mama. Adnan yakin, Laila bukanlah gadis sembarangan, lambat laun ia akan bisa menaklukan hati mamanya.

Adnan menatap lekat wajah Laila, mengusap lembut setiap inci dari wajahnya. Ada desiran hangat yang menelusuk jauh ke dalam kalbu. Membuat ritme jantung lelaki itu berdetak lebih cepat dari biasanya.

Sama hal dengan Laila, matanya tak lepas memandang lelaki di depannya. Kekagumannya bertambah saat melihat Adnan hanya memakai baju kaos rumahan, baju yang pas dengan lekuk tubuhnya sehingga membuat lelaki itu terlihat seksi.

Adnan menyelipkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah istrinya. Lalu mengecup singkat kening Laila dengan penuh cinta. Rindu dan cinta yang selama ini ia pendam, kini menyatu menjadi satu getaran rasa yang sulit dihilangkan dari hati dan pikirannya. Memiliki Laila adalah anugerah terindah di dalam hidupnya.

Adnan semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Laila. Seakan tidak ingin ada jarak di antara mereka. Mengunci tubuh Laila dengan kedua tangannya yang kekar.

"Bolehkah aku meminta hakku malam ini?"

Laila menggeleng singat, lalu berbisik mesra pada suaminya. "Kak Adnan lupa, ya. Kalau Laila lagi datang bulan."

Bersambung ....

Istikharah Cinta Laila (Terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora